info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

RAMBANG(NOMICS) – Koperasi

Ridwan Gunawan 14 Februari 2014

Agak membingungkan ketika membaca materi IPS kelas 4 mengenai koperasi. Bingung karena materi ini cukup rumit, walaupun murid-murid sudah belajar tentang konsep uang, pasar, produksi, distribusi dan konsumsi melalui metode drama. Tetap saja ketika membaca materi koperasi, aduh kog ada azas, ada undang-undang, modal, penjualan, penghasilan, keuntungan. Walaupun dulu aku juga belajar koperasi sedari SD dan sudah tahu apa itu dan bagaimana cara kerja koperasi, ya karena di SD ku yang di kota dan sudah maju memiliki koperasi sekolah. Apalagi buku-buku bacaanku tentang Muhammad Hatta, membuatku kenal koperasi sedari kecil.

 

Murid-murid di sini tidak bisa disamakan denganku, mereka mulai lancar membaca saja di kelas tiga, dan lancar menulis di kelas empat atau lima. Nah lho. Ini mau diajarin tentang aspek, azas ataupun undang-undang koperasi. Konsep modal – balik modal dan keuntungan saja belum tentu mereka mengerti.

 

Akhirnya aku wujudkan pembelajaran tentang koperasi ini dengan praktek langsung. Yup, ini akan menjadi pelajaran yang akan mereka kenang selalu seumur hidupnya. Karena mereka akan kuajak membuat koperasi, walaupun hanya koperasi kecil-kecilan. Tanpa susunan penngurus maupun AD/ART nya. Tak apalah yang penting semoga mereka bisa belajar sesuatu dari kegiatan ini.

 

Pertama-tama, murid-murid kukumpulkan dan kuumumkan kalau kita akan melakukan usaha bersama. Tabungan mereka aku suruh keluarkan, masing-masing murid mengumpulkan rp2.000. Jumlah seluruh murid kelas empat dan lima adalah 18 murid. Dikali rp2.000 menjadi rp36.000. Ditambah modal dari aku sebagai wali kelas sebesar 4.000 agar genap 40.000. Maaf gurunya agak pelit, mestinya digenapkan jadi rp50.000 sekalian.

 

Sudah terkumpul rp40.000, kemudian kita berdiskusi akan dipakai untuk usaha apa uang iuran bersama ini (modal). Ada yang punya ide jualan minuman, ada juga yang punya ide jualan jajanan. Tapi kalau beli minuman kemasan, beli seharga rp10.00 dari toko di dusun, mau dijual berapa di talang? 1.500? Mana ada yang mau beli. Kemudian kami berpikir kembali. Kemudian ide itu muncul, ada orang tua murid yang bisa memasak pempek dengan rasa yang lezat. Kita putarkan saja modal bersama kita ini ke ibu murid itu. Dengan uang rp40.000 kita minta bantuan dibuatkan pempek sebanyak yang dia bisa. Sisa uang belanja dan sisa bahan akan menjadi hak ibu murid sebagai ganti jasa pembuatan pempek.

 

Besoknya ibu murid itu mulai belanja, siangnya kembali ke talang dan mulai membuat pempek. Dibantu oleh tiga muridku. Dan hasilnya jadi 70 butir pempek. Pempek itu kami jual dengan dua variasi harga. Yang pertama harga standar, rp1.000/ 1 pempek. Dan kedua, rp2.000/ 3 pempek. Dari sini murid-murid ku mulai belajar tentang konsep pricing.

 

Kami mulai berjualan dari jam 2 sampai jam 4. Keliling tiap kelas, guru-guru kami tawari, sampai rumah-rumah masyarakat. Termasuk kami sebagai anggota koperasi juga membeli (sebagian murid dan aku sendiri). Habis semua dagangan kami, laris manis. Hasil yang kami peroleh totalnya rp58.000. 34 pempek terjual dengan harga rp1.000 dan 36 terjual dengan paket harga rp2.000/3pempek. Bagian ini tentu saja murid-murid tidak pernah mencatat setiap penjualan, tapi kami mencari berapa perolehan penjualan dengan memakai rumus aljabar. Dengan rumus sebagai berikut: 1.000 (70-x) + 2.000 (x/3) = 58.000. Di mana nanti x ketemu 36, dan ketahuan jumlah pempek yang dijual dengan harga rp1.000 adalah 34 dari 70 dikurangi 34. Benar-benar tematik kan pengajaranku. Yang jelas muridku pening ingin muntah melihat materiku yang agak berlebihan ini. Sepertinya juga ada yang melambai-lambaikan tangannya ke kamera.

 

Sudahlah yang jelas kini uang hasil penjualan adalah rp58.000. Kemudian kami mulai menghitung berapa keuntungan kita. Pertama, modal kita kembalikan, 40.000 kembali ke tabungan murid-murid. Apakah rp18.000 adalah keuntungan bersih? Tentu saja belum, itu baru gross profitnya. Sekalian saja muridku kuajarkan direct cost dan indirect cost. Kalau hanya dikurangi direct cost: material dan labor cost, tentu saja untungnya rp18.000. Tapi kita tidak boleh melupakan indirect cost, yaitu murid-muridku yg ikut membantu memasak. Ada tiga murid, baik kita upah mereka masing-masing rp1.000. Jadi dikali tiga jumlahnya rp3.000. Masih sisa rp15.000. Dikurangi lagi dengan tim jualan, yang teriak-teriak, dan keliling kampung untuk menjual pempek ini. Bisa dibilang mereka adalah tim sales dan marketing. Mereka juga termasuk dalam indirect cost, sebagai overhead cost. Di mana kita anggarkan untuk 6 orang tim sales dan marketing masing-masing rp1.000, jadi jumlahnya rp6.000. Sisa uang rp9.000. Baru ini dibagi untuk semua pemilik modal, shareholder. Dimana porsi kepemilikan koperasi ini rata semua modalnya yaitu 2.000. Sehingga rp9.000 dibagi rata untuk 18 murid, maka masing-masing murid dapat SHU (Sisa Hasil Usaha) sebanyak rp500. Lumayan.

 

Kegiatan koperasi ini kami jalankan bersama-sama, sambil menjalankannya, aku tetap berusaha menjelaskan kepada mereka apa itu modal, bagaimana azasnya, apa itu penghasilan dan konsep balik modal, dan tentu saja keuntungan dan kami sebut di sini SHU. Namun secara tidak langsung aku juga memasukkan ilmu akuntansiku kepada mereka, semoga ajaran tidak langsung ini akan membekas diingatan mereka. Siapa tahu satu diantara mereka nantinya akan menjadi akuntan atau ekonom hebat kebanggaan Indonesia. Seperti bapak koperasi kita, Muhammad Hatta.

 

Satu muridku yang bernama Letriani tetiba nyeletuk, “Wah seru juga pak belajar usaha seperti ini. Kalau setiap hari kita lakukan seperti ini, aku ga perlu nabung lagi, tabungan bertambah dari hasil keuntungan usaha, bisa untuk biaya sekolahku sampai setinggi-tingginya.”

 

Aku yang mendengarnya hanya bisa bernafas dalam, sambil mengingat betapa susahnya keluarga Letriani dengan kekuatan ekonomi yang lemah namun memiliki anak yang daya juang sekolahnya setinggi luar angkasa. Teruslah berjuang Letriani, Man jada wajadda!


Cerita Lainnya

Lihat Semua