Perbuatan Tidak Menyenangkan

Ratih Diasari 5 September 2011

Delik ini memang susah-susah gampang untuk dikenali. Ia diatur dalam sebuah kitab hukum tertua, Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Delik ini masuk dalam Pasal 335 KUHP. Bunyinya, barangsiapa secara melawan hukum memaksa orang agar melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain, maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau dengan ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yg tidak menyenangkan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun.

  Poin pertama bagi orang awam untuk mengenali delik ini pasti merasa sulit. Bahasanya berbelit rumit. Namun punya kekuatan ampuh untuk membuat hidup menjadi pahit.

 

  Perbuatan tidak menyenangkan. Pasal ini diincar oleh artis yang kurang populis dan banyak dialami oleh para petinggi untuk kebutuhan politis. Menjadi rezeki bagi para advokat, dan menjadi tontonan menarik untuk ibu-ibu, pecinta tayangan gosip terhangat. Pasal perbuatan tidak menyenangkan memiliki ambiguitas tinggi dirasakan oleh korban kejahatan delik ini. Pasalnya merupakan keuntungan tersendiri bagi para penikmat demokrasi. Bunyinya berwayuh arti dan berpotensi besar dimainkan dalam sebuah lakon kisah berdurasi.

 

  Apa yang terbersit kala pasal ini dikenakan pada diri kita saat ini? Tentu ia akan berkelakar mencari tempat pembelaan sebagai jalan pertolongan merubah nasib yang kian tak pasti. Siapapun tidak ingin terseret, siapapun tidak ingin tersangkut, siapapun tidak ingin terbawa-bawa penegakan pasal ini. Namun apa mau dikata. Deliknya tepat maka setiap orang punya potensi untuk segera ditangkap. Deliknya sesuai maka setiap orang dapat menjadi korban perbuatan yang tidak menyenangkan.

 

Kali ini aku merasakan menjadi korban kejahatan pasal ini. Akan kuceritakan kisahku tak lama meski berdurasi. Kutuangkan dalam sebuah narasi, lakon ini akan kuhidupkan dengan cerita yang sarat komposisi. Pelaku utama, korban, sampai penyerta akan kuulang, kuputar dan kuceritakan kembali. Berharap ia punya arti dan teriring amal terbaikku ketika ajal kelak kan datang menanti.

 

Hujan memang tidak menandakan akan turun dengan gejala-gejala alamnya pada waktu itu. Kira-kira hari itu adalah hari Senin tanggal 25 April 2011 tepatnya di Wisma PKBI, Jakarta Selatan. Tentu kami tidak saling mengenal kalau mungkin pada saat itu kami sempat bertemu. Tidak tegur sapa apalagi curi-curi pandang untuk memastikan seberapa jauh jaraknya agar aku gegas berlari. Kala itu aku baru tahu nama panggilannya saat pembagian pengajar muda dalam kelompok-kelompok kecil fasilitator. Pertama kali bertemu dengannya hanya terbersit satu nama. Seorang teman lama yang juga mirip mukanya. Waktu itu tidak bertendensi apa-apa dan tidak punya perasaan apa-apa. Tegasnya tidak punya feeling bahwa hari esok aku akan menjadi pusat pemberitaan dan pembicaraan dengannya.

 

Hari berlanjut dengan keadaan yang tak jauh berbeda. Semakin dekat, ku kenal dirinya sebagai pribadi yang baik dan bersahaja. Ku ingat refleksinya di Rindam tak satupun terdengar bernuansa negatif. Ia begitu aktif, sering tampil sebagai inisiator, dan yang paling penting ia rajin sholat ke masjid. Pertama kali menjadi imam, yang paling kuingat ia kurang jelas membaca akhiran surat Al-Fatihah. Maka tak lupa akupun mengkritiknya lewat surat yang kutaruh dalam loker pengajar muda. Pengelompokan demi pengelompokkan pun terjadi tanpa pernah diduga. Tak ku kira aku selalu berada dalam satu kelompok dalam keadaan apapun jua.

 

  Bersama dirinya lama-kelamaan aku mengetahui apa kartu AS yang dipegang olehnya. Hanya getir yang kurasakan satu kelompok semeja bersama dirinya, karena apapun pendapatku semua tertolak, tak berbekas, membuat ku benci beberapa kali padanya.

 

Benci. Ya, aku benci. Hanya dua orang temanku saja yang tahu bahwa aku teramat benci. Kuadukan pada mereka bahwa aku benar benci. Kuadukan bahwa potensi diriku ternegasikan dengan ulahnya kala itu. Sungguh terlalu, ia mematikan daya kreatifitasku dengan mendominankan daya kreatifitasnya. Perbuatan ini sungguh tidak menyenangkan jika kau merasakan berada dalam posisiku saat itu.

 

  Keadaan ini terjadi tak begitu lama karena sudah berganti dengan sebuah takdir yang baru. Takdir itu berbalik cepat sesuai hukum alam tanpa ku sangka hal ini akan terjadi pada diriku saat itu juga. Kejadiannya bermula dari sebuah ice breaking kopi, wortel atau telur. Yang tak sengaja pilihan wortel kami pilih dan hanya menjadi pilihan kami berdua pada waktu itu. Berlanjut pada sebuah sesi kepemimpinan yang menuntut kami, pengajar muda agar menyambung sebuah garis dan memberikan sentuhan makna pada sebuah gambar. Bodohnya aku menambahkan satu huruf petanda inisial dirinya yang tak pernah kutahu hal itu menandakan inisial nama panjang dirinya yang ternyata tertera jelas dalam buku lengkap Pengajar Muda. Aku dikerjai mereka semua. Aku didekat-dekatkan dengan dirinya didepan umum sehingga aku begitu malu seketika.

 

Belum lagi saat aku melepaskan sapaan nama dirinya menggantikan nama orang yang seharusnya. Pipiku berubah merah padam seperti buah tomat, malu ingin segera lekas pulang cepat berkemas. Dua lagu dalam malam apresiasi seni juga turut andil memompa jantungku agar terus berdebar. Nama jalan di daerah Bandung dan nama anak muridku yang sama dengan nama dirinya tak kan kulupa walau sampai sekarang masih terus penasaran apa ia hanya kebetulan semata.

 

  Apa ia kebetulan? Kebetulan ini sungguh membuatku jauh tidak berdaya. Aku berlari dari semua masalah yang ada. Aku adukan hanya kepada Allah semata. Tapi tetap saja seakan itu sia-sia, karena pada pertemuan terakhir saja aku masih salah naik bus sehingga mendapat dua tepuk apresiasi karena hampiri dirinya. Semua terjadi begitu saja tanpa pernah diduga dan disangka sebelumnya.

 

  Hikmah pembelajaran sebagai refleksi bulan pertama sungguh kurasakan sebagai perbuatan yang tidak menyenangkan. Perbuatan yang seharusnya menghukum para pelaku pengroyokan 'cie-cie-an' diganjar selama satu tahun dengan denda yang maksimal. Namun belakangan setelah pelatihan sirna, aku merasakan ini adalah bentuk lain dari perbuatan yang tidak menyenangkan. Sebuah bentuk lain karena hatiku diuji kembali dengan sebuah renungan perpisahan.

 

Aku tahu hidup itu akan berlayar pada keberagaman sejuta warna pelangi. Akupun tahu cobaan kan datang tidak hanya dengan warna yang hitam putih. Pengalaman ini membuatku belajar bahwa tiada hal di dunia ini yang sifatnya abadi. Satu tahun dapat berubah dan merubah segalanya meski diikat dengan sebuah janji. Allahlah Yang Maha Pembolak-balik Hati, maka pintar-pintarlah untuk menjaga diri. Laki-laki cenderung labil dan wanita cenderung tertambat hatinya. Akankah permainan ini akan diteruskan walau rumus dasar telah ditemukan!?

 

Inilah Pasal 335 yang sempat aku sendiri alami. Pasal 335 yang secara nyata menimpaku dalam kehidupanku yang fana ini. Prosesnya memang sulit, ku harus jujur mengakui. Sulit untuk menahan, sulit untuk bertahan. Ingin rasanya aku berkata, ingin rasanya aku tidak menderita. Tapi bukankah Allah sudah menunjukkan jalan untuk mempertemukan orang-orang baik di surga. Lantas buat apa aku mulai untuk angkat bicara? Karena satu sisi aku yakin bahwa Allah sudah punya cara membuat hati pintar bercerita.

 

*Untuk tanah yang sedang menantikan turunnya hujan:

 

Aku ingin mengenalnya sama seperti awal ketika aku bertemu. Ia menjaga pandangannya, santun, bersahaja walau sedikit mengesalkan dibeberapa waktu saat kami bertemu.

 

  Aku ingin mengenalnya sama seperti awal ketika aku bertemu. Ia jauh mencintai Allah dan begitu sibuk mencambuk dirinya dengan mengingatkan kami pada kultum subuh yang membuatku iri terkesan seketika.

 

  Aku ingin mengenalnya sama seperti awal ketika aku bertemu. Ia bisa mengontrol emosinya jauh lebih dalam dari dalamnya laut Arafuru.

 

Saumlaki, 18 Juni 2011 dengan suasana penginapan beralaskan laut.


Cerita Lainnya

Lihat Semua