Senyum terkembang

Ratu Ashri Maulina Fauzana 14 Agustus 2011

Bangunan warna kuning itu, sekolah tempat aku mengajar.. bangunan semi permanen berdindingkan papan dengan mebeleir seadanya bersanding dengan banyak kambing yang siap sedia melahap buku kalau lupa kami lupa menutup pintu kelas, anak-anak menghabiskan waktu istirahat di lapangan gersang yang menjadi rindang karena pepohonan sederhana yang mengelilingi sekolah kami, juga duduk di batu-batu karang itu sambil bercerita tentang hari lalu dan masa depan agar kami tahu kami pasti akan kesitu, ya kesitu, mencoba untuk menjangkau mimpi dengan tangan-tangan kecil kami.

Saat kami menghabiskan waktu dengan berbagi kata-katra mutiara, gelombang yang tenang itu tampak menari-nari bersama beberapa ikan terbang yang melakukan atraksi diiringi percikan air laut yang berbunyi hingga terdengar di telinga kami, di seberangnya beberapa pulau kecil yang terbentuk diatas karang berwarna coklat pucat seolah-olah melambaikan nyiurnya agar kami bertandang kesitu.

Panasnya udara di pulau ini, tak menyurutkan langkah kami untuk tetap bernaung dalam terik matahari. Rasanya perih kulit karena ultraviolet itu terhapus dengan tawa dan ekspresi yang seolah berkata, aku tak mau pergi dari tempat ini dulu. Kami menyanyi, dari lagu wajib sampai lagu dangdut, yang bahkan aku pun tak pernah tahu apalagi hafal dengan lagu itu. Sekolah ini, adalah semesta kami. Lantainya tak pernah sepi dari debu, tapi kami tak pernah lalai menyapunya setiap pagi. Walaupun ruang guru dan ruang kepala sekolah harus bergabung dengan kelas empat, ruang-ruang yang kami miliki itu adalah kemewahan kami. Kami sangat ingin membaca meskipun terbata-bata, sayangnya kami tak punya uang khusus untuk menyimpan buku dan membacanya.

Begitupun kamar mandi, lokasinya diatas bebatuan karang tempat kami biasa singgah. Ukurannya tidak lebih dari 1X1 meter, berselimut seng yang dihiasi dengan lubang-lubang kecil hingga mungkin dapat terlihat dari luar, hahahaha.. bagiku, yang tidak seterbiasa mereka, buang air kecil di kamar mandi itu punya rasa sensasi tersendiri. Bagaimana tidak, aku awam dengan kamar mandi tertutup dengan sanitasi yang baik, tapi disini air tidak keluar dari kran, air akan menggenang di bak itu, kadang ada tambahan bumbu debu, daun-daun kecil, bahkan semut yang tenggelam dalam danau buatan kami. Pernah suatu saat, beberapa muridku menjaga petak basah itu karena aku sangat takut lubang-lubang kecil itu akan mengintip. Salah satu kegiatan yang kami suka adalah melakukan olahraga senam, ya.. Senam Riang Anak Indonesia. Gerakan yang sederhana tapi energik itu menjadi salah satu hiburan favorit kami. Di tempat kami,listrik hanya mengalir saat malam menjelang, kontan saja kami tak bisa memutar irama SRAI itu di pagi hari. Kami pun harus memperhitungkan 6 batere besar untuk membuat tape lawas kami bekerja untuk membunyikan alunan itu. Kami tidak dapat banyak melakukan pengulangan, bisa-bisa energi batere bisa raib sebelum masanya. Lapangan tempat kami berolahraga tidak berhamparkan rumput hijau, tapi kami cukup bahagia untuk senam, berlari, berkejaran, sepak bola, sampai berjongkok sambil bermain kelereng di tanah gersang tandus yang dirajai oleh sahabat kami kambing-kambing sekolah. Debu dan pasir tanah yang tandus itu berterbangan ditiup angin laut, berputar-putar diantara sepatu dan wajah kami, tapi kami tak ragu untuk terus berdiri, karena kami tau, angin adalah angin yang membawa kering peluh kami, debu adalah debu yang membedaki wajah kami dari terik. Kami menantikan hari sekolah tiba, agar kami bisa berlatih dan belajar bersama bapak-ibu guru kami. Begitupun aku, pengenalan 2 minggu pada sekolah istimewa ini, membuka cakrawala baru bagiku. Mengajarkanku arti bersyukur untuk setiap jengakl kehidupan dan hirup nafas yang aku milki.

Setahun ke depan, aku akan mengabdi disini, di tempat ini, bersama anak-anak yang beberapa diantaranya tidak memakai sepatu kesekolah, tidak berpakaian bagus dengan atribut lengkap di badannya, dengan wangi laut yang menempel di tubuh mereka karena sulit dan mahalnya air di pulau ini. Inilah sajian pembuka ku, aku berharap semoga Tuhan selalu menambatkan hatiku pada proses ini, memudahkan anak-anakku agar mereka boleh menerima setiap ton ilmu dengan baik. Bukan keadaan yang membuat buruk suatu hal, tapi kitalah yang harus pantang menyerah untuk memperbaiki keadaan.

Salam hangat,

Bu’e Ratu dan pasukan lautku, dari SDN bajo Pulo Kabupaten Bima, NTB


Cerita Lainnya

Lihat Semua