Aku Tak Mengerti Mengapa Aneuk Miet Oh Aneuk Miet

Rini Setianingsih 27 September 2014

Mereka yang baru pertama kali aku lihat, mencuri-curi lihat dari pintu kantor. Mengintip-intip beramai-ramai. Mencari-cari lihat siapakah dia, siapa yang baru datang. Siapakah itu Ibu Guru baru? Bersama guru Indonesia Mengajar sebelumnya aku diajak berkeliling sekolah. Mereka mengikutiku dari belakang. Mengikuti kemana langkah aku berjalan. Mengikuti sambil mencuri-curi lihat dan menarik perhatianku. Aku tak mengeri mengapa begitu…. Oh Aneuk Miet

Seminggu setelah kedatanganku di sekolah mereka berhasil menarik perhatianku. Setiap aku datang dan memasuki gerbang sekolah mereka memanggil namaku dengan kencang, sambil tersenyum mereka menghampiriku. Saat aku keluar ruang kantor, mereka berlari dengan sangat kencang sambil memanggil namaku. Berlomba agar bisa berjalan di sebelahku, menggandeng tanganku dan bertanya “Ibu mau masuk kelas berapa bu?” Aku tak mengeri mengapa begitu…. Oh Aneuk Miet

Saat aku mengajar di suatu kelas, mereka yang lain dengan ributnya berdiri di depan pintu kelas itu. Berebut ingin masuk, berebut ingin belajar bersamaku, berebut melihat hal menarik apa yang akan aku berikan. Sampai-sampai anak kelas yang aku ajar kesal dan menutup pintu kelas sambil bergantian menahannya dengan kursi. Aku tak mengeri mengapa begitu…. Oh Aneuk Miet

Saat aku sedang mengajar di kelas dan memberikan pertanyaan, semua anak mengacungkan tangan. Saat aku tunjuk mereka ternyata tidak tahu jawabannya. Aku tunjuk anak yang lain, yang ini pun tidak tahu jawabannya. Namun saat aku tanyakan lagi di depan kelas, lagi-lagi mereka semua mengacungkan tangan. Berebut agar aku tunjuk. Berebut mendapat perhatianku. Aku tak mengeri mengapa begitu…. Oh Aneuk Miet

Saat musim panen tiba, mereka selalu bertanya “Ibu suka boh timun?” Aku jawab, “Ibu suka”. Keesokan harinya buah ketimun sebesar dan sepanjang tangan manusia dewasa mereka bawa ke sekolah dan memberikannya padaku sambil berkata, “Bu ini untuk Ibu, untuk dibuat es”. Aku tak mengeri mengapa begitu…. Oh Aneuk Miet

Saat di rumah mereka sedang ada panen buah-buahan, mereka mengajakku ke kebun mereka. Mereka mencarikan durian yang jatuh di kebuan yang luas. Mengambil buah rambutan yang masih di pohon dengan galah. Mengambil buah mangga yang berjatuhan untukku dan memasukkan semuanya ke dalam karung. Sehingga pulang-pulang ke rumah aku bisa membawa hasil kebun satu karung besar dan membuat heran orang di rumah. Aku tak mengeri mengapa begitu…. Oh Aneuk Miet

Saat aku berjalan mengendarai motor dan melewati rumah mereka. Mereka mengenaliku dan berteriak memanggil namaku. Saat aku melewati mereka yang sedang menggembala sapi di seberang sungai. Saat mereka mandi di sungai irigasi yang besar. Mereka memanggil namaku padahal itu jarak yang jauh sekali. Bahkan akupun tidak bisa mengenali mereka. Aku tak mengeri mengapa begitu…. Oh Aneuk Miet

Aku tidak pernah mengerti apa yang berada dipikiran mereka, aneuk miet (anak-anak kecil dalam bahasa Aceh). Mereka selalu bahagia. Mereka berlari dengan kencangnya, tersenyum dan memanggil namaku. Bahagianya aku menjadi guru. Setiap hari aku hidup dengan kecerian mereka, dengan rasa ingin tahu mereka yang besar, dengan canda tawa mereka, dengan perhatian mereka, dengan senyum mereka, dengan cemburu mereka, kesal serta marah mereka dan pastinya dengan cinta mereka. Terimakasih Ya Allah atas nikmatmu yang sangat berlimpah ini. Setiap hari aku bahagia, karena mereka Aneuk Miet 

Tulisan ini dimuat di http://rumahdongengmentari.blogspot.com/2014/08/aneuk-miet-oh-aneuk-miet-cerita-nya.html sebuah sayembara menulis dalam rangka menyambut Hari Anak 2014 :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua