S.I.N.Y.A.L
Ratih Diasari 5 September 2011
Hari ini rasanya aku sudah menyerah dengan keterbatasanmu, wahai sinyal.
Darah ditelapak tanganku sudah mengalir deras ke lengan atas karena menaikkan posisi handphone di antena sinyal yang menjadi pusat harapanku satu-satunya di tanah rantau ini. Waktu kantukku juga telah kuluangkan begitu lama untuk menunggumu ditengah-tengah keramaian siang, wahai sinyal.
Aku hanya bolak-balik disini, ditempat ini, di titik ini, sendiri, berdiri, mencari, betapa, tanpa henti. Tidak bercengkrama dengan mama piara. Tidak duduk-duduk santai di depan teras menikmati sejuknya tiupan angin laut. Tidak bermain dengan adik Dani dan adik Is, melainkan aku hanya menunggumu sendiri, seorang diri, wahai sinyal. Teriakan hatiku hanya sinyal, sinyallll dan sinyaaaaaaaallllllllll. Puaskah engkau menghukum anak hukum dengan keadaan ini? Aishhh....
Kulihat sinyal dalam koneksi handphoneku telah menunjukkan kata ‘Edge’, melewati kata ‘GSM’. Walau ku juga tak tahu apa hubungan ‘Edge’ dengan ‘GSM’. Sudah juga melewati ambang dua kotak hampir menuju kotak tertinggi, tapi apa daya nyala kagetmupun tak kulihat muncul dalam HP Blackberry-ku. Haruskah kujual saja HP ini agar dapat membeli sinyalmu di Jawa sana yang begitu luber, tumpah, beleber karena 'amber'? Atau haruskah kulari ke hutan kemudian teriakku, atau lari kepantai kemudian menyanyiku? Atau ku harus lari kehutan belok kepantai? Biar aku bisa mengaduh sampai gaduh, sehingga bisa turut pecahkan gelas biar ramai. Biar kau dengar, biar kau datang, biar kau resah, biar kau lelah, biar kau marah, puas, puas, puas (*gaya tukul)? Sungguh risau aku dibuatmu. Sungguh resah ditinggal oleh nyanyian rindumu. Inilah cobaan kedua bagi para pengajar muda. Cobaan berhukum mubah. Cobaan bernuansa nafsu semata.
Saat di asrama dulu.... sering aku menyanyikan lagu baginda, berjudul Cinta yang bernuansa sendu yang sarat akan candu. Buktinya aku banyak fans diasrama dulu. Aku banyak pengikut karena suara nyanyianku yang tampak terdengar merdu. Tapi nyatanya itu hanya tipu-tipu, karena faktanya aku suka mengubah syair sesuka hatiku. Jika boleh bernyanyi dengan pengubahan syair nyanyian itu, aku akan mengubah kata cinta dalam lagu itu dengan kata sinyal. Dan kesempatan menunggumu wahai sinyal, takkan kusia-siakan sedikitpun. Dengarkanlah lagu ini yang kupersembahkan tulus ikhlas untukmu.
"Berapa lama ku harus teriakan sinyal.
Berapa lama kuharus menunggumu.
Diujung gelisah ini aku.
Begitu harap kan datang kamu.
Namun dirimu masih begitu.
Acuhkan ku tak mau tahu.
[*]
Luka luka luka yang kurasakan.
Bertubi tubi tubi yang kau berikan.
Sinyalku bertepuk sebelah tangan
Tapi aku balas senyum kekesalan.
[**]
Bertahan satu sinyal.
Bertahan satu s.i.ny.a.l
Bertahan satu sinyal
Bertahan satu s.i.ny.a.l
Mungkin hanya satu lagu yang bisa ku ciptakan. Hanya satu lagu yang bisa kalian hapalkan. Satu tahun akan cepat kan datang. Satu tahun mengajar, seumur hidup terinspirasi. :p
Selaru, 22 Juni 2011 dengan kekangenanku yang sangat kepada para perindu surga. Salam hangat ku persembahkan lewat angin, air laut dan bintang. Aku kangen dengan kalian karena Allah. Aku harap dapat bertemu di tiap sepertiga malamMu, ya Allah.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda