Ayo Sikat Gigi...!
Rhamdani Kurniawan 6 Maret 2011
Aku tatap lekat benda berwarna merah yang ada dihadapanku, guratan-guratan yang berbentuk kotak cukup memberi kesan bahwa benda ini merupakan salah satu bagian dari tubuh manusia, mudah-mudahan gigi buatan ini bisa membantuku besok, batinku.
Jumat pagi, seperti biasanya Ibu Yani telah membariskan para siswa untuk senam “Ayo Bersatu”, sama seperti senam SKJ yang pernah aku alami dulu. Setelah dua kali para siswa melenturkan tubuhnya mengikuti irama musik senam, kini giliranku untuk memberikan sebuah pengarahan kepada mereka. Sekilas aku melihat di saku celana mereka telah menyembul sebuah benda bernama, sikat gigi.
Lima buah ember sudah berada di depan lapangan, para siswa sudah memegang sikat gigi di tangan mereka masing-masing dan tangan kiriku sudah memegang gigi tiruan. Bagaimana kisah ini bisa terjadi?
Semua berawal ketika aku sedang berbincang dengan para siswa kelas 1 dan 2 di jam istirahat.
“Wah, gigi kalian kok banyak jendelanya, coba Anti buka mulutnya” aku minta salah seorang muridku untuk memperlihatkan giginya, seketika tampak barisan gigi yang tak beraturan dengan berbagai warna. Ternyata hampir semua siswa ku ini memiliki masalah dengan giginya.
“Coba, yang tadi pagi sudah sikat gigi angkat tangan!” aku meminta mereka angkat tangan, dan hanya sepertiga saja yang mengangkat tangan,.
“Sekarang, yang tadi pagi belum sikat gigi angkat tangan!” hampir semua murid yang ada dihadapanku mengangkat tangannya.
Bukan sekali ini saja aku bertanya pada mereka pertanyaan yang sama, dan jawaban yang aku dapat selalu sama seperti yang terjadi sekarang. Aku terdiam sejenak, kemudian dengan spontan berkata kepada mereka,
“Hari Jumat besok kalian gosok gigi bareng Bapak, mau?”
“Saya Pak guru!” serentak mereka manyambut ajakanku
Berbekal pengetahuan cara menyikat gigi yang baik dan benar ketika KKN bersama mahasiswa Kedokteran Gigi semasa kuliah dulu, aku menyiapkan seluruh peralatan pembantu. Pasta gigi, sikat gigi, dan gigi buatan untuk alat peraga. Khusus gigi buatan ini aku membuatnya dari plastisin berwarna merah, aku sangat hafal bagaimana detail gigi buatan karena lebih dari dua bulan aku menjadi pasien mahasiswa kedokteran gigi yang sedang praktek dan selalu membawa gigi buatan, walaupun gigi yang aku buat lebih mirip gigi kuda karena sangat besar dan tidak dapat dibedakan antara gigi seri, taring dan geraham, tapi lumayan .
Selain melakukan sikat gigi bersama mulai dari kelas 1 hingga kelas 6, agenda hari ini juga akan melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan siswa dari kelas 1 hingga kelas 3. Dilengkapi dengan alat timbang dan pengukur tinggi badan, serta leaflet Kartu Menuju Sehat dan hasil diskusi dengan seorang dokter, aku akan melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan kepada mereka.
Agenda pengukuran tinggi dan berat badan rencananya akan dilakukan rutin setiap bulan untuk mendeteksi kecukupan gizi siswa, karena ada beberapa siswa yang tinggi dan beratnya tidak seimbang. Hasil pengukuran ini nanti akan dijadikan masukan bagi orang tua siswa agar lebih memperhatikan asupan gizi terhadap anak-anak mereka.
Sebelum acara sikat gigi bersama dimulai, para guru mengecek kesiapan seluruh siswa.
“Jumain bawa sikat gigi katarada?” aku bertanya pada siswa kelas 4 yang berdiri di depanku sambil mengamit jari-jemarinya.
“Tarada Pak guru” jawabnya malu-malu
“Dirumah tarada sikat gigi?” giliran Ibu Yani bertanya pada Jumain, dan dijawab dengan gelengan kepala kecil. Ternyata dirumahnya tidak ada sikat gigi, ini cukup memberikan alasan mengapa ia tak pernah menyikat gigi.
“Ini, Jumain ambil sudah!” aku memberikan sikat gigi cadangan yang akan ku pakai untuk praktek sikat gigi massal padanya. Aku benar-benar tak menyangka bahwa alasan ia tak sikat gigi adalah tidak punya sikat gigi, sepertinya orang tua mereka harus segera diberitahu arti pentingnya sikat gigi bagi anak.
Perlahan aku angkat gigi buatan tinggi-tinggi, kemudian mulai memberikan penjelasan mengenai cara menyikat gigi yang baik dan benar. Anak-anak terkejut ketika melihat gigi buatan yang aku pegang, sepertinya baru kali ini mereka melihat gigi palsu dan dalam bentuk yang cukup ‘menakutkan’.
Usai memberikan penjelasan, para siswa langsung mempraktekkan menyikat gigi. Mereka sangat antusias menyikat gigi, ada yang bergerombol, ada juga yang menyendiri di pojok sekolah. Beberapa saat kemudian, cukup banyak siswa yang mengeluarkan darah ketika menyikat gigi. Mulai dari bercak merah, hingga yang jumlahnya cukup banyak. Aku benar-benar cemas, apakah sudah sedemikian parah kondisi gigi mereka?
Aku periksa satu persatu siswa yang mengeluarkan darah tersebut, namun aku tak dapat mendeteksi dari mana darah itu berasal karena tak ku temukan sumber darah itu pada gusi mereka, aku tak memiliki cukup ilmu untuk mengatasi masalah seperti ini.
“Giginya sakit katarada?” aku coba analisis danpak pendarahan tadi, dan siswa ini hanya geleng-geleng kepala, mungkin hanya pendarahan biasa pikirku.
Acara sikat gigi bersama pun selesai, para siswa dengan bangga memperlihatkan gigi mereka yang telah disikat padaku. Salah seorang guru memintaku agar acara sikat gigi bersama ini rutin diadakan setiap hari jumat setelah olah raga agar seluruh siswa lebih rajin menyikat gigi.
“Coba Bapak lihat gigi kalian yang sudah disikat!” kataku, dan seluruh siswa memamerkan barisan gigi mereka kepadaku.
“Sekarang kalian sudah mengerti cara menyikat gigi toh, mulai sekarang kalian harus rajin sikat gigi ya, supaya gigi kalian tidak banyak ‘jendelanya’ ” mereka menjawab permintaanku dengan berkata, “Saya Pak guru...!”
Halmahera selatan, 6 Maret 2011
Pkl 01.12 WIT, menanti esok pagi
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda