info@indonesiamengajar.org (021) 7221570

Setahun mengajar dan belajar, semoga seumur hidup menginspirasi dan terinspirasi.

Rahmat Andika 27 Oktober 2011

Menghitung hari. Tidak sampai sebulan lagi saya akan pergi meninggalkan Desa Pelita tempat saya bertugas setahun ini. Sekali lagi, waktu rasanya cepat sekali berlalu. Membuat saya banyak berpikir kembali tentang masa lalu dan rencana ke depan.

Mengenai tugas saya disini, jika ditanya puas atau tidak dengan hasil satu tahun yang saya jalani, jawabannya adalah tidak. Seandainya bisa diulang, tentu banyak hal yang akan saya evaluasi supaya memberikan hasil yang lebih baik. Tapi saya sadar, this is how it works. Dari apa yang saya jalani lah saya bisa belajar banyak hal sehingga sampai di titik ini sekarang saya menjadi sedikit lebih tahu dan bisa mengevaluasi sendiri keberjalanan satu tahun ini. melalui entry ini, saya akan menceritakan tentang dimensi program yang ditugaskan kepada saya.

Dalam hal kurikulum, sekarang di SDN Ambatu/Pelita sudah terjadi peningkatan dalam hal kegiatan pembelajaran. 3 bulan terakhir, semua rekan guru SD sudah membuat RPP mingguan. Sebelum itu terjadi, saya melaksanakan pelatihan di sekolah mengenai paket instrumen pembelajaran yang saya susun sendiri. Saya susun sedemikian rupa sehingga sangat sederhana tapi dengan tetap memperhatikan substansi-substansi perangkat pembelajaran. Sejak awal saya disini, RPP tidak pernah berhasil di buat. Kendalanya menurut saya adalah kurangnya kompetensi, ketidak biasaan, dan kurangnya motivasi eksternal (pengawasan). Namun sekarang, rekan-rekan saya sesama guru sudah mulai terbiasa melakukannya karena sangat sederhana. Mereka juga mulai merasakan manfaat RPP dan perencanaan lain yang mereka buat sehingga pembiasaan yang saya dorong terdukung dengan baik.

Dalam hal metode mengajar, setahun ini saya mencoba sekuat tenaga memberikan contoh metode mengajar yang berbeda sekali dengan kebiasaan yang sudah ada. Lagi-lagi karena kurangnya pembinaan dan pengawasan, keterbatasan kemampuan guru-guru yang ada membuat kekerasan kadang masih jadi metode mengajar disini. sekitar 5 bulan yang lalu, sempat ada kondisi yang kurang mengenakkan karena ada orang-orang yang mulai mambanding-bandingkan cara mengajar saya dengan guru-guru yang lain. Saya pikir bila kondisi itu bisa dijaga dengan konstruktif, malah akan bisa berdampak baik untuk kemajuan guru-guru di desa Pelita. Sekarang, perlahan-lahan beberapa guru mulai meninggalkan rotannya di ruang guru, metode pengondisian kelas yang biasa saya gunakan mulai ditiru. Rekan-rekan saya sesama guru mulai memahami konsep belajar kreatif dan menyenangkan. Apel pagi yang mereka pimpin mulai diisi dengan bernyanyi bersama dan senam-senam kecil yang menyenangkan juga. Untuk selanjutnya, saya pikir bisa diadakan pelatihan khusus mengenai metode mengajar kreatif yang bisa difasilitasi langsung oleh profesional dalam bidangnya.

Ekstra kurikuler. Sampai akhir tahun masa tugas saya di Desa Pelita, belum ada ekstra kurikuler yang dilaksanakan di SDN Ambatu/Pelita. Kendalanya, sulit menemukan waktu diluar hari minggu karena setiap pulang sekolah anak-anak langsung masuk sekolah madrasah disambung dengan mengaji di rumah-rumah ustad. Sementara hari minggu selalu ada latihan Upacara yang sejak tahun lalu mulai dirutinkan. Jika dilihat dari bentuknya, latihan Upacara saya pikir tidak bisa dijadikan satu bentuk ekstra kurikuler karena hanya melibatkan kelas 5 dan kelas 6. Tapi dari sisi kegiatan kepemimpinan, latihan rutin itu saya pikir bisa mem-back up sedikit peran ekstra kurikuler di SDN Ambatu/Pelita.

Pembelajaran masyarakat. Dalam bidang ini, dalam setahun kebelakang saya sudah melakukan beberapa kegiatan formal maupun non-formal. Semeseter lalu saya membantu mengajar tambahan Bahasa Inggris di SMP. Selain itu pelatihan dasar komputer juga pernah dilaksanakan dan sudah melibatkan lebih dari 60 orang siswa SMP dan SMA yang dilakukan bergantian sepanjang 7 bulan pertama saya di Pelita. Bulan lalu saya juga mengadakan pelatihan manajemen organisasi untuk siswa SMA.

Di Pelita, saya dipercaya sebagai salah satu dewan pembina organisasi Pemuda Pelita bersama kepala Desa dan beberapa tokoh masyarakat. Setelah pemilihan ketua pemuda baru 3 bulan yang lalu, saya terus mencoba memberikan pengaruh untuk mengubah cara pandang kegiatan pemuda yang biasanya berorientasi pada kegiatan hiburan.

Saya juga banyak mencaoba memberi masukan pada Panitia Pembangunan Masjid yang baru beberapa bulan dibentuk untuk merenovasi besar-besaran masjid di Desa Pelita. di daerah terpencil seperti pelita yang sebagian besar masyarakatnya besar di sini, kemampuan menyelesaikan masalah dengan baik menurut saya masih rendah. Keterpencilan membuat cara berpikir cenderung sempit. Dalam pembangunan masjid ini, saya mencoba memberikan masukan-masukan untuk terlaksananya pembangunan masjid yang terbuka dan terselesaikannya konflik-konflik yang biasanya bersifat personal di dalam masyarakat.

Yang saya syukuri adalah penerimaan masyarakat disini yang sangat baik terhadap saya, sehingga saya menjadi mampu untuk terlibat dan memberikan pengaruh-pengaruh dalam hal-hal yang bersifat urusan Internal desa. Kedekatan ini tanpa sadar saya bangun perlahan sejak awal sampai di Pelita. ini yang saya pikir perlu dijaga dalam sebuah intervensi: keberterimaan.

Dalam bidang advokasi pendidikan, berbagai kegiatan tingkat kabupaten sudah pernah kami (PM Halsel) laksanakan. Selama setahun ini, interaksi dengan pemegang kebijakan dan pelaksana di tingkat Kabupaten sudah sangat intens. Namun memang hasilnya masih jauh dari ideal. Karena, sama seperti tantangan di semua sudut republik ini, tidak sehatnya birokrasi dan lemahnya kepemimpinan menjadi ganjalan dalam perbaikan-perbaikan progresif Negri ini.

Di Desa, advokasi pendidikan saya terjemahkan dalam interaksi dengan masyarakat terutama orang tua murid. Setahun mengajar di SDN Ambatu/Pelita berhasil membuat pandangan baru masyarakat tentang cara mengajar “guru baru”. Mengenai kebiasaan-kebiasaan yang saya lihat kurang baik di Desa Pelita seperti kekerasan (fisik maupun lisan), kebiasaan belajar, dsb, saya kampanyekan dengan cukup konsisten satu tahun ini. Perubahan cara pandang orang tua bisa saya nilai dari perubahan cara pengawasan mereka terhadap anak-anak mereka terutama anak-anak kelas yang saya ajar.

***

Banyak sekali rasanya yang masih ingin saya lakukan. Tapi waktu saya terbatas. Sekarang saatnya saya menyiapkan pergantian yang baik dengan pangganti saya di Pelita supaya perubahan yang terjadi bisa berlanjut.

Tinggal beberapa hari di Pelita tidak bisa tidak membuat saya menjadi emosional. Setiap kali terbayang saya akan meninggalkan anak-anak, dan mambayangkan saya bertemu dengan mereka lagi beberapa tahun yang akan datang, saya penasaran, “sudah seperti apa mereka?”, selalu rasanya dada ini sesak. Di kelas, melihat mereka belajar dari apa yang saya jelaskan dan diskusikan, juga membuat dada sesak. Di luar sekolah, mendengar ada anak-anak yang mengutip pesan saya tentang harus menyayangi orang lain apapun agamanya, juga membuat dada sesak. Mendengar mereka ingin suatu saat sekolah di bandung supaya bisa bertemu dengan saya, juga membuat dada sesak. Sesak seperti ada yang penuh dan ingin ditumpahkan. Perasaan bercampur aduk seperti saat saya baru sampai dan melihat keadaan di Pelita. Bahwa anak-anak kecil yang tidak berbeda dengan saya dulu kurang mendapat kesempatan disini. Ketidak adailan yang mereka dapatkan tanpa mereka bisa pilih sebelum mereka lahir. Ketidak adilan yang belum bisa diperbaiki oleh Negara ini, termasuk oleh saya di dalamnya. Dosa kolektif ini suatu saat harus kita akhiri.

Beberapa hari ini saya tidak kuat untuk tidak menangis sehabis sembahyang maghrib di mesjid. Itu juga mungkin yang membuat record kesehatan saya selama setahun ini dirusak oleh flu dan demam 2 hari ini.

Minggu lalu pada pelajaran bahasa Indonesia membuat puisi, Barto, murid saya kelas 5, membuat sebuah puisi yang menurut saya sangat jujur dan menggambarkan kebingungannya sebagai seorang anak kecil yang polos :

Aku.. selalu berbuat baik..

Mendengarkan pak guru..menyayangi teman..

Tapi kenapa ada orang yang berbuat jahat..?

Kenapa dia tidak mendengarkan pak guru..?

Barto, anak sekecil itu, mengingatkan saya arti pentingnya pendidikan di Negeri ini.

Semoga Tuhan menjaga anak-anak di Desa Pelita dan dimana pun di Bumi ini. Menjaga hati mereka agar berani bermimpi, dan berani mengejarnya.

Terimakasih Pelita..


Cerita Lainnya

Lihat Semua