info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Mengajar itu (tidak) Mudah

Ridwan Wijaya 2 November 2010
Ciawi, 2 November 2010 Tidak terasa sudah enam minggu  saja perjalanan saya sebagai pengajar muda dalam pelatihan sebelum keberangkatan tanggal 10 November 2010. Kali ini kami semua pengajar muda mendapatkan kesempatan untuk dapat terjun langsung mengajar di sebuah sekolah dasar di daerah sekitar pelatihan di Ciawi, Bogor. Mengajar itu ternyata gampang-gampang susah.  Mungkin jika hanya sekedar ceramah atau memberikan informasi, kebanyakan dari kita sebagai pengajar muda pasti mampu melakukannya. Namun, sangat berbeda jika kaitannya dengan mendidik seorang anak. Kita harus mengerti betul bagaimana sebuah materi ajar disampaikan dengan bahasa dan cara anak masing-masing dapat belajar. Kita harus dapat membangkitkan gairah dan semangat siswa dalam belajar, membuat mereka senang dengan apa yang mereka pelajari di sekolah setiap hari. Siswa kita fasilitasi untuk menemukan dan atau mengkonstruksi semua informasi yang ada dalam pikirannya untuk kemudian dapat memahami sendiri materi ajar. Hal Inilah kemudian yang membuat saya berkata bahwa mengajar itu susah. Apalagi jikalau mendapatkan anak-anak dengan karakter yang hiperaktif atau hiperpasif. Walaupun demikian saya yakin banyak pembelajaran dan inspirasi yang didapat. Ada satu ungkapan yang mungkin dapat disampaikan dalam melukiskan apa yang telah dialami selama seminggu mengajar yaitu Knowledge is power but character is more. Mungkin untuk beberapa orang pernah mendengar ungkapan ini, tapi bagi saya ungkapan ini lebih dari apa yang sering didengar karena saya berkesempatan untuk mendapatkan pengalaman merasakjannya. Selama 5 minggu sebelum saya melakukan PPM, saya mendapatkan berbagai macam materi pendukung dalam melaksanakan pengajaran nantinya. Semua itu adalah pengetahuan yang sangat bermanfaat dan tanpa itu saya tidak akan dapat mengajar dengan baik dan benar. Begitu pula untuk semua bahan ajar yang akan kita berikan di sekolah nantinya kita bisa dapatkan dari banyak sumber. Intinya kita dapat mengelaborasi berbagai macam pengetahuan yang kita dapat sebagai amunisi kita dalam mengajar. Semuanya berjalan sesuai dengan prosedur standar, dan kita menggunakan pengetahuan yang ada. Tetapi setelah mengajar, satu hari, dua hari, dan seterusnya selama seminggu mulai terasa bahwa dibalik semua pengetahuan yang telah kita dapatkan dan praktekan ada hal penting lainnya yang memberikan soul dalam mengajar. Soul tersebut tercermin dari karakter kita dalam mengajar dan justru hal itulah yang menjadikan mengajar terasa lebih berarti dan saya yakin hal ini juga yang dirasakan oleh para pengajar muda lainnya. Lalu karakter seperti apa yang saya dapatkan selama enam hari mengajar ini ? Pertama adalah ketulusan yang keluar dari setiap tingkah laku kita untuk memberikan apa yang kita punya untuk anak didik kita. Saya yakin akan ada perbedaan ketika seseorang melakukan sesuatu hal dengan tulus atau tidak. Ketulusan itu menggerakan hati. Mengutip perkataan seorang sahabat pengajar muda bahwa jika kita memberikan hati kita untuk anak-anak didik kita maka merekapun akan memberikan hati mereka kepada kita. Mungkin bahasanya terlalu puitis, tetapi yang saya maksud adalah bahwa ketika mengajar dengan hati akan memberikan efek positif terhadap penerimaan anak terhadap kita dan terhadap materi ajar. Anak akan cenderung merasa nyaman belajar dengan kita dan akan termotivasi untuk meningkatkan prestasi belajar. Saya tidak mengada-ngada, karena itulah yang saya dapatkan dari tulisan kesan dan pesan anak-anak didik kami. Misalkan “ Belajar dengan kakak menyenangkan dan lebih cepat masuk pelajarannya”, “ Belajarnya seru ga bosen “, “ kakak mohon ingat kami selalu ya..”, “ kakak jikalau nanti ada waktu kembali lagi ya ke tempat kami...”, dan lain sebagainya. Saya percaya bahwa anak-anak jujur mengungkapkan itu. Terlihat minimal dengan tangisan perpisahan mereka. Intinya bahwa ketulusan itu menggerakan mereka. Semoga saja semua guru di Indonesia juga dapat merasakan hal ini. Karakter kedua yang saya dapatkan adalah kasih sayang. Saya belajar kasih sayang selama ini dari keluarga dan sahabat saya, tapi kali ini saya belajar dari anak-anak didik saya selama enam hari ini. Saya merasakan bahwa ketika mengajar dengan ketulusan akan menumbuhkan rasa sayang dari anak-anak terhadap gurunya. Binar mata mereka, senyuman mereka, dan dekapan mereka ketika perpisahan sudah cukup membuat saya yakin bahwa ada muatan kasih sayang yang ingin mereka ungkapkan. Semoga saja mereka juga dapat menangkap bahwa saya juga menyayangi kalian. Karakter ketiga adalah keteladanan. Ketika kita dapat menarik perhatian mereka, mereka akan cenderung mengidolakan kita dan bahkan mungkin akan lebih mudah meniru tingkah laku kita sehari-hari. Inilah yang kemudian harus dapat kita lakukan dalam mendidik. Memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari kepada mereka, walaupun mungkin kita sering merasa bahwa kita juga belum merasa harus diteladani semua orang minimal kita dapat memberikan contoh yang baik dan menjadi teladan anak didik kita. Mungkin ini yang dapat saya bagi dari sedikit pengalaman saya selama mengajar enam hari. InsyaAlloh ini akan menjadi pelajaran berharga minimal buat saya dan semoga juga bisa menjadi inspirasi bagi yang lain. Terakhir, saya semakin yakin bahwa guru adalah pahlawan. Kita tidak akan bisa samapai titik sekarang ini, jika bukan atas jasa mereka. Avanti Guruku !!! Terpujilah Engkau !!! Terima kasih atas semuanya... Ridwan Wijaya Pengajar Muda Gerakan Indonesia Mengajar

Cerita Lainnya

Lihat Semua