Meminta dengan Mencontohkan

Rifian Ernando Lukmantara 13 Agustus 2013

Matahari sudah berada tepat di atas kepala, sinarnya yang terik membuat saya bersegera mengambil air wudhu. Hari ini hari Jumat, setiap pria muslim wajib hukumnya pergi ke masjid untuk menjalankan ibadah shalat Jumat. Beberapa saat sebelumnya, saya sempat berpesan kepada murid-murid saya di kelas agar tak lupa menjalankan shalat Jumat. Maklum saja, sekalipun disini mayoritas masyarakat beragama Islam, namun kesadaran untuk menjalankan perintah dan kewajiban agama tidak terlalu besar. Tak heran di desa sebesar ini, jamaah sahalat Jumat pun tak pernah lebih dari 2 shaf.

Sembari menahan panas terik matahari yang menyengat kulit, saya pun bergegas berjalan menuju jeramba (sebutan bagi dermaga kecil di pinggir sungai) untuk berwudhu. Segera saya berpakaian dan menggunakan kopiah karena waktu di jam tangan sudah menunjukkan pukul 12.05 WIB. Sembari merapikan pakaian saya pun berjalan menuju masjid desa yang jaraknya tak lebih dari 300 meter dari rumah. Saat berjalan melewati depan rumah, tiba-tiba saya berpapasan dengan tiga orang bocah yang nampaknya akan pergi bermain di sungai. Salah satu dari bocah tersebut adalah Refi, murid yang saya kenal dan sempat berjalan bersama saat pulang sekolah tadi.

“Nak kemano, Refi? Idak shalat Jumat?” (Mau kemana, Refi? Tidak shalat Jumat?), tanya saya sambil tersenyum.

Refi yang awalnya berjalan sambil tertawa-tawa dengan kedua temannya tadi mendadak menjadi tersipu dan nampak malu-malu saat melihat saya bertanya, ditambah penampilan saya yang sudah nampak siap pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah shalat Jumat. Terdiam sejenak, ia pun kemudian berkata kepada kedua orang temannya.

“Aku nak melok Bapak shalat Jumat bae!” (Aku mau ikut Bapak shalat Jumat saja!), ujar Refi kepada kedua temannya.

Sambil meneruskan perjalanan ke masjid saya pun tersenyum dan memintanya untuk bergegas karena sebentar lagi adzan akan berkumandang. Beberapa saat kemudian dari dalam masjid terlihat Refi sudah berjalan menuju masjid dengan baju koko warna hijau yang nampaknya cukup kebesaran untuk anak seusianya. Dalam hati saya berkata, “Terkadang tak perlu kita meminta anak-anak untuk melakukan berbagai hal sesuai keinginan kita. Cukup berikan saja kepada mereka contoh atau lakukan saja apa yang kita ingin mereka lakukan, niscaya mereka akan mengikutinya.”

Pepatah lama yang berbunyi “Satu keteladanan lebih baik dari seribu nasehat” nampaknya masih cukup relevan untuk diterapkan hingga hari ini. Kebanyakan orang tua, guru, dan orang-orang dewasa yang pernah berinteraksi dengan anak-anak kerap memerintahkan atau menyuruh mereka melakukan sesuatu tanpa pernah memberikan contoh. Seperti seorang ayah yang meminta anaknya tidak merokok padahal ia adalah perokok, atau seorang guru yang sering menghardik muridnya akibat terlambat masuk kelas padahal dirinya pun kerap terlambat datang. Bagi saya hal tersebut sangatlah keliru. Anak-anak adalah tokoh peniru yang sempurna, mereka akan menjadikan apa saja yang mereka lihat sehari-hari sebagai role model. Jadi memang sudah sewajarnya jika kita ingin mereka berperilaku baik, maka berikanlah contoh yang baik.

Tepi Sungai Lalan, Musi Banyuasin.


Cerita Lainnya

Lihat Semua