Karena Berbagi Kita Ada

RiamaLumban Gaol 2 November 2015

          Sembilan bulan sudah saya ada di desa Maruat, tepatnya di sekolah ini. Banyak hal sederhana yang saya lihat. Hal sederhana yang sering kali terlupakan. Menjadi wali kelas di kelas IV memberikan saya kesempatan untuk mengenal lebih jauh setiap adak didik saya. Proses belajar mengajar dengan pertemuan yang rutin membuat saya mengenal bagaimana cara mereka berteman, memperlakukan guru, sikap saat belajar, dan mulai menganalisis kebidupan mereka di rumah bersama mamak, bapak, kakak maupun adik mereka. Tapi untuk kisah yang satu ini, tidak mudah bagi saya mengenali hal sederhana yang diajarkan anak didikku.

          Kali ini yang akan saya ceritakan tentang Reni dan Wulan. Mereka adalah  kakak dan adik. Reni, sang kakak adalah anak didik saya di kelas IV sedangkan Wulan, si adik adalah anak didik saya di kelas I. Mereka berdua adalah kakak dan adik yang paling romantis di sekolah ini. Pergi dan pulang dari sekolah selalu bersama, setiapjam istirahat Reni selalu mendatangi Wulan. Hal yang serupa juga dilakukan oleh Wulan.

          Awalnya saya merasa bahwa seorang adik menunggu kakaknya sampai 2 jam adalah hal melelahkan. Karena menunggu adalah pekerjaan yang paling menyita waktu dan membosankan buat saya. Tapi berbeda dengan Wulan. Wulan adalah contoh seseorang yang paling sabar. Saya salut dengan kesabaraannya menunggu kakaknya pulang. Dibalik kesabaran itu ada sebuah sikap yang sangat saya dan guru-guru apresiasi. Berbagi! Hal sederhana yang diajarkan anak didikku adalah BERBAGI.

Setiapada sango (uang jajan) yang tersisa sepulang sekolah, Wulan akan datang membawa sanggar (gorengan) maupun minuman es ke depan pintu kelas IV. Setiap makanan yang Wulan miliki selalu Wulan sisihkan.  Berhari-hari bahkan berminggu-minggu Wulan melakukan itu, sampai akhirnya saya menanyakan kebiasaan dia menunggu di depan pintu kelas IV.

“Nak, kenapa makanannya tak dikasih habis?”

“Nanti Bu, ini buat Kak Wulan”,

“Ohhh, tunggu sampai pulangan gak apa-apa ya nak?”

“Ndak apa-apa je bu”

                  

Saya memberanikan diri bertanya pada Wulan

“Nak, siapakah yang suruh kalau ada kue atau minuman kasih ke kak Reni juga?”

“Ndak ada bu, Mamak sama Bapak di rumah kalau ada makanan selalu berbagi ke Kita, Kak Reni dan Adek”.

“Hebat ya, Mamak dan Bapak Wulan.”

          Mendengar alasan Wulan selalu membagi hal apapun kepada kakaknya,  menjadi ajang bagi saya memberitahu hal-hal baik tapi sederhana kepada anak-anak didik saya lainnya. Kebiasaan berbagi jarang saya lihat dalam kebidupan sehari anak-anak saya di sini. Masih sering melihat seorang anak, enggan bahkan tidak mau meminjamkan barangnya, memabagi minuman atau makanan kepada temannya.  Mereka belum tau betul artinya berbagi dan apa manfaat baik yang mereka sendiri maupun temannya yang mereka saling berbagi.

      Wulan dan Reni adalah sosok seorang “guru kecil” bagi saya yang mengajarkan hal-hal yang sangat penting dalam kehidupan. Dihari bertepatan dengan saya menjadi pembina upacara, saya membagi cerita ini kepada anak didik lainnya. Reni dan Wulan,  salah  contoh teladan yang dapat diterapkaan dalam kehidupan mereka baik itu di rumah, sekolah maupun tempat bermain mereka. Mereka berdua bisa melakukan hal yang sangat sederhana dan memiliki dampak positif.  Nilai-nilai kehidupan, seperti berbagi salah satunya tidak langsung dimiliki seorang anak ketika dia lahir. Peranan dari orang tualah yang mendidik dan menanamkan nilai-nilai kehidupan yang sederhana menjadikan Wulan dan Reni menjadi pribadi yang mau berbagi. Orang tua menjadi faktor yang paling dominan dalam menanamkan nilai-nilai kehidupan bagi anak.


Cerita Lainnya

Lihat Semua