Pulau Beeng Darat

Umi Qodarsasi 11 Januari 2014

Pada awalnya Beeng Darat seperti negeri antah berantah, pikirku saat itu. Keasingan sangat terasa saat pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini sebagai Pengajar Muda. Kondisi serba terbatas sudah terprediksi sebelumnya. Bahkan sebelum resmi menjadi Pengajar Muda, kami sudah dilatih secara fisik dan mental untuk hidup dalam kondisi yang serba terbatas. Hari demi hari menjalani hidup di pulau ini, dengan keluh kesah dan grafik semangat yang naik turun, sedikit demi sedikit fakta tentang pulau ini mulai terbaca. “Terpencil” mungkin hanya istilah geografis yang menjadi label bagi pulau ini, namun di dalamnya kita akan menemukan hal yang besar, yang belum pernah kita temui sebelumnya.

Beeng darat merupakan salah satu pulau kecil dari Kabupaten Kepulauan Sangihe, terletak sekitar 20 kilometer dari pusat kota Tahuna. Bentang alam Beeng Darat yang terdiri dari perbukitan dan pantai menjadi anugerah yang membuat kita berdecak kagum akan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sewaktu-waktu kita bisa menyaksikan tenggelamnya sang mentari di balik bukit atau pelangi yang muncul selepas gerimis. Beeng Darat memiliki pantai-pantai yang berpasir putih dan hitam serta menyimpan biota laut yang beragam. Perbukitan di Beeng Darat menyimpan berbagai macam kekayaan alam, seperti cengkih, pala, kelapa, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Jauhnya pulau ini dari hiruk-pikuk membuat kita seakan berkomunikasi dengan alam. Kita bisa mendengar deburan ombak, sayup-sayup daun tertiup angin, maupun kicauan burung di atas pohon. Penglihatan dan pendengaran kita akan tertuju pada kesempurnaan alam yang begitu harmonis, memenuhi ruang pikiran dan hati kita yang mungkin telah lama haus akan keindahan alam.

Masyarakat Beeng Darat adalah masyarakat yang hidup harmonis dengan alam dan segala populasinya. Nafas mereka seiring dengan hembusan nafas alam. Alam menjadi sumber kehidupan mereka dari segala aspek, baik kebutuhan pangan, papan, ekonomi, sosial dan budaya. Masyarakat memanfaatkan alam dengan penuh kearifan, berbeda dengan masyarakat di daerah perkotaan yang memanfaatkan alam secara eksploratif dan seringkali mengabaikan keseimbangan ekosistem sehingga menimbulkan kerusakan alam. Sebagian besar masyarakat Beeng Darat bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani cengkih atau pala. Baik nelayan maupun petani mengeksplorasi alam dengan menggunakan alat-alat tradisional.Hasil alam menjadi komoditi ekonomi utama bagi masyarakat Beeng Darat dari generasi ke generasi.

Karakter masyarakat Beeng Darat merupakan representasi karakter masyarakat Sangir pada umumnya. Mereka terbuka dengan siapapun termasuk orang yang berbeda suku, mempunyai tingkat toleransi yang tinggi, gotong royong, dan religius. Selain kekayaan alam, masyarakat Beeng Darat dan masyarakat Sangir pada umumnya juga mempunyai kekayaan seni dan budaya, di antaranya adalah tari ampat wayer, masamper, upase, dan Upacara Tulude. Seni budaya tersebut masih terus dilestarikan dan terus hidup seiring dengan perkembangan masyarakat. Hal ini menimbulkan optimisme dan meningkatkan rasa percaya diri sebagai bangsa yang kaya akan budaya. Walaupun budaya Barat dengan kendaraan modernisme menggempur, nyatanya budaya lokal tetap ada, generasi baru tak lupa dengan warisan nenek moyang bangsa ini. Di sudut-sudut negeri ini, ternyata kita menemukan kekuatan bangsa kita,  jati diri dan kepribadan bangsa kita.

Enam bulan yang telah berjalan, serta enam bulan ke depan tinggal bersama masyarakat Beeng Darat merupakan kesempatan. Kesempatan untuk menemukan keluarga baru, kesempatan untuk merajut tenun kebangsaan dengan saudara sebangsa di teras utara nusantara. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua