'Pelajaran'
Rangga Septiyadi 18 Desember 2010
Masyarakat di tiap lingkungan memiliki karakter yang berbeda-beda. Begitu pun kemudian budaya yang melekat di tiap daerah pun berbeda-beda. Hal itu akhirnya mempengaruhi suasana interaksi di antara para penghuni di tiap sekolah. Ada wilayah yang gurunya ‘ringan tangan’, mudah menggunakan tangan untuk mengendalikan anak-anak muridnya. Ada juga wilayah yang murid-muridnya ‘ringan tangan’, sehingga gampang memukul teman-temannya. Saya pribadi, dan pasti semua Pengajar Muda yang lain, tentu tidak suka dengan ‘keringantanganan’ ini. Siapa pun pelakunya; guru, ataupun murid.
Ada kisah dari teman saya yang mengajar di satu daerah yang jauh dari tempat saya ditugaskan. Kisah tentang anak-anak didiknya yang biasa mendapat ‘pelajaran’ dari guru-gurunya. Dalam kondisi anak-anak yang suka mendapat perlakukan kasar dari guru-gurunya, teman saya datang dengan banyak nilai ideal. Salah satunya adalah bahwa anak, apa pun kondisinya, tak layak mendapat pukulan atau tindakan fisik lainnya dari guru. Bukan apa-apa, sekedar memastikan bahwa sekolah adalah tempat yang layak dicintai. Sekolah bukan artinya dipukul atau direndahkan oleh guru. Sekolah artinya adalah proses menjadi lebih baik di mana –seperti kata teman saya, Roy- “salah, bukan masalah...”
Dalam kondisi sekolah yang seperti saya ceritakan di atas itu, bahkan murid jadi terbiasa dengan cara kasar guru-guru mereka. Teman saya memang tergagap ketika anak-anak didiknya begitu sulit dikendalikan saat jam pelajaran masih berlangsung. Tapi, ia lebih tergagap lagi ketika muridnya berkata, “ibu nggak mukul sih, jadinya pada nggak mau diam. Makanya pukul dong, bu...” Wow, sebuah kondisi yang memprihatinkan bukan? Mereka terbiasa dengan cara-cara ‘kekerasan’ semacam itu sehingga ‘meminta’ guru baru yang tidak ingin menggunakan cara itu untuk juga ikut melakukannya seperti guru-guru mereka yang lain.
Ada juga di daerah lain. Di mana murid-muridnyalah yang ‘ringan tangan’ terhadap teman-temannya. Mereka biasa saling memukul, menotok, membanting, atau apa pun yang bisa membahayakan temannya. Saya agak kurang bisa memahami apa maksud anak-anak ini. Apakah mereka ingin menunjukkan kekuasaannya, ingin menunjukkan kekuatannya, atau ingin mencari perhatian saya. Saya tidak paham. Yang jelas saya tidak suka dengan cara berinteraksi yang seperti itu. Itu adalah bagian dari kebiasaan mereka yang jelas harus dihilangkan. Mendidik, artinya juga adalah mencerahkan. Mengajari mereka cara-cara berinteraksi yang lebih sopan, lebih baik, lebih bersahabat, dan lebih humanis. Tentu ini tantangan yang tidak mudah. Apa lagi, menurut salah seorang murid yang pernah sekolah di daerah lain, teman-teman di sekolahnya ini suka melawan guru. Menurut dia, teman-temannya adalah tipikal murid yang apabila dijelaskan atau ditegur malah cenderung melawan si guru. Kondisi ini, juga dipersulit karena kondisi kekerabatan yang kuat di sini (atau karena mereka cenderung feodalistik ya?). Abang angkat saya sendiri kadang merasa segan memarahi murid jika murid tersebut adalah anak dari anggota keluarganya yang lebih tua. Hmmpphh... tapi keadilan harus tetap ditegakkan, kan? J
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda