RAMBANG(NOMICS) - Investasi

Ridwan Gunawan 14 Februari 2014

Bapak ekonomi kita, Adam Smith pernah pada salah satu hipotesisnya direvisi oleh mahasiswa pasca sarjana di Princeton pada tahun 1949, John Nash, “Keberhasilan suatu kelompok ditentukan oleh tiap individu dalam kelompok melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan kelompoknya.”

 

Kelas yang aku ajar, yakni kelas 4 dan 5, merupakan tim kecil yang berisikan 18 calon pemimpin bangsa di masa depan. Aku berusaha tidak melewatkan satupun muridku yang tertinggal (tentu saja 18 murid sangat mudah terlihat di kelas dibandingkan 50 murid per kelas pada jamanku SD) dari pelajaran, baik ilmu kognitif, sikap maupun ilmu tentang kehidupan.

 

Aku hanya berusaha mengajarkan apa yang aku tahu dan aku kuasai kepada muridku, sehingga ilmu yang kuberikan dapat lebih diterima. Karena gurunya sendiri paham, maka mengajarkannya pun dapat lebih mudah (bayangkan saja seorang ahli biologi diminta mengajarkan ilmu politik). Salah satu ilmu yang kuajarkan kepada muridku selain koperasi (kecil-kecilan) adalah investasi.

 

Bukan investasi besar. Aku mengumpulkan muridku, kemudian aku jelaskan konsep investasi (yang semoga syariah) kepada muridku, tentu saja dengan bahasa yang semudah mungkin. Aku jelaskan kepada muridku, kita akan membantu meminjamkan modal kepada seseorang di talang agar dia bisa berjualan. Dan tentu saja jenis usaha yang akan dilakukan oleh ibu tersebut, muridku sebagai calon penanam modal harus tahu, mengerti dan sukur-sukur juga paham. Ini merupakan pelajaran utama yang diberikan Benjamin Graham kepada muridnya yang tersohor di dunia investasi saat ini, Warren Buffet.

 

Akhirnya dari beberapa pilihan orang dan jenis usaha yang akan kami bantu modal usahanya, pilihan kami jatuh kepada salah satu ibu dari murid di kelasku. Ibunya Resti, murid kelas 5. Ada 3 analisis yang menjadikan ibu Resti ini calon penerima modal kami:

 

1. Analisis Fundamental

Bisnis baru yang akan kami bantu pada ibu Resti adalah jualan bensin eceran. Secara produk, ini merupakan barang fast moving product. Barang yang turn over nya cepat. Karena 2 alasan. Pertama, semua rumah di sini masih memakai jenset untuk menyalakan listrik di malam hari, yang bahan bakar utamanya adalah bensin. Kedua, jarak pom bensin dari talangku ini jauhnya minta ampun. Seperti dari Tangerang ke Jakarta. Jadi dapat diambil deduksi, barang ini akan sangat laku, dan perputarannya cepat. Ditambah keuntungan yang diperoleh cukup besar. Mengambil bensin dari bandar bensin terdekat di desa, sebesar rp8.000 dan akan dijual di talang sebesar rp10.000(penentuan harga pasar ini berdasarkan jarak tempuh dan kesulitan perjalanan dari talang ke desa terdekat membutuhkan biaya transportasi dan effort yang tidak mudah). Keuntungan yang diperoleh sebesar 25%. Persentase keuntungan kotor produk ini jauh lebih besar dari keuntungan yang diperoleh pom bensin langsung.

 

2. Analisis Teknikal

Ibu Resti ini merupakan ibu rumah tangga yang sudah berpengalaman membuka toko kelontong di enam bulan terakhir. Dan modal yang diperoleh adalah dari sebuah lembaga keuangan daerah, di mana pembayaran angsurannya selalu tepat waktu. Artinya apa? Track reccord perjalanan bisnis ibu Resti ini cukup baik.

 

3. Analisis Manajemen (by Sam Fisher)

Selain dua analisis utama yang biasa dipakai oleh para investor di masa kini. Ada satu analisis lagi, yaitu pelajari ‘The man behind the gun’ nya. Orang yang menjalankan bisnis ini. Orang tua Resti adalah orang yang sangat baik. Khususnya kepadaku, karena setiap aku datang pasti diberi makan... Ah sungguh baik mereka ini. Tentu saja bukan hanya ini analisis manajemennya. Selain kedisiplinan ibu Resti dalam membayar angsuran pinjaman, ibu Resti ini seorang pekerja keras yang juga sabar. Pernah dalam keadaan sakit, dia tetap berangkat ke desa terdekat untuk mengambil stok barang dagangan. Juga di suatu hari ketika dagangannya kurang laku, beliau mengakalinya dengan menjual pempek dan tekwan, di mana rasanya sangat enak dan tentu saja ini membuat tokonya ramai kembali. Oh... Aku memang pandai memuji toko ibu Resti ini, mungkin suatu saat bisa kubuatkan artikel advetorialnya dan kutagihkan biayanya.

 

Tentu saja kalian para pembaca budiman dengan intelektual tinggi serta IQ rata-rata di atas 120, akan melihat penjelasanku ini sepele. Tapi bayangkan murid-murid yang aku jelaskan analisis ini. Mereka sudah terkapar di lantai dengan mulut berbusa seperti ikan gurame yang kolamnya kekeringan air.

 

Setelah menganalisis bisnis yang akan kami bantu modal, akhirnya kami sepakat ibu Resti lah yang akan kami pinjamkan modal kami. Setiap murid ikut menyisihkan tabungannya untuk diinvestasikan ke bisnis ibu Resti. Tabungan yang disisihkan mulai dari rp5.000 sampai rp60.000. Hingga modal terkumpul rp500.000 (angka ini sengaja aku tetapkan supaya mudah menghitung pengembalian angsuran dan bagi hasilnya).

 

Dalam pelaksanaan investasi ini, aku menunjuk satu murid, yaitu Letriani sebagai akuntan, pencatat pemasukan dan pengeluaran investasi ini beserta catatan kepemilikan modal. Aku sebagai gurunya berperan sebagai pembimbing dari akuntan cilik ini. Sedangkan sisa 17 murid lainnya menjadi pengawas.

 

Sore itu juga, aku bersama Resti dan Letriani si akuntan cilikku mendatangi rumah ibu Resti. Si calon penerima pinjaman modal kami. Pembicaraan tidak memakan waktu lama, karena aku sudah lumayan sering berkunjung ke rumah Resti untuk makan, eh maksudnya melihat perkembangan belajar Resti. Ibu Resti menerima modal kami dan siap membuka lini bisnis baru di bidang perminyakan dan siap membayar angsuran sebanyak 10 kali. Bagi hasil yang akan kami terima adalah setengah dari keuntungan penjualan 60 liter bensin yang pertama. Keuntungan penjualan bensin berikutnya setelah itu menjadi milik ibu Resti sepenuhnya. Pada angsuran berikutnya ibu Resti cukup mengembalikan modal saja sebesar rp500.000 secara angsuran.

 

Dalam kegiatan investasi ini, aku tekankan kepada muridku, bukan keuntungan sebesar-besarnya yang kita cari. Tapi pembelajarannya, semoga di antara 18 muridku ini kelak akan dapat mempergunakan ilmu yang kuajarkan ini untuk kesejahteraan dirinya, keluarganya, masyarakatnya dan sukur-sukur untuk negaranya. Sama seperti ajaran investasi Benjamin Graham, sang guru kepada muridnya, Warren Buffet.


Cerita Lainnya

Lihat Semua