info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

The Troops (Kelas 4)

Raisa Annisa 2 Desember 2011

 

Saya tidak mengkhawatirkan semangat anak-anak dalam belajar, walaupun mereka sering mengeluh dan berkata “wealah buk buk, angel iki buk” (yaampun bu, susah ini). Saya selalu berusaha meyakinkan mereka untuk bisa mengerjakan. Untuk tidak menyerah sebelum mencoba. Saya suruh mereka angkat pulpen dengan tangan kanan tinggi-tinggi dan berkata “Aku pasti bisa”. Juga dalam memberikan nilai, saya berusaha untuk fair. Jika mereka pantas mendapat nilai bagus, akan saya berikan, juga jika mereka belum paham, saya akan beri nilai sesuai kemampuan mereka, tapi tak lupa saya selipkan smiley senyum Jagar mereka tetap bersemangat.

 

Ditengah hampir penghujung semester ini, saya mendapatkan amanah untuk sementara mengajarkan kelas 4. Wali kelas 4 ibu Hevi sedang cuti sehabis melahirkan, jadi saya diminta Pak Pitoyo (Kepala Sekolah) untuk menggantikan. Selain itu, saya juga mengajar bahasa inggris dan penjaskes kelas 3 dan 4. Hal ini dikarenakan tidak ada guru penjaskes di SD saya. Awalnya saya merasa berat, namun proses belajar untuk bisa mengerjakannya tidak terhenti. Anak-anak saya ajarkan pemanasan terlebih dahulu, untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya saya akan berikan materi olahraga selain bal-balan (sepakbola) dan kasti.

 

Tentang Kelas 4

Berbeda sekali dengan PPM dahulu. Meskipun di desa pancawati, anak-anak disana relatif lebih nurut dan lebih sopan terhadap guru. Saya cukup kaget, awalnya anak-anak disini berinisiatif sangat tinggi. Ketika saya membawa benda yang tidak mereka kenal (misal bahan ajar atau alat peraga), mereka tidak ragu memegangnya tanpa meminta izin. Budaya cium tangan juga nampaknya kurang digiatkan disini. Itu pula yang terjadi di kelas 4.

 

Kelas 4 terdiri dari 12 orang. Beragam umur ada di kelas ini. Dua suku yang ada di kelas ini, adalah jawa dan sunda. Tidak ada orang lampung. Mereka pun belajar bahasa lampung, sekedar memenuhi tuntutan kurikulum. Bahasa yang dipakai di kelas juga terkadang bahasa jawa, saya masih berusaha mengerti dan bisa menjawab mereka. Namun, saya juga terus membiasakan bahasa indonesia kepada mereka. Tingkat kehadiran mereka cukup baik. Jika ada yang tidak berangkat, mereka biasanya kasih surat. Biasanya mereka ikut orang tua untuk menimbang karet, pergi ke ladang atau mencari kayu.

 

Dari blog seorang PM 1 saya pernah membaca bahwa Pak Arif Rahman berpesan “Jangan pernah jatuh cinta ketika mengajar”., dan ternyata benar saja, menahan perasaan untuk tidak jatuh cinta pada murid yang memiliki keistimewaan tertentu tidaklah mudah. Agar tidak jadi pilih kasih dan menimbulkan keirian pada murid yang lain.

 

Di kelas 4 ini ada beberapa orang yang menarik perhatian saya, untuk perempuan Meli. Ia anak yang pandai. Meskipun rumahnya jauh, ia selalu bersemangat ke sekolah. Ia pun sudah lancar membaca dan cepat sekali menangkap materi. Cita-citanya menjadi guru. Ada juga Eli, ia laki-laki. Nama lengkapnya Saeli. Saya menobatkan ia menjadi kapten kelas, karena ia paling sulit diatur. Namun ia sangat cepat menangkap materi terutama matematika. Hapalan perkaliannya juga bagus. Ia selalu cekatan jika diberi soal. Sayangnya, ia termasuk anak yang “ringan tangan”, ia sering sekali memukul teman-temannya tanpa pandang bulu laki-laki maupun perempuan. Maka dari itu, saya nobatkan dia sebagai kapten. Saya amanahkan ia untuk menjaga ketertiban kelas, dan berjanji untuk tidak nakal. Anak-anak pun begitu antusias. Saya harap ini akan bertahan lama.

Selain Meli dan Eli, ada juga Erik. Dia anak laki-laki dengan banyak saudara. Di SD saya, ia bersama kedua adiknya yang di kelas 3 dan 2. Mereka bertiga tinggal di tempat yang cukup jauh dari sekolah. Dengan medan yang naik turun, terkadang mereka berangkat pukul 6 pagi untuk mencapai sekolah tepat waktu. Erik tidak membawa tas ketika ke sekolah. Namun itu bukanlah penghalang. Erik memang tidak menjadi ranking 1 di kelas tetapi ia cepat menangkap pelajaran, terutama matematika. Kemampuan hitungnya diatas rata-rata. Perkalian dan penjumlahan bisa ia kerjakan dengan cepat. Ia juga kakak yang baik. Sering kali adiknya menghampirinya ketika istirahat. Mereka tidak diberi banyak uang jajan, namun mereka selalu bersyukur. Ketika pelajaran menggambar, kadang Erik dan salah satu adiknya menggunakan pulas (pensil warna) secara bergantian, kebetulan kelas hanya disekat dengan rotan. Begitulah sebagian kecil kisah tentang murid saya. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua