Mimpi Kunang-kunang Lanai

Rif'atDarajat 11 April 2015

Segelas jeruk nipis hangat dan sepiring nasi hangat dengan lauk pauk sederhana sisa tadi malam adalah sarapan terbaikku di desa yang sunyi ini, Desa Petiku. Pukul 7.30 WITA, seperti biasa, aku berangkat ke sekolah tempatku mengajar, SDN 020 Longkali, atau lebih dikenal dengan sebutan SD Lanai. Yang membuat tidak biasa dari hari ini adalah aku akan menemani murid-muridku menyelesaikan proyek mereka. Bukan proyek besar seperti halnya kontraktor atau tenaga sipil di kota-kota besar, cukup berupa majalah dinding di SD Lanai, yang sudah lama belum diganti.

Majalah dinding tersebut nantinya akan berisi mimpi Kunang-kunang Lanai. Sebutan ini sebenarnya tak jauh dari kehidupan nyata murid-muridku. Mereka, murid-murid SD Lanai, menyebut dirinya Kunang-kunang Lanai seperti halnya kunang-kunang yang tinggal di pohon rambai, sepanjang rumah mereka. Setiap malam, di sepanjang Sungai Telake, kunang-kunang bersinar di sepanjang pohon rambai yang berjajar. Indah dan mempesona, seperti pohon natal dengan lampu-lampunya yang cantik. Karenanya, majalah dinding baru ini memiliki sebutan Pohon Impian Kunang-kunang Lanai.

Balutan kardus bekas menghiasi Pohon Impian Kunang-kunang Lanai, ditambah dengan potongan-potongan cetak telapak tangan murid-murid SD Lanai sebagai dedaunannya. Bunga-bunga origami karya mereka pun ditambahkan untuk mempercantik pohon mimpi tersebut. Dibalik kesederhanaan Pohon Impian Kunang-kunang Lanai secara visual, ada mimpi-mimpi besar yang berani mereka tuliskan, sebagai janji atas kehidupan mereka.

Berbagai harapan dan cita-cita, mereka torehkan, dari yang dekat dengan kehidupan mereka hingga mimpi di masa yang akan datang.

“Aku ingin sekolahku lapangannya luas,” tulis seorang murid. Murid yang lain menuliskan, “Aku ingin guru yang tulus.” “Aku ingin sekolahku menjadi juara.” Tulisan dari murid lain menyebutkan, “Aku ingin sekolahku ramai.” Harapan-harapan itu tertulis secara wajar sesuai dengan kondisi sekolah mereka, yang memiliki sebidang papan kayu, yang disebut sebagai lapangan, yang cukup untuk melaksanakan upacara hari senin bersama dengan 57 siswa.

Cita-cita masa datang yang mereka tuliskan pun bermacam-macam, dari yang ingin menjadi guru, pemain sepak bola, tentara, hingga presiden. Boleh jadi mimpi-mimpi itu terlalu besar untuk SD Lanai yang kecil, yang terletak di seberang Sungai Petiku. Hanya saja tidak ada yang salah dalam bermimpi, karena yang terpenting adalah usahanya. Bahkan jika semesta mendukung, bisa jadi murid-murid SD Lanai nantinya dapat menyusul alumninya ke posisi-posisi tertinggi di pemerintahan, seperti Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Paser dan Kepala BAPPEDA Kabupaten Paser periode ini, yang berasal dari desa tempat mereka tinggal.

“Hidup itu sederhana... Berani bermimpi, lalu mewujudkannya.”


Cerita Lainnya

Lihat Semua