Mimpiku Setinggi Langit (?)

RinaAnggraeni Safia 8 November 2015

“Bermimpilah setinggi-tingginya, bermimpi setinggi  langit. Kalaupun jatuh, kamu akan berada di tengah bintang-bintang”

                Bagaimana mungkin anak-anak bermimpi tinggi jika yang mereka kenal hanya beberapa profesi. Bagaimana mungkin anak-anak bermimpi jauh jika yang mereka ketahui hanya dusunnya, kecamatannya, dan kabupatennya saja. Di sekolah dimana aku mengajar dan menghabiskan setengah hariku selama enam hari dalam seminggu, selalu kukenalkan mereka pada banyak profesi dan banyak tempat melalui surat dari teman-temanku yang telah bekerja maupun tengah menempuh program master di luar negeri, melalui video yang aku download gratis melalui youtube, melalui film-film, dan melalui buku-buku. Setiap awal tahun pelajaran baru, kuajak mereka untuk menghias kelas dan menggantungkan cita-cita dan mimpi mereka di langit-langit kelas atau di samping jendela, tempat dimana mereka dapat dengan mudah melihatnya setiap waktu. Ila sekarang bisa berkata, “Bu Guru, bagus kurasa kalau kita rajin membaca dan belajar, supaya saya nanti bisa jadi penulis”.

                Tapi, bagaimana dengan sekolah-sekolah lain yang lebih terpencil dari sekolah penempatan saya? Yang lebih susah akses jalannya, yang lebih jauh dari hiruk pikuk kecamatan bahkan kabupaten. Bagaimana anak-anak di sana mampu bermimpi tinggi jika bapak ibu gurunya jarang hadir di kelas?.

                Kekhawatiran itu tumbang, karena bukan hanya pengajar muda yang prihatin dengan tantangan pendidikan di Majene, tapi ada relawan-relawan yang turut serta memikirkan pendidikan dan mimpi-mimpi mereka. Relawan-relawan ini bergerak di bawah naungan Kelas Inspirasi Majene. Kelas Inspirasi di Wilayah Sulbar telah gencar diperkenalkan dan digerakkan oleh Bu Hikmah yang berdomisili di Kabupaten Polman. Selain Kabupaten Majene, Bu Hikmah juga telah menggerakkan Kelas Inspirasi di Kabupaten Mamuju, Polman, dan juga Pinrang. Di tiap kabupaten yang berada di Wilayah Sulbar memiliki koordinatornya masing-masing yang berkoordinasi dengan Bu Hikmah.

                Koordinator Kelas Inspirasi Majene sendiri adalah Ibu Lia, salah satu Local Champion atau sering disebut sebagai penggerak kabupaten yang bekerja di BKKBN Majene. Tahun ini, Kelas Inspirasi Majene #2 telah mampu bergerak secara mandiri, jika Kelas Inspirasi Majene #1 peran pengajar muda masih dominan, maka Kelas Inspirasi Majene #2 pengajar muda hanya diundang dalam rapat kemudian masuk menjadi salah satu anggota di masing-masing divisi kepanitiaan dan telah mengurangi porsinya untuk memberikan inisiatif.

                Kelas Inspirasi Majene #2 dilaksanakan di dua kecamatan yaitu Kecamatan Malunda dan Ulumanda, kecamatan yang paling jauh dari pusat pemerintahan daerah. SD-SD yang terjaring sebagai lokasi Kelas Inspirasi adalah sekolah-sekolah yang jauh dari jalan poros atau utama dan memiliki akses jalan yang susah dijangkau. Setiap minggu, para relawan panitia yang kesehariannya bekerja, meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk rapat dan berkoordinasi demi terselenggaranya acara ini.

                Hari briefing, relawan panitia bertemu dengan para relawan inspirator, videografer, dan fotografer. Para relawan dari berbagai profesi berkumpul di satu tempat dan bersama-sama memikirkan sekaligus mempersiapkan untuk pelaksanaan Kelas Inspirasi Majene #2. Mereka ingin memberikan yang terbaik tanpa dibayar apapun, mereka ingin memberikan yang terbaik demi mimpi anak-anak yang mereka pun tak pernah sekalipun bertemu.

                H-1 pelaksanaan Kelas Inspirasi Majene #2, saya selaku fasilitator acara di SDN 20 Sambabo, Ulumanda, berkumpul dengan para relawan dan menginap di rumah Kepala UPTD Malunda. Sampai lewat tengah malam, kami masih belum tidur untuk mempersiapkan semuanya dan memastikan tidak ada yang terlewat. Esok paginya, kami berangkat pagi-pagi untuk mengikuti upacara terlebih dahulu.

                Anak-anak sudah tidak lagi ketakutan, seperti halnya kali pertama saya datang ke sekolah ini untuk survey. “Ada bu dokter, ada bu dokter! Ada suntikan!”, teriak mereka waktu itu, seketika anak-anak kelas rendah langsung menangis dan menjerit. Saya menahan tawa, saya sengaja berpura-pura menjadi bu dokter dan mengejar mereka. Tapi hari ini, mereka tersenyum sumringah melihat banyak bapak dan ibu guru baru yang saya bawa, bapak dan ibu guru yang memakai macam-macam seragam profesi, mulai dari tentara, penyiar TV, pegawai bank hingga hakim. Pun relawan, mereka sangat antusias dan tidak sabar untuk bermain dan belajar bersama anak-anak. Di tengah acara, rombongan Penyala Makassar datang jauh-jauh dari Makassar dengan menempuh 8 jam perjalanan untuk ikut meramaikan acara ini.

                Acara ditutup dengan penempelan daun cita-cita ke pohon cita-cita. Anak-anak menuliskan cita-cita mereka di kertas yang berbentuk daun, kemudian mereka menempelkannya bersama-sama di pohon cita-cita. Anak-anak lupa waktu, anak-anak enggan untuk berlalu pulang, anak-anak masih ingin bermain dan mencoba banyak hal baru bersama bapak dan ibu gurunya di hari itu. Anak-anak membawa serta mimpi-mimpinya berjalan menuju rumah dan para relawan membungkus ketulusan, kebahagiaan, serta kesederhanaan anak-anak dalam hati mereka.

“Seluruh orang mampu berupaya demi pendidikan anak-anak, tidak perlu materi yang berlimpah dan tidak pula kehebatan pangkat serta jabatan, mulailah dari hal kecil yang ada di diri kita tapi ditransfer kepada anak-anak dengan tulus”

 

Video pelaksanaan KI Majene #2 dapat dilihat di sini

https://www.youtube.com/watch?v=9OHLmB3WQ2M&feature=youtu.be

 

Malunda, Maret 2015

Sembari mengistirahatkan kaki-kaki yang letih.


Cerita Lainnya

Lihat Semua