Bibikandoa: Menu Andalan Junior Master Chef Ala Paradowane

Rika Amelia 3 April 2014

“Ibu....au si makanan kesukaan ibu rika ni?” tanya Tika, si cerewet yang tak pernah kehabisan ide membuat pertanyaan

“Hm...bibikandoa?”

Bibikandoa adalah jajanan khas di paradowane, tidak terlalu diminati di kota Bima. Namun, jajanan yang hampir mirip bakwan ini merupakan primadona di kantin sekolah di desa tempat saya mengajar selama hampir satu tahun. Dimakan dengan air bumbu asin pedas, jajanan ini mampu memikat bocah-bocah sekolahan di pagi hari, bahkan sekalipun orangtua mereka sudah memaksa mereka sarapan di rumah.

Sore itu kami sedang duduk-duduk di teras rumah ketika Tika akhirnya berkata sambil menunjuk seolah ada bohlam pijar di atas kepalanya, “Ibu, mai ni kita bikin bibikandoa nais! Kan ibu Diah mau datang.  Eh, tapi, suka ni ibu Diah sama bibikandoa? kombi bona ya ibu ya..” (Ibu, mari kita membuat bibikandoa besok! Kan ibu Diah mau datang. Eh, tapi ibu Diah suka ga ya sama bibi kandoa, mungkin bibikandoa ga enak ya bagi ibu Diah.” Ujar Tika yang memang selalu begitu, bersemangat dan antisipatif dengan keburukan yang mungkin muncul sehingga setiap kalimatnya pasti selalu dalam bentuk kalimat konstras. “Mana-mana aja, Ibu Diah kombi juga ne’e ngaha bibikandoa ni, sama dengan ibu Rika.” (Terserah aja, Ibu Diah mungkin juga mau makan bibikandoa, sama aja sama ibu Rika.”  Diah, Pengajar Muda di desa karumbu memang akhir pekan itu berencana berkunjung ke desa kami.

“Yak” sambil menepukkan  kepalan tangan kanannya ke telapak kanan kirinya “Nais, mada doho munee masak bibikandoa!” Tika membuat keputusan maha dahsyat untuk menyambut Ibu Diah esok hari. Dipimpin Tika, bocah-bocah lainpun membagi tugas membawa bahan-bahan yang dibutuhkan. “Eh, cou maveli tepung? Upa ribu sih...mada tiwara piti..” (Eh, tapi siapa yang beli tepung ya? Empat ribu sih....saya ga punya uang”. Rupanya musyawarah itu terbentur di masalah pertepungan, semua berfikir serius karena memang hari minggu tak satupun anak yang mendapatkan jajan. Mereka mungkin bisa membawa bahan-bahan lainnya karena tinggal ambil di kebun, tapi masalah muncul ketika mereka harus membeli tepung. Melihat rapat kecil kocak itu, saya pun memperhatikan mereka dahulu sejenak sebelum berkata “ya sudah, nanti beli di warung aji saja, kani piti ibu Rika. Tahor?”

Keesokan harinya mereka sudah datang membawa bahan-bahan yang dibutuhkan. Tanpa malu-malu (karena bocah-bocah paradowane memang cukup percaya diri) mereka pun memperkenalkan makanan andalan mereka tersebut, berlagak seolah olah si Ibu Diah belum pernah mencicipi Bibikandoa mereka yang termahsyur itu. “Bibikandoa itu enak lo Ibu. Ada ni di Bandung Bibikandoa? Mungkin ada, tapi bibikandoa disini khas loh” Terang Ainan ke Diah. Ainan memang paling ahli dalam hal penjelasan, nada berbicaranya pun seolah narator di program bolang ataupun koki cilik. “Nah, bahan-bahannya ini, daun singkong, tepung, garam, air, cabe, dan penyedap rasa, tapi kata umi sih ga boleh masak pake penyedap rasa, soalnya bisa bikin bodoh. “ Jelas ainan terang benderang.

Tanpa menunggu lama, aksi koki-koki cilik junior masterchef ini pun dimulai, mereka berbagi tugas. Beberapa memotong halus daun singkong, beberapa lainnya mencairkan terigu, ada juga yang sibuk menghidupkan api, ada yang bersiap-siap dengan penggorengan dan saringan minyak.  Semua lancar-lancar saja ketika mereka menggoreng  bibikandoa. Iseng, saya dan Diah pun mencomot bibi kandoa, mencicipi. Enak. Lalu, kami ambil lagi dan melihat lirikan Tika. Kami pun ambil lagi, lirikan Tika berubah jadi plototan. “Kenapa?” tanya Diah. “Jangan ja dimakan dulu ibu, nanti habis.” Jawabnya polos. Jawaban polos Tika sontak membuat semua tertawa. Maksudnya, jangan dimakan dulu bibikandoanya selagi mereka masih menggoreng, baru boleh dimakan kalau semua sudah selesai nanti. Patuh terhadap ibu supervisor, akhirnya tak seorang pun yang mencomot bibikandoa tersebut hingga semua tergoreng.

Konflik pra chef kembali lagi terjadi ketika mereka membuat air asin pedas yang biasa digunakan untuk menemani makan bibikandoa. Ada yang suka pedas, ada yang suka asin. “Aina kanata ni!!” kata Debi, “kanata ja ni” belas Ainan.  Akhirnya Tika pun mengenengahi “Sudah, selera boleh berbeda.” Katanya mantab, “tapi mie nya tetap mie bur*ng dara” lanjutnya tak nyambung menirukan salah satu iklan yang dibintangi Inul Daratista. Semua pun tertawa terbahak. Dapur Umi pun riuh Minggu siang itu dan sontak semua berantakan karena terlalu banyak chef yang beraksi disana. Sebelum makan, Tika mengomandoi teman-temannya untuk membersihkan dapur. Semua turut. Dapur kinclong, semua piring kotor telah dicuci, kami pun makan dengan damai.

Enak. Kocak. Penuh Konflik. Itulah kesimpulan episode Junior Materchef kali ini.


Cerita Lainnya

Lihat Semua