Jurnal Ming
Rangga Septiyadi 2 November 2010
Yup betul, minggu ini adalah minggu di mana semua PM yang telah dibagi menjadi 10 kelompok mencoba menerapkan pengetahuan yang udah didapetin lewat aktivitas mengajar di SD dekat camp. Ada SDN Pancawati 01 dan 02, ada SDN Cikereteg 01, 02, dan 03, dan juga beberapa madrasah. Setiap pagi, kami berangkat bersama dari camp ke sekolah masing-masing.
Awalnya adalah keraguan. Nervous, dan semacamnya, apakah kami bisa melakukan praktik pengajaran dengan ‘serius’. Ya, serius, karena selama ini, dari beberapa kali datang ke sekolah, yang kami lakukan rasanya lebih banyak porsi mainnya ketimbang porsi belajarnya. Selain itu, kami juga masuk ke kelas dengan sangat sporadis atau tidak terencana. Bahkan berapa jam pelajaran yang kami isi aja nggak jelas.
Pernah satu waktu, ketika sudah ada penentuan kelompok yang kedua kalinya, saya dan teman-teman kelompok yang baru ini datang ke sekolah sekedar untuk observasi. Saya ingat betul itu tanggal 14 Oktober 2010. Tahukah kamu apa yang terjadi? Kami semua langsung ditembak untuk memberikan materi pengajaran hari itu! Wow! Parah! Kita nggak punya RPP, nggak punya bayangan juga mau ngajar apa, dan yang lebih miris adalah karena kami belum menyiapkan psikologis kami untuk mengajar hari itu. Lebih hebat lagi, tauk nggak ditembaknya di mana? Di depan kelas!
Pintu langsung dibukakan dan kemudian kita dipersilakan mengajar. Wow! Itu tuh gila banget, men! Elo tuh kayak ikut acara “Akhirnya Datang Juga” yang pernah ada di TransTV waktu itu. Kelas itu, adalah panggungnya. Dan anak-anak itu... wow... terasa adalah para artis yang berpura-pura ini itu. Hff... ya Allaahh... ^^”
But, bukan pengajar muda namanya kalo nggak siap... hehehe...
Tahukah apa yang kami lakukan? :D
Ok kami masuk bertiga. Saya, Tika, dan Nanda. Dan inilah yang kami lakukan: Nanda handle anak-anak dengan games-nya lebih dahulu, saya menyiapkan soal-soal cerdas cermat dadakan, dan Tika menyiapkan perangat mnemonic untuk menghafal nama-nama negara di Asia Tenggara. Great kan? Hahaha...
Ketika Nanda selesai melakukan ice breaking, saya gantian mengisi apersepsi, menyambungkan pengalaman lama (past-experience) dan pengetahuan sebelumnya (pre-cognitive) dengan materi yang akan disampaikan. Saat yang bersamaan, saya meminta Nanda dan Tika melengkapi informasi mengenai setiap negara di tabel yang sudah dibuat, mulai dari mata uang, bahasa yang digunakan oleh kebanyakan penduduknya, bentuk negara, hingga kepala negaranya. Ulur... ulur... ulur... dan Tika pun siap dengan perangkat mnemonic dadakannya. Langsung saja saya oper kelas itu ke Tika. Saya kembali ke meja guru dan bersama Nanda melengkapi yang kurang. Bahkan, ketika ada informasi yang tidak tersedia di buku paket yang diberikan oleh guru, browser BlackBerry menjadi perangkat yang sangat membantu. Langsung aja berselancar untuk bertemu dan bertanya kepada mbah Google. Fiuuhh... akhirnya semua sel dalam tabel yang dibuat terisi sudah. And... this is it! Cerdas cermat dadakan ala chef PM queens and king! :D
Apa pun, pengalaman ngajar ini tentu penting banget buat kita para PM. Ada beberapa alasan. Pertama, ini membiasakan kita dengan dunia anak-anak, utamanya dunia SD. Dari situ, kita bisa menyiapkan psikologis kita sehingga memiliki cukup empati terhadap dunia anak-anak. Termasuk adalah empati untuk merasakan bagaimana suasana hati para peserta didik ini. Kedua, ia membiasakan kita juga untuk membuat RPP which is itu adalah hal yang membedakan kita dengan para guru yang lain kelak. Kalo sholat adalah pembeda yang muslim dan non-muslim (a.k.a. “kafir”), maka RPP adalah pembeda antara guru konvensional dengan para PM. Dan terakhir, praktik mengajar ini juga membantu kita terbiasa dengan segala dinamika dan kondisi-kondisi tiba-tiba yang bisa muncul kapan saja saat akan, sedang, ataupun setelah mengajar. Pokoknya, pengalaman ngajar ini semakin menumbuhkan kepercayaan diri kami para PM. Insya Allah...
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda