info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Aku (tidak) Ingin Sekolah...

Rhamdani Kurniawan 16 September 2011

Sejak dulu saya percaya bahwa setiap orang memiliki jalan hidup masing-masing. Manusia memiliki kisah dan plot kehidupan yang berbeda untuk dijalani.

Tuhan juga tidak memberikan banyak pilihan pada manusia, Tuhan tidak memberikan pilihan di negara mana kita dilahirkan, kita tidak bisa memilih bagaimana rupa kita ketika dilahirkan, bahkan kita tak bisa meminta siapa Bapak dan Ibu yang akan membesarkan kita. Tuhan hanya memberikan dua pilihan pada kita, yaitu mensyukuri apa yang telah Dia berikan atau ingkar syukur akan pemberian-Nya.

Sebut saja Riswan, ia adalah siswa kelas 6 SD Indomut dan baru tahun ini lulus. Di sekolah ia sangat ditakuti oleh teman-temannya, dengan gaya rambut yang sering berdiri (bahkan kadang berwarna) dan tak jarang kedapatan menggunakan asesoris gelang/kalung dari rantai, cukup memberi alasan bagi para guru untuk selalu memberinya ‘hukuman’. Lantas, apakah yang ada dibenak kita terhadap Riswan?

Riswan hidup bersama nenek dan ibunya di sebuah rumah papan sederhana yang hanya menggunakan lampu 5 watt di ruang tamunya. Ayahnya tinggal bersama istri keduanya di desa sebelah dan sama sekali tidak pernah pulang lagi ke rumah. Sejak kecil Riswan dibesarkan oleh neneknya semata dengan mengandalkan keterampilan membakar sagu untuk menyambung hidup, sedangkan sang Ibu seakan tak ingin tau akan keberadaan Riswan. Kondisi keluarga benar-benar berdampak pada perkembangannya.

Riswan tahun ini lulus sekolah, namun ia belum bisa menikmati bangku SMP karena kendala biaya, atau lebih tepatnya karena kondisi yang tak mendukung. Sudah ku datangi sang nenek untuk mengijinkan Riswan melanjutkan sekolah dan mendapatkan beasiswa, namun tampaknya sang nenek merasa berat, ia seperti tak ingin melepaskan Riswan berada jauh darinya.

Yah... SMP yang terdekat memang harus ditempuh dengan menggunakan perahu ketinting selama setengah jam dan mengharuskan sang murid untuk kos atau tinggal bersama saudara yang dekat dengan SMP, tak bisa pulang pergi.

Riswan mungkin bukan murid terpintar di kelas, namun ia memiliki potensi untuk itu. Pernah ia mengerjakan soal matematika yang cukup sulit dariku dan hanya mampu diselesaikan oleh beberapa siswa saja, termasuk dirinya.

Akhirnya berkatalah Riswan pada sang nenek, bahwa ia memang ingin sekolah lagi, namun tidak tahun ini, tidak sekarang, karena saat ini Riswan hanya ingin membantu sekaligus menemani sang nenek. Saat itu saya tak tahu harus berkata apa menyaksikan Riswan terjebak pada kondisi yang memberatkan. Andai saja Tuhan memberikan pilihan pada hambaNya....

Berbeda dengan Riswan, sebut saja Rusdi, memiliki keluarga yang sangat harmonis, ayahnya sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya. Satu kekurangan yang dihadapi oleh Rusdi adalah masalah ekonomi.

Rusdi juga lulus tahun ini, ia merupakan siswa yang selalu mendapatkan peringkat di kelas. Bahkan ia pernah beberapa kali mewakili sekolah untuk mengikuti olimpiade di ibukota kabupaten. Hingga ketika hari kelulusan tiba, Rusdi tak kunjung masuk SMP. Sang ayah benar-benar sudah tak memiliki biaya karena disaat yang sama, sang kakak baru saja masuk SMA dan membutuhkan biaya 1,2 juta, dan dengan berat hati, Rusdi harus mengalah untuk menunda sekolahnya.

Rusdi pun menjadi minder dengan teman-temannya yang telah masuk SMP, ia jarang bergaul dengan teman-teman sekelasnya lagi. Namun untungnya sang ayah adalah sosok yang sangat peduli akan pendidikan, tawaran beasiswa yang ada disambut dengan sukacita. Tak tampak raut muka kegalauan pada sang ayah, ia benar-benar menginginkan pendidikan yang terbaik bagi anaknya. Andai saja Tuhan memberikan pilihan pada hambaNya...

Kisah Riswan dan Rusdi adalah contoh kecil dibidang pendidikan yang kelak akan mengubah jalan hidup mereka berdua. Jalan hidup Riswan dan Rusdi memang berbeda, karena mereka memiliki pilihan jalan yang tak sama. Andai pilihan itu Tuhan berikan, pastilah sekarang mereka berjalan beriringan di jalan yang sama.

Tuhan memang tidak memberikan banyak pilihan pada kita, karena seandainya Tuhan menyediakan pilihan itu, pasti kita akan memilih dilahirkan dari keluarga yang baik-baik, kaya raya, berpendidikan, tinggal di negara maju yang punya fasilitas super lengkap dan memiliki wajah tampan/cantik dan tubuh sempurna.

Banyak diantara kita terkadang mengeluh dan memprotes akan jalan yang Tuhan berikan, termasuk saya pribadi. Namun dari pengalaman beberapa bulan di Tanah Maluku ini saya benar-benar banyak belajar untuk bersyukur.

Saya memang bukan terlahir dari keluarga yang kaya raya dan berpendidikan, namun saya bersyukur masih dapat menikmati bangku kuliah. Saya pun bukan berasal dari keluarga yang harmonis, namun saya bersyukur masih mendapat kasih sayang dan dukungan dikala jatuh. Karena selalu ada alasan bagi kita untuk mensyukuri jalan kehidupan yang kini sedang kita lalui. Alhamdulillah....

Indomut, I Syawal 1432 H (31 Agustus 2011)

Ditengah suasana syahdu Idul Fitri di perantauan


Cerita Lainnya

Lihat Semua