Selamat Hari Anak, Mutiara Tanah Rata

Ridhaninggar Rindu Aninda 24 Juli 2012

Sore itu sepulang sekolah, tubuh-tubuh mungil itu tampak berlarian. Aku sendiri segera kembali ke rumah hostfam-ku untuk menyiapkan segala yang dibutuhkan – balon, tali, piring, sendok, pisau – belum selesai semuanya kusiapkan, anak-anak itu sudah tiba di depan rumahku, membantu mengoper barang-barang tersebut dari lenganku ke lengan mereka, kemudian mengestafetkannya ke dalam langgar.

Beberapa di antara mereka saling menyambangi rumah temannya yang lainnya, menunggu teman-temannya tersebut selesai bersih-bersih dan berganti pakaian, kemudian secara bergerombol tiba di langgar dalam keadaan sudah harum, berdandan, dan berbaju rapi – wow, beberapa di antaranya bahkan memakai gaun kembar bak putri. Aku terkesiap, tapi tak lama-lama, karena anak-anak di hadapanku tersebut segera saja menarik tanganku, mengajakku memulai segalanya.

Ah, ya, tentu saja bukan aku yang akan memulai segalanya hari ini – merekalah yang sebenarnya akan memulainya sendiri. Aku menggandeng tangan kecil mereka dan mengajak mereka masuk ke dalam langgar. Tak lama kemudian, benar saja, tangan-tangan mungil itu segera terangsang melihat apa yang ada di dalam langgar – kertas, crayon, bahan-bahan makanan dan minuman – dalam sekejap langgar menjadi sangat “sibuk” dengan aktivitas mereka, semua hanyut dalam imajinasi masing-masing, sibuk menuangkan kreativitas mereka.

Ada roti dengan saus tomat bertabur meses – oh, aku tak mau membayangkan bagaimana rasanya, beruntung aku sedang puasa sehingga semakin punya alasan untuk enggan membayangkannya – hehehe. Sementara yang lainnya menggambar dan mewarnai, nampan besar di tengah-tengah ruangan segera saja terisi penuh dengan tumpukan roti kreasi mereka, dikelilingi jelly hijau dan putih yang saling berseling. Waktu berbuka sebentar lagi tiba, dan mereka sudah hampir menyajikannya. Kulirik ke sudut lain ruangan langgar, gambar-gambar sudah berhias warna-warni – waktunya aku menunjukkan isi balon yang kusiapkan untuk mereka.

Ada tiga balon kugantungkan di pintu masuk langgar, seperti rumbai-rumbai pintu masuk pesta anak-anak pada umumnya. Aku memang sengaja membuat ini untuk memberikan sedikit “pesta” bagi mereka. Di dalamnya kuisi selembar kertas yang kugulung jadi kecil.

Dan akhirnya, di puncak hari ini, tepat sesaat sebelum adzan maghrib berkumandang dan kami bisa menikmati hidangan kreasi mereka, aku meminta mereka memecahkan balon-balon itu.

Heboh tak terhindari. Awalnya mereka rebutan mau memeletuskan balon-balon itu, namun begitu sudah mulai kuhitung mundur, mereka malah meminta teman yang lain saja yang melakukannya – ngeri sepertinya. Ahahaha. Tapi memecahkan balon ini adalah salah satu pelajaran berarti bagi mereka – bagian dari keberanian melawan ketakutan, menghadapi tantangan melawan ketakutan sendiri. Akhirnya, setelah kuyakinkan, tangan mungil itu berani juga memeletuskan balon di hadapannya – meski tetap agak berjengit.

Dhuar. Satu per satu balon meletus. Balon pertama, kertasnya terbang di bawah letusan balonnya. Balon berikutnya, kertasnya agak terbang dan mendarat di dekat letusan balon. Dan balon lainnya, kertasnya tertangkap anak yang berada di dekatnya. Segera ketiga kertas tersebut tertangkap tangan-tangan mungil itu, dan dibukanya.

Kertas pertama, kertas kedua, kertas ketiga:

SELAMAT HARI ANAK.

Sekejap kemudian kameraku menangkap ekspresi penuh canda tawa mereka lagi, kembali dengan kreasi mereka, menikmati hidangan yang mereka buat sendiri ketika adzan akhirnya berkumandang, rebutan roti isi sosis, dan saling tertawa ketika salah satu di antara mereka akhirnya menggigit roti “selai saus tomat” bertabur meses itu.

Sederhana saja “pesta” yang bisa kupersembahkan untuk mereka hari itu, sekadar memfasilitasi mereka bereksperimen dan berkreasi dengan cipta, rasa, dan karsa. Namun senyum dan semangat mereka membuat kesederhanaan itu menjadi begitu indah.

23 Juli 2012, hari itu adalah milik mereka juga, anak Indonesia di Dusun Tanah Rata, Pulau Bawean, yang in sya Allah juga merupakan salah satu generasi hebat yang dimiliki bangsa ini – no doubt. :)


Cerita Lainnya

Lihat Semua