Pak Neju dari Pulau Selaru

Didit Priyanto 1 April 2014

Inisiasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) tahun 2013 lalu, untuk melaksanakan pelatihan intensif selama 1 bulan bagi guru-guru SD se-MTB, menjadikan kami pengajar muda memiliki rekan kerja, sahabat dan keluarga baru di MTB. Kedekatan dan intensitas komunikasi selama pelatihan, telah secara emosi menjalin sebuah keakraban dan rasa saling memiliki. Saya sebagai salah satu fasilitator dan mereka adalah peserta, tentunya memiliki hubungan simbiosisme mutualisme, senantiasa bahu membahu dan saling bantu membantu.

112 guru hadir mewakili sekolah masing-masing dan memberikan warna selama pelatihan. Dengan berbagai latar belakang dan karakter peserta, mereka mampu merepresentasikan diri mereka sebagai peserta yang bertanggung jawab, beretika dan memiliki semangat dalam mensukseskan pelatihan. Hal ini tentunya berdampak positif pada proses pelatihan sehingga dapat berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Lahirnya julukan angkatan pelopor atau “apel” adalah sebuah bukti konkret atas adanya komitmen dari para peserta. Deklarasi dari dan untuk mereka tersebut adalah bentuk tanggung jawab lain yang harus mereka laksanakan paska pelatihan. Ya, mereka diharapkan mampu menjadi pelopor dan menularkan virus positif agar bersama guru-guru lain dapat bekerja sama melakukan perubahan di sekolah masing-masing.

Pelatihan ini melahirkan guru-guru biasa menjadi luar biasa, guru-guru hebat menjadi semakin hebat, dan guru-guru kreatif menjadi semakin kreatif. Adalah sebuah keberhasilan dan kebanggaan tersendiri, ketika mampu menemukan dan mencetak agen of change dari, oleh dan untuk bumi duan lolat ini.

Salah satu peserta adalah Wiliams Neju Amarduan. Usinya relatif muda, 34 tahun. Beliau adalah peserta yang mewakili SD Kristen Eliasa, kecamatan Selaru, tempat beliau menunaikan tugasnya. Sekolah ini berlokasi tidak jauh dari Werain, tempat saya bertugas menjadi pengajar muda. Jika ditempuh dengan sepeda motor, sekitar memerlukan waktu 15-20 menit. Wilayah kami sering disebut tiga jiku, yang meliputi Werain, Eliasa dan Fursuy. Tiga desa yang masih menjadi bagian dari Pulau Selaru, sebuah pulau kecil yang berbatasan langsung dengan Darwin, Australia.

Bapa Neju, begitulah saya memanggilnya. Di kalangan rekan kerja, beliau juga sering dipanggil Bapa Amar. Pribadinya sederhana, tenang, sabar dan religius. Beliau adalah sarjana pendidikan dari Universitas Pattimura, Ambon. Dan mendapatkan SK PNS untuk bertugas di desa kelahiran beliau, Eliasa. Sedangkan istri beliau, bertugas di SMP Kristen Werain.

Perkenalan saya dengan beliau pertama kalinya ketika kami bersama-sama mengurus NUPTK yang harus di proses online di kota kabupaten, Saumlaki. Saya mewakili SD Kristen Werain dan beliau SD Kristen Eliasa. Pertemuan kamipun singkat, sebatas mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawab kami dan tidak lebih. Setelah selesaipun, kami pulang ke desa masing-masing dan tidak berkomunikasi lagi. Meskipun secara jarak di desa, sudah termasuk sangat dekat.

Pelatihan intensif yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, mempertemukan kami untuk kedua kalinya. Perkenalan kami sebelumnya, tidak membuat kami menjadi canggung untuk bertegur sapa dan berkomunikasi kembali.

Pembagian kelompok selama pelatihan, tidak mempertemukan saya sebagai fasilitator dan bapak Neju sebagai peserta secara langsung. Singkatnya, kelompok kami selalu berbeda. Sehingga komunikasipun terjalin lebih banyak dalam forum besar. Karena dalam kelompok kecil, beliau sudah didampingi oleh rekan pengajar muda lain.

Namun, keaktifan beliau dalam pelatihan, sudah mampu memberikan deskripsi tentang diri beliau. Tidak show off. Cenderung sangat wajar, bukan mencari perhatian. Ketika kesempatan tanya diberikan, beliau mampu mengajukan pertanyaan yang berkualitas dan ketika ada kesempatan menjawab, beliau on the right track dan bijak. Bisa digambarkan, beliau memiliki intelektualitas yang baik. Karena dari sikap, tingkah laku dan tutur kata pun beliau sangat mumpuni dan hal inilah yang saya lihat, sehingga sesama pesertapun sangat senang dengan sosoknya.

Dalam pelatihan, beliau memiliki peran yang strategis, sebagai sekretaris angkatan. Tugas dan tanggung jawab beliau jelas mendukung sang ketua, ibu Viktoria Putri Laiyan, yang akrab di panggil ibu Puput. Hubungan dan kinerja yang baik antara keduanya, jelas memberikan andil bagi performance peserta selama pelatihan. Ya, bagaimanapun, ketua dan sekretaris mampu menyalurkan energi positif selama pelatihan kepada sesama peserta.

Menjadi salah satu 10 peserta pelatihan terbaik adalah bentuk apresiasi yang diterima oleh bapa Neju. Melalui berbagai aspek dan parameter penilaian, beliau layak mendapat penghargaan tersebut. Diantaranya adalah aspek kehadiran, keaktifan, sikap, perilaku, tutur kata, keseriusan dalam pelatihan dan yang lainnya. Penilaian ini dilakukan melalui pengamatan oleh seluruh fasilitator dari awal sampai pelatihan berakhir. Tool lain yang kami gunakan juga melalui survey kepada seluruh peserta, nama beliau pun masuk dalam pilihan peserta sebagai peserta yang dinilai baik, berkesan dan membantu peserta lain selama pelatihan.

Setelah pelatihan selesai, beliaupun langsung diberikan amanah sebagai salah satu perwakilan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan MTB untuk mengikuti kegiatan sosialisasi kurikulum 2013 di Ambon. Atas peran sertanya yang baik selama kegiatan tersebut, sekembalinya dari Ambon, beliau bersama ibu Viktoria Putri Laiyan, di tunjuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan MTB sebagai fasilitator kabupaten. Tugasnya melakukan sosialisasi kurikulum 2013 ke seluruh kecamatan di MTB. Selain itu, beliau juga dipilih sebagai koordinator “Angkatan Pelopor” kecamatan Selaru.

Pelatihan intensif selama 1 bulan, dapat dikatakan mampu menjadi pembuka untuk menunjukkan aktor-aktor luar biasa yang ada di MTB. Lebih tepatnya adalah menunjukkan guru-guru yang memiliki kinerja bagus dan berkomitmen melakukan perubahan, yang selama ini lepas dari pandangan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan MTB. Tanpa bisa dipungkiri, rompi bertuliskan “sebulan belajar, seumur hidup memberikan inspirasi” menjadi magnet tersendiri bagi guru peserta pelatihan untuk terus membenahi diri agar menjadi guru yang lebih baik.

Hal ini berdampak pula kepada tanggung jawab dan rencana tindak lanjut paska pelatihan. Mereka diminta untuk melakukan sosialisasi seluruh materi selama pelatihan melalui wadah tingkat kecamatan. Agar apa yang telah diperoleh selama pelatihan, diketahui dan dilaksanakan pula oleh guru-guru lain di sekolah.

Tak terkecuali kecamatan Selaru, wilayah kecamatan bapak Neju bertugas. Sebagai koordinator, jelas kontribusi dan tanggung jawab beliau untuk mensukseskan kegiatan ini sangatlah besar. Kegiatan yang dilaksanakan di Adaut, ibukota kecamatan Selaru pada awal Maret lalu, memang tergolong sukses. Meskipun dari sisi keuangan masih mengalami kendala, namun setidaknya pelaksanaan kegiatan jauh dari kata cacat atau gagal. Inti dari kegiatan ini dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai dengan rencana. Pemateri dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan maupun oleh anggota apel Selaru, mampu menyajikan dengan baik sehingga pesertapun tetap tertarik.

Kesuksesan kegiatan ini adalah kesuksesan bersama “Angkatan Pelopor” Selaru. Setiap “Angkatan Pelopor” yang telah diberikan tanggung jawab oleh sang koordinator, mampu mengembangannya dengan penuh tanggung jawab. Pak Neju sebagai pemimpin, terus memberikan dorongan dan berkomunikasi dengan seluruh anggota. Memimpin dengan sederhana. Begitulah kalimat tepat untuk menggambarkannya.

Pak Neju yang rendah hati adalah seorang guru sejati. Tidak ada kesan “istimewa” tentang dirinya. Sederhana adalah hal yang tampak darinya. Pribadinya mau berkembang, selalu menerima kritik dan saran, karena baginya ini adalah proses untuk belajar. Keberadaanya sudah sangat diperhitungkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan MTB. Ya, itu lah pak Neju, seorang guru dari pulau Selaru, yang terus bergerak untuk maju.


Cerita Lainnya

Lihat Semua