info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Si Tukang Printer

Ratih Diasari 5 Maret 2012

Namanya mas Adi. Aku mengenalnya di toko penjualan komputer, Yusara.com. Ia adalah orang yang mengerti akan perbaikan dan penjualan komputer di sini. Lebih tepatnya mungkin se-Maluku Tenggara Barat (MTB) ini. Tepat jika aku bilang se-MTB, karena sampai saat ini aku juga belum menemukan orang yang sekelas dengannya.

Ia hanya lulusan STM. Sepertinya masih bujang, tapi jangan salah beliau itu jenggotan (red:ikhwan). Jadi walaupun bujang, sungkan sekali untuk melirik-lirik ke arahnya.  

Hari ini memang pertama kali aku bekutat dengannya lama. Aku mengenalnya sebagai pribadi yang bersahaja.

"Simbadda yang ini harganya 400.000. Soniec gear yang ini lebih boombastis. Harganya mungkin sekitar 1.350.000. Kalau yang ini harganya 600.000, pak. Itu harganya 450.000. Speaker yang bagus sebenarnya kalau ngak ada listrik bagusnya yang ini mba, harganya sekitar 400.000. Ini total system powernya sampe 6 watt. Warna hitam lebih bagus, cuman sayangnya ini ngak ada tempat flashdisc-nya. Beda dengan yang merah. Kalau yang merah, ada tempat flashdiscnya tapi ngak keliatan jalannya musik yang mana. Tapi secara visual, bentuknya lebih mewah."  

Dengan fasih ia terus berbicara. Apapun yang ditunjuk pelanggan, ia mampu menjelaskan dengan sangat cepat dan bijaksana. Gerakannya begitu lihai. Banyak bekerja, dan sedikit dalam bicara. Pekerjaannya begitu menumpuk. Ruangan perakitan sampai dipenuhi dengan berbagai macam jenis laptop, beragam jenis obeng, kabel, dan lempengan-lempengan yang tidak aku ketahui.

"Magicjer, kulkas, TV, Radio, mesin fotocopy, HP, BB, aku bisa benerin mba", gumamnya padaku sungguh membuat takjub sejenak tak menyangka. Bawa aja kalau memang ada kerusakan. "InsyaAllah saya usahakan jadi benar." Tentu aku percaya saja. Bagaimana tidak? Ia berkomunikasi denganku, sambil memperbaiki tiga laptop yang berbeda: Acer, apple dan toshiba.

Pernah suatu ketika aku diceritakan olehnya akan pengalaman hidupnya. Membayangkannya seakan seperti sedang menjajaki hidup dengan ketidakpastian dan pengalaman yang berbeda. Dari berjualan di Papua, sampai akhirnya bisa terdampar di pesisir Tanimbar untuk menyambung hidupnya dengan berjualan komputer dan memperbaiki alat elektronik apa saja.

Jika melihat dirinya, aku seakan bercermin pada diriku. Kau tahu kenapa? Dia itu galak. :)

Yusuf, sini! (Pakai nada kasar). Biasa ia memanggil anak buahnya begitu.

Kalau kata orang sini, "sadis e". Hehe... Tapi ia tak pernah marah. Ia hanya marah, sebagai dampak jika ada pelanggan yang membuatnya marah.

Bukan hanya sifat galaknya yang serupa. Dalam beberapa hal, ada lagi kesamaan yang kami miliki. Kadang ia juga lugu. Aneh! Dari mana engkau tahu kalau dirimu lugu, tih? Entahlah.. Aku tahu karena banyak yang bilang begitu. Ia lugu sama seperti diriku yang lugu. Ia polos, karena semua hal yang ia dengar dan lihat tak lama pasti akan ia ceritakan. Ia tidak membedakan dengan siapa ia bercerita. Yang ia tahu, hidup di dunia ini hanya satu hal. Satu hal yang tak pernah ia lupakan. Satu hal yang membuat dirinya amat disayang. Ia hanya ingin menjadi orang baik.

Aku melihatnya begitu. Sampai-sampai karena kebaikan yang ia tunjukkan pada kami, semua terekam begitu jelas dan membuat kami berlomba ingin menyaingi.

Dengan kebaikan pula, aku merasakan bahwa Allah melindungi semua panca indera yang ia miliki. Matanya selalu ia jaga tak melihat kanan-kiri. Tangan kakinya dikerjakan untuk bekerja siang dan malam hari. Pendengarannya hanya untuk mendengar lantunan Qur'an. Dan mulutnya hanya untuk membicarakan hal-hal yang perlu disampaikan.

Tak lupa, Mas adi itu selalu mau belajar. Ia tak pernah merasa malu. Ia belajar semua hal dari awal. Contohnya dalam pelajaran bahasa inggris. Ia memang belum bisa bahasa inggris. Tapi tak kusangka, saat ia berbicara dengan orang asing, ia mampu berkomunikasi. Ah, hidup itu bukankah intinya memang hanya soal ikhtiar? Siapa yang terus berusaha maka ia akan cepat mendulang hasilnya!?

Mas adi itu begitu loyal kepada kami, pengajar muda yang berlabel "mengabdikan diri" pada negara. Bukan hanya harga print yang terus dikurangi. Temanku saja diberi alat print cuma-cuma karena print yang dibelinya divonis tak dapat berfungsi lagi. Saat ini ia dan bos nya malah memikirkan untuk menyiapkan ruangan tersendiri untuk kami agar dapat memiliki tempat persinggahan yang layak selama di Kota. Ia baik, mungkin ini yang disebut ketulusan yang dulu selalu disinggung saat masa pelatihan.

Walau ia hanya tamatan STM, ia mampu hidup sederhana dengan memulai semua dari awal. Masa lalunya mungkin kelam.  Namun, Allah mengaruniakan akal, pikiran, harta dan tenaganya untuk kebaikan. Sempurna.

Allah memang selalu adil menciptakan semua makhluknya.

Seperti perkataan Abi yang kuingat tak lama setelah membuka catatan fiqh ibadah. Bahwa sejatinya hidup bukanlah bilangan waktu yang berulang. Melainkan hidup adalah bilangan amal kebaikan yang terus diulang. Berulangnya waktu bukanlah urusan manusia, tetapi itu adalah urusan Allah. Orang yang baik tidak peduli dengan berulangnya waktu. Namun seharusnya lebih peduli dengan amalnya seiring dengan berulangnya waktu.

Orang seperti ini, berarti telah selesai dengan dirinya jika ditanya soal berapa umurnya hari ini. Karena yang mengusiknya bukan telah berapa tuanya ia saat ini, melainkan sudah berapa amal kebaikan yang ia kerjakan dengan waktu yang semakin tua selama ini.

Tak pernah kutahu apa jadinya ia suatu saat nanti. Tak kan ku tahu bagaimana Allah akan membentuknya dikemudian hari. Apakah kelak Allah akan menjadikannya orang yang terus sesederhana ini? Apakah Allah akan memberikan kehidupan baik setelah keberadaannya di dunia ini? Entahlah aku tak tahu. Yang kutahu, ia sukses membuat kami berlomba berusaha ingin terus menyaingi.

*menunggu hujan di toko printer. Entahlah mengapa aku harus menuliskan tentang siapa itu mas adi!?

Namanya mas Adi. Aku mengenalnya di toko penjualan komputer, Yusara.com. Ia adalah orang yang mengerti akan perbaikan dan penjualan komputer di sini. Lebih tepatnya mungkin se-Maluku Tenggara Barat (MTB) ini. Tepat jika aku bilang se-MTB, karena sampai saat ini aku juga belum menemukan orang yang sekelas dengannya.

Ia hanya lulusan STM. Sepertinya masih bujang, tapi jangan salah beliau itu jenggotan (red:ikhwan). Jadi walaupun bujang, sungkan sekali untuk melirik-lirik ke arahnya.  

Hari ini memang pertama kali aku bekutat dengannya lama. Aku mengenalnya sebagai pribadi yang bersahaja.

"Simbadda yang ini harganya 400.000. Soniec gear yang ini lebih boombastis. Harganya mungkin sekitar 1.350.000. Kalau yang ini harganya 600.000, pak. Itu harganya 450.000. Speaker yang bagus sebenarnya kalau ngak ada listrik bagusnya yang ini mba, harganya sekitar 400.000. Ini total system powernya sampe 6 watt. Warna hitam lebih bagus, cuman sayangnya ini ngak ada tempat flashdisc-nya. Beda dengan yang merah. Kalau yang merah, ada tempat flashdiscnya tapi ngak keliatan jalannya musik yang mana. Tapi secara visual, bentuknya lebih mewah."  

Dengan fasih ia terus berbicara. Apapun yang ditunjuk pelanggan, ia mampu menjelaskan dengan sangat cepat dan bijaksana. Gerakannya begitu lihai. Banyak bekerja, dan sedikit dalam bicara. Pekerjaannya begitu menumpuk. Ruangan perakitan sampai dipenuhi dengan berbagai macam jenis laptop, beragam jenis obeng, kabel, dan lempengan-lempengan yang tidak aku ketahui.

"Magicjer, kulkas, TV, Radio, mesin fotocopy, HP, BB, aku bisa benerin mba", gumamnya padaku sungguh membuat takjub sejenak tak menyangka. Bawa aja kalau memang ada kerusakan. "InsyaAllah saya usahakan jadi benar." Tentu aku percaya saja. Bagaimana tidak? Ia berkomunikasi denganku, sambil memperbaiki tiga laptop yang berbeda: Acer, apple dan toshiba.

Pernah suatu ketika aku diceritakan olehnya akan pengalaman hidupnya. Membayangkannya seakan seperti sedang menjajaki hidup dengan ketidakpastian dan pengalaman yang berbeda. Dari berjualan di Papua, sampai akhirnya bisa terdampar di pesisir Tanimbar untuk menyambung hidupnya dengan berjualan komputer dan memperbaiki alat elektronik apa saja.

Jika melihat dirinya, aku seakan bercermin pada diriku. Kau tahu kenapa? Dia itu galak. :)

 

Yusuf, sini! (Pakai nada kasar). Biasa ia memanggil anak buahnya begitu.

Kalau kata orang sini, "sadis e". Hehe... Tapi ia tak pernah marah. Ia hanya marah, sebagai dampak jika ada pelanggan yang membuatnya marah.

 

Bukan hanya sifat galaknya yang serupa. Dalam beberapa hal, ada lagi kesamaan yang kami miliki. Kadang ia juga lugu. Aneh! Dari mana engkau tahu kalau dirimu lugu, tih? Entahlah.. Aku tahu karena banyak yang bilang begitu. Ia lugu sama seperti diriku yang lugu. Ia polos, karena semua hal yang ia dengar dan lihat tak lama pasti akan ia ceritakan. Ia tidak membedakan dengan siapa ia bercerita. Yang ia tahu, hidup di dunia ini hanya satu hal. Satu hal yang tak pernah ia lupakan. Satu hal yang membuat dirinya amat disayang. Ia hanya ingin menjadi orang baik.

Aku melihatnya begitu. Sampai-sampai karena kebaikan yang ia tunjukkan pada kami, semua terekam begitu jelas dan membuat kami berlomba ingin menyaingi.

Dengan kebaikan pula, aku merasakan bahwa Allah melindungi semua panca indera yang ia miliki. Matanya selalu ia jaga tak melihat kanan-kiri. Tangan kakinya dikerjakan untuk bekerja siang dan malam hari. Pendengarannya hanya untuk mendengar lantunan Qur'an. Dan mulutnya hanya untuk membicarakan hal-hal yang perlu disampaikan.

Tak lupa, Mas adi itu selalu mau belajar. Ia tak pernah merasa malu. Ia belajar semua hal dari awal. Contohnya dalam pelajaran bahasa inggris. Ia memang belum bisa bahasa inggris. Tapi tak kusangka, saat ia berbicara dengan orang asing, ia mampu berkomunikasi. Ah, hidup itu bukankah intinya memang hanya soal ikhtiar? Siapa yang terus berusaha maka ia akan cepat mendulang hasilnya!?

Mas adi itu begitu loyal kepada kami, pengajar muda yang berlabel "mengabdikan diri" pada negara. Bukan hanya harga print yang terus dikurangi. Temanku saja diberi alat print cuma-cuma karena print yang dibelinya divonis tak dapat berfungsi lagi. Saat ini ia dan bos nya malah memikirkan untuk menyiapkan ruangan tersendiri untuk kami agar dapat memiliki tempat persinggahan yang layak selama di Kota. Ia baik, mungkin ini yang disebut ketulusan yang dulu selalu disinggung saat masa pelatihan.

Walau ia hanya tamatan STM, ia mampu hidup sederhana dengan memulai semua dari awal. Masa lalunya mungkin kelam.  Namun, Allah mengaruniakan akal, pikiran, harta dan tenaganya untuk kebaikan. Sempurna.

Allah memang selalu adil menciptakan semua makhluknya.

Seperti perkataan Abi yang kuingat tak lama setelah membuka catatan fiqh ibadah. Bahwa sejatinya hidup bukanlah bilangan waktu yang berulang. Melainkan hidup adalah bilangan amal kebaikan yang terus diulang. Berulangnya waktu bukanlah urusan manusia, tetapi itu adalah urusan Allah. Orang yang baik tidak peduli dengan berulangnya waktu. Namun seharusnya lebih peduli dengan amalnya seiring dengan berulangnya waktu.

Orang seperti ini, berarti telah selesai dengan dirinya jika ditanya soal berapa umurnya hari ini. Karena yang mengusiknya bukan telah berapa tuanya ia saat ini, melainkan sudah berapa amal kebaikan yang ia kerjakan dengan waktu yang semakin tua selama ini.

Tak pernah kutahu apa jadinya ia suatu saat nanti. Tak kan ku tahu bagaimana Allah akan membentuknya dikemudian hari. Apakah kelak Allah akan menjadikannya orang yang terus sesederhana ini? Apakah Allah akan memberikan kehidupan baik setelah keberadaannya di dunia ini? Entahlah aku tak tahu. Yang kutahu, ia sukses membuat kami berlomba berusaha ingin terus menyaingi.

*menunggu hujan di toko printer. Entahlah mengapa aku harus menuliskan tentang siapa itu mas adi!?


Cerita Lainnya

Lihat Semua