Daun Yang Hanyut...
Rhamdani Kurniawan 15 Januari 2011
Indomut, 6 Desember 2010...
Hari senin, ada yang berkata bahwa senin adalah hari yang paling dibenci, paling dihindari, dan paling tidak diharapkan kehadirannya. Karena pada hari senin, setiap orang kembali melakukan rutinitasnya yang melelahkan, ia adalah pintu gerbang untuk menemui berbagai masalah dan konflik selama satu minggu kedepan. Namun bagiku, hari senin kali ini adalah hari penutup, hari akhir, sekaligus sebuah gembok yang akan mengunci rapat-rapat seluruh kenangan yang terjadi selama 354 hari lalu.
Pagi ini kuhirup dalam-dalam udara pinggir pantai yang segar, udara terakhir yang aku nikmati tahun ini, karena esok pagi, aku, dan segenap umat Islam dipenjuru dunia akan memasuki tahun baru Hijriyah, tahun baru yang dalam perjalanan sejarahnya tercatat membawa perubahan besar dalam penciptaan kedamaian dimuka bumi.
Tepat pukul 12.00 WIT, lonceng berdentang 3 kali, dan para siswa menyemburat ke lapangan untuk apel siang. Aku alihkan pandanganku pada baris paling kanan, dimana siswa kelas 6 berada. Aku menarik nafas panjang, mengingat kembali apa yang telah aku alami hari ini di kelas enam. Semua berawal ketika siswa kelas enam aku minta satu persatu untuk maju kedepan mengerjakan latihan soal perkalian.
Aku tatap lekat setiap siswa yang maju untuk mengerjakan soal latihan, saat itu, hati ini bagai tertancap pisau, perih.
Untuk pertama kalinya aku merasakan sakit dan kecewa seperti ini. Murid-muridku melakukan aktivitas mencontek, didepan mataku, dengan gerak sembunyi-sembunyi. Sulit untuk aku katakan bagaimana rasanya.
Seketika aku teringat masa SD, 13 tahun yang lalu, masa ketika aku dan teman-temanku membuat sebuah contekan pada secarik kertas, atau menuliskan jawaban di tangan serta kaki kami.
Apakah rasa ini yang melanda guruku ketika melihat kami, siswa yang ia ajar dengan penuh ketulusan dan kesabaran, mencontek didepan matanya sendiri?
Aku mematung, tak dapat berkata apa-apa, apalagi marah pada mereka, dalam hati aku berkata ‘maaf...’ pada guru-guru yang dahulu telah aku kecewakan, dan hanya jari-jemari mereka yang ku tatap, kosong.
Pukul 15.30 WIT, aku kembali memberikan pelajaran tambahan kepada siswa kelas 6 untuk menghadapi Ujian Semester yang tinggal satu minggu. Aku bertekad untuk tak ingin sakit hati lagi, sore ini, di penghujung tahun 1431 H, aku ingin siswaku dapat mengubur dalam-dalam kebiasaan mencontek.
Mereka menatap daun ketapang yang sudah kering, tangan kanan mereka memegang spidol dan siap untuk menuliskan sesuatu pada daun itu. Aku telah memberikan arahan untuk menuliskan kebiasaan buruk mereka pada lembaran daun kering yang mereka pegang.
Meskipun pada awalnya mereka sedikit ragu, namun akhirnya aku dapat membaca sebuah kalimat yang mereka tulis pada daun itu, kemudian bertambah lagi menjadi dua kalimat, bahkan ada yang membuat hingga menjadi sebuah paragraf.
Samar-samar aku bisa membaca tulisan mereka “Aku tak ingin mencontek lagi”, pada daun yang lain aku pun dapat membaca kalimat “Saya suka memukul perempuan, dan saya tidak mau memukul lagi” seketika rasa haru menyeruak dalam hatiku, akhirnya mereka sadar bahwa semua hal itu adalah kebiasaan buruk, tanpa harus diberi tahu, mereka sendiri yang menulisnya.
Air laut sedang pasang, dan ombak bergerak cukup kencang. Belasan anak kecil sudah berdiri di tepi pantai, mengambil posisi untuk melemparkan sesuatu dari tangannya, sebuah kebiasaan buruk yang ingin mereka buang, lepas, memasuki kehidupan yang baru esok hari.
Seketika dedaunan itu hanyut terseret ombak, hilang dari pandangan mereka perlahan.
Kini, di dalam kelas telah terpampang harapan dan cita-cita mereka di tahun yang baru esok hari. Harapan yang telah mereka buat sebelum membuang kebiasaan buruk, ada yang memiliki harapan untuk datang ke sekolah setiap hari, ada yang memiliki harapan untuk dapat menduduki peringkat satu, bahkan ada yang memiliki harapan untuk membahagiakan orang tua di tahun yang baru ini.
Ya... tahun baru adalah tahun dimana harapan dimunculkan, setiap tahun kita selalu berharap, berharap akan datangnya sebuah harapan, dan memang harapan itu masih ada dan akan selalu ada di setiap detak nafas kita.
Tahun baru hijriyah, adalah saatnya untuk hijrah, menuju kehidupan yang lebih baik lagi....
::SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1432 H::
Halmahera Selatan, 8 Desember 2010
Pkl 00.53 WIT, Ditengah Badai tengah malam
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda