Pikat mereka dengan Sapa, Bahasa, dan Citarasa

Rika Amelia 12 Januari 2014

"Irrae...loa poda ibu rika ke nuntu nggahi mbojo, tamba wali ni uta nya....HAHAHAHA..."

seorang ibu tersenyum bahagia sampai tak henti-hentinya menambahkan lauk ke piring makan saya hanya karena satu dua kosa kata Bima yang saya ucapkan. Beliau tampak begitu bahagia. Heran, saya pun terus makan sambil berusaha untuk tampak lahap.

semua pengajar muda pasti pernah mengalami hal di atas, dijamu makan dan disuruh tambah lagi dan lagi, bahkan sampai kamu bosan. Menolak? bukan solusinya teman, cukup pasang senyum manis dan terus makan pelan-pelan. hanya dengan begitu saja, kamu sudah bisa membuat mereka bahagia. Hidup yang bermanfaat itu hidup yang membuat orang lain bahagia.

 

Pengajar muda dituntut mampu menjalin hubungan baik dengan semua pihak yang bersentuhan secara langung maupun tidak langsung dengan pengajar muda. Tidak mudah memang mengambil hati baik itu orang tua, para pemegang kepentingan desa, guru-guru dan masyarakat. Salah bicara sedikit saja, mungkin bisa berakibat fatal. menurut pengalaman saya yang mungkin sedikit dangkal menjadi pengajar muda selama 6 bulan, ada tiga model pendekatan yang bisa kamu gunakan saat di penempatan.

 

1. Pendekatan Sapa

Siapapun bahkan orang gila sekalipun pasti senang diberi senyum dan disapa. masyarakat juga.  tersenyumlah dan sapalah siapa saja yang kamu lewati di desa. plus jika ada sapaan khusus silakan ucapkan saja. Misalnya, di Bima sapaan untuk meminta izin jika lewat adalah "sentak beta.." Nah, ucapkan saja itu setiap kali kamu melewati orang-orang atau para tetua desa sambil tersenyum simpul.

 

2. Pendekatan Bahasa

Menguasai bahasa suatu daerah bahkan hanya secuil saja terbukti ampuh menyenangkan hati para penduduk kampung. kamu tidak perlu sefasih penduduk lokal, cukup kuasai ujaran-ujaran yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Saya bukan ahli bahasa Bima, tapi saya selalu memakai bahasa bima ketika berkomunikasi dengan supir bemo atau tukang ojek di kota Bima (lebih tepatnya agar saya tidak dikasih harga sewa angkot turis alias HARGA MAHALLL). Akhirnya, dengan modal bahasa Bima y ang seiprit saya pun memberanikan diri mengaak ngobrol si supir bemo atau tukang ojek tersebut menggunakan bahasa bima (seringkali mengalihkan topik jika bahasa yang digunakan mulai berat dan sulit dimengerti). Hasilnya, tidak jarang saya mendapatkan ojek murah plus cerita bahasa bima selama 1 jam perjalanan yang tidak saya mengerti (saya hanya menjawab "iyota...iyota.." yang bertujuan untuk menghargai pembicaraan si lawan bicara kita).

 

3. Pendekatan Cita Rasa

Pendekatan cita rasa ini seringkali kami sebut dengan "culinary approach" dimana kamu cukup mendeklarasikan dirimu "pemakan segala" jika memang kamu tidak memiliki pantangan makanan tertentu baik karena alasan agama maupun kesehatan. Di desa, saya terkenal dengan sebutan "pemakan segala". Awalnya istilah ini hanya bentuk ramah tamah saya dan upaya mendekatkan diri dengan masyarakat. Akhirnya, pendekatan cita rasa ini menyerang balik saya, resiko kenaikan berat badan tak dapat dihindari. peristiwa ini juga dialami PM pendahulu di Bima yang tambah subur selama penempatan. Bagaimana tidak, sudah menjadi adat dan kebiasaan sekaligus kehormatan bagi warga bima untuk menjamu siapapun yang berkunjung ke rumahnya. Tips nya: tetap tersenyum dan jangan menolak, nikmati saja perlahan-lahan. Yang penting semua bahagiaaa...


Cerita Lainnya

Lihat Semua