Cogito Ergo Sum - Kearifan Seekor Belalang

Ridwan Gunawan 13 Maret 2014

Catatan – catatan kecil tidak penting di Muara Enim

 

 

Pukul 07.30 WIB aku duduk jongkok di depan kolam air yang tidak terlalu luas. Kolam yang berbentuk segi empat, dengan panjang sisi sekitar 5-6 meter. Kolam ini bagian dari hulu sungai tempat biasa aku melakukan kegiatan MCK (Mandi Cuci Kencing, kalau urusan buang air besar aku punya tempat favorit tersendiri bukan di kolam ini).

 

Duduk jongkok sambil memandang air kolam yang berwarna jernih kehijauan. Tampak ikan-ikan kecil berenang di dasar kolam. Suasana hutan karet mengelilingi kolam ini dengan syahdu ditemani suara jangkrik, katak dan kicauan burung entah apalah namanya mengalun bak orkestra.

 

Seorang bapak berdiri di ujung kolam, di tepian yang lebih mirip tebing pendek tidak lebih dari 2 meter. Biasa dipakai oleh anak-anak kecil di sini untuk melakukan akrobat lompat salto meluncur ke air. Bapak itu tidak sendiri, dia bersama anak perempuannya. Anak itu berumur kisaran 4 tahun. Berambut pendek sebahu, lurus dan berwarna hitam kemerahan terbakar matahari karena sering bermain di luar ketika siang hari. Anak perempuan itu menangis. Menangis tersendu-sendu. Menunjuk ke tengah kolam yang rupanya di sana ada seekor belalang yang sedang mengambang entah masih hidup atau sudah mati. Si bapak berusaha meredakan tangis anak perempuannya itu sambil menunjuk belalang di tengah kolam. Dari tempatku duduk aku tidak bisa mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. Selain cukup jauh jaraknya, mereka juga memakai bahasa asli Rambang yang masih belum bisa kucerna dengan baik.

 

Hop.

 

Sepersekian detik, bapak itu sedang dalam posisi melayang, kepala di bawah kaki di atas. Dia sedang lompat salto terjun ke air. Detik berikutnya dia sudah masuk air, menyelam sesaat di bawah permukaan air mendekat tepat di bawah belalang yang sedang mengapung di permukaan kolam. Dapat. Belalang itu diangkatnya ke atas oleh bapak itu, diperlihatkan kepada anak perempuannya yang masih sedih di tepi kolam. Tapi sayang, belalangnya sudah mati. Si anak perempuan makin menangis.

 

Cukup lama aku hanya diam menonton kegiatan bapak dan anak itu. Hawa dingin pagi hari membuatku sangat malas ikut menegur bapak yang sedang berusaha membahagiakan anak perempuannya. Sehelai handuk melilit leherku, dengan ini hawa dingin dapat sedikit teratasi. Aku terbiasa pagi hari datang ke kolam ini untuk melakukan aktivitas rutin yaitu mandi, cuci dan kencing. Nikmat sekali mandi di alam terbuka di tengah hutan karet dan berisik suara jangkrik, katak dan burung. Kenikmatan yang tidak akan bisa didapatkan di kota.

 

Kembali melihat bapak itu yang sudah kembali naik ke tepian kolam sambil memperlihatkan belalang milik anak perempuannya yang sudah mati. Bapak yang sudah basah kedinginan, sedangkan anaknya masih menangis. Dari balik semak-semak datang sekumpulan anak-anak lelaki berumur kisaran 10-13 tahun. Bagaimanapun ini adalah kolam di alam bebas, tempat mandi umum, siapapun bebas mandi di sini. Tadi sepi, beberapa menit lagi bisa ramai oleh orang hendak mandi.

 

Begitu melihat anak perempuan yang menangis itu, anak-anak lelaki yang baru datang hendak mandi tersebut segera berlari menyebar ke sekitar kolam dan pepohonan di pinggir kolam. Rupanya mereka sedang mencari belalang untuk membantu bapak menyenangkan hati anak perempuannya itu. Tidak lama untuk anak-anak di sini mendapatkan seekor belalang. Jangankan belalang, kumbang, lebah bahkan laba-laba hitam yang tampak beracunpun bisa mereka dapatkan dan dipegang dengan tangan kosong.

 

Melihat anak-anak lelaki yang mengantarkan belalang kecil itu ke anak perempuan dan menghentikan tangisnya, si bapak tersenyum puas. Kini anaknya tidak menangis lagi, dan siap diajak mandi pagi bersama. Si anak perempuan sudah mulai senyum-senyum, lucu sekali wajahnya, dari mimik muka menangis berubah seketika menjadi gembira. Anak-anak lelaki yang membantu mencarikan belalang tadi ikut tertawa dan berjingkat senang karena telah berhasil menyelesaikan tugas seperti seorang prajurit.

 

Ah manis sekali kejadian di pagi ini. Ternyata seekor belalang di sini bisa meredakan tangis seorang anak. Seekor belalang di sini menjadi mainan yang begitu menggembirakan. Seekor belalang di sini merupakan barang subtitusi bagi boneka barbie kalau di kota. Seekor belalang dapat memunculkan kegiatan tolong-menolong antar sesama. Seekor belalang yang kecil, kumuh dan tak menarik bagiku, di sini dapat menciptakan kebahagiaan dengan caranya sendiri.


Cerita Lainnya

Lihat Semua