info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Gue dan Guru Yang Baik

AnantaRangga Permana Stokhors 10 April 2015

"Am I a good teacher?"

 

Pikiran itu terus muter-muter di otak gue kaya lalat di pasar ikan. Empat bulan ini kayanya waktu yang pas buat gue berkontemplasi memikirkan apakah gue sudah menjadi guru yang baik untuk anak didik gue—berat! Tapi kalo dipikir-pikir sebenernya guru yang baik itu kaya gimana sih wujudnya? Gue juga ga ngerti dan ga kebayang. Karena seperti orang bule bilang, "you can't please everyone", jadi udah pasti yang baik menurut si M belum tentu baik menurut si N (menghindari ke-mainstream-an penggunaan A dan B atau X dan Y).

Gue jadi keinget sebuah cerita pas gue lagi ngajar di kelas 6. Tetiba anak-anak pada ngibrit keluar kelas karena ternyata ada anak kelas 4 lagi berantem. Berantemnya bukan jambak-jambakan cakar-cakaran kaya Jupe sama Depe. I'm talking about 'smackdown' here people!

Awalnya gue kira mereka lagi becanda, soalnya keduanya lagi terbaring di tanah kaya lagi main bobok-bobokan. Tapi dua-duanya cowo, jadi tetap terlihat janggal. Saat akhirnya gue deketin, ternyata yang satu matanya udah basah berlinang air mata. Yang pasti bukan karena abis nonton telenovela karena anak-anak sini sukanya nonton 'Boboi Boy' atau 'Tujuh Manusia Harimau'.

Langsung gue samperin dan gue lerai. Tapi pelukan mereka begitu eratnya seolah sudah lama tak bersua. Gue minta tolong ke anak-anak kelas 6 untuk melerai, eh, mereka pada gamau karena takut. Akhirnya dengan suara ala 'Luciano Pavarotti' gue yang ngebass dan berkarisma, gue memerintah mereka untuk meleraikan diri. Gue tahan keduanya dengan tangan gue supaya gabisa saling adu otot lagi.

Abis itu gue seret keduanya ke meja hijau sekolah, yaitu meja kepala sekolah. Mendengar keributan itu, bapak kepala sekolah—mulai sekarang kita sebut BKS—akhirnya keluar ruang guru dan bertanya, "astaga, ada ribut-ribut apa Fernando?" Okay, mungkin dia nanyanya ga gitu, tapi kalian nangkep lah ya maksutnya.

Akhirnya BKS mengajak mereka masuk ruang guru dan mempraktikan apa yang oleh guru-guru teladan disebut dengan 'Positive Discipline'. Sementara gue menggiring kembali anak-anak kelas 6 yang sedari tadi menjadi penonton setia aksi gue memawangi dua anak kelas 4 yang berantem—kalo gue tagihin seceng-seceng mayan tuh padahal.

Sambil jalan kembali ke kelas, terjadilah percakapan singkat antara gue, anak-anak cowok (aco), dan anak-anak cewek (ace) seperti berikut:

 

Gue: "Kalian jangan berantem-berantem kaya mereka yah. Ga ada untungnya kan? Dua-duanya sekarang kesakitan tuh luka-luka"

Aco: "Pak, pak, dulu-dulu gada guru yang berani misahin kalo ada anak yang berantem Pak"

Gue: "Hah? Masa sih?"

Aco: "Iya Pak! Cuma Pak Rangga yang jahat. Marahin dan misahin anak yang berantem kaya tadi"

Gue: "Loh? Masa bapak jahat?"

Ace: "Enggak Pak, bapak ga jahat. Bapak baik"

Gue: "Iya kan? Bapak baik kan?" (dengan nada memaksa dan mengancam)

Ace: "Iyaaa Pak~~"

 

Gue udah misahin anak yang lagi berantem aja, masih ada yang bilang gue jahat—walaupun gue tahu maksut dia mau bilang baik tapi ketuker aja (maksa). Jadi garisbawahnya adalah apapun yang kita lakukan, akan ada pihak yang menganggap itu baik dan akan ada pihak yang menganggap kita buruk—well, mungkin ga buruk, tapi kurang baik kali ya.

Jadi sekarang prinsip gue, lakukan aja apapun yang menurut gue positif dan baik. Walaupun ga semua orang akan menerimanya dengan sama, tapi Tuhan tetap tahu niat kita. Selama kita tulus jalaninnya, mudah-mudahan hasilnya akan baik juga. Amin!


Cerita Lainnya

Lihat Semua