Rumah itu adalah INDONESIA MENGAJAR

Hasan Asyari 25 Oktober 2011

Rumah itu adalah INDONESIA MENGAJAR

Seperti hari-hari biasa sebagai Pengajar Muda, aku  menjalankan aktivitas baik di rumah, di sekolah, maupun lingkungan masyarakat harus penuh semangat dan keceriaan.

Hari ini sebenernya jadwalku agak crowded karena harus menyiapkan materi untuk pelajaran besok pagi sama materi pramuka ditambah ekstrakurikuler English Club. Belum lagi anak-anak sore les di rumah, kebetulan rumah pertama (Mbah Poniran) aku letaknya di tengah-tengah dekat dengan SDN 01 dan SDN 03 Sukajaya, jadi kalau waktunya sore sepulang anak-anak mengaji,  gak kurang dari belasan anak belajar dan bermain di rumah, jadi suasana rumah selalu rame penuh tawa dan canda.

Terus terang pada bulan ke-5 di sini aku sempat merasakan kejenuhan dan kebosanan yang luar biasa karena hampir setiap hari menjalankan aktivitas dan rutinitas yang sama: sekolah, rumah, les, ekskul, kumpul-kumpul, tidur, sekolah lagi dan begitu seterusnya. Apalagi di sini kalau sudah masuk waktu maghrib, setiap orang sudah bergegas masuk ke rumah masing-masing, mereka memilih menonton TV di rumah daripada keluyuran di luar.

Memang jika dibandingkan dengan desa temanku, Riza sama Rusdi, desaku termasuk rame, masih ada beberapa sepeda motor yang berlalu lalang, atau beberapa kelompok warga masyarakat yang kumpul-kumpul di teras rumah, atau anak-anak muda yang nongkrong plus motornya di perempatan jalan kampung, jadi gak sepi-sepi amat. Kata mbah aku, sebelum masuk listrik (PLN), setiap habis maghrib sampai malam desa ini selalu rame, karena tidak ada hiburan di rumah, mereka memilih untuk berkumpul di salah satu rumah untuk mengobrol, bermain kartu, becanda sehingga suasana malam terasa lebih “ hidup “.

Akan tetapi, setelah masuk listrik setahun terakhir ini dengan perkembangan ekonomi yang cukup baik hasil dari perkebunan karet, orang-orang memilih untuk berdiam dan beristirahat di rumah sambil menonton TV.  Kalau  habis shalat maghrib, aku selalu menyempatkan untuk duduk di teras rumah sama mbah, sambil melihat-lihat suasana malam di sini, dalam hati “kok sepi ya...pada kemana orang-orang?”. Kalau sudah sepi dan sunyi seperti itu, aku kembali teringat dan merindukan suasana malam di Jakarta, Depok,  dan Bogor yang selalu ramai hingga larut.

Saking sepinya kadang susah kalau pengen ngobrol atau bercengkrama dengan teman sebaya, maklum warga di sini lebih banyak orang tua. Dalam kumpulan orang tua aku cukup menjadi pendengar yang baik dengan logat khas Jawa, sambil mengepulkan asap rokok, dan sesekali aku menimpali obrolan mereka. Jika aku lagi pengen ngobrol sama kaum mudanya yang sebaya, aku harus bertandang ke rumahnya sekedar untuk sharing, berbagi cerita dan pengalaman sambil menunggu malam agar aku lekas tidur. Sore kalau anak-anak tidak les di rumah, biasanya untuk menghilangkan dan membuang rasa penat dan jenuh, aku bermain ke lapangan desa ditemani anak-anak untuk menonton pertandingan sepak bola atau bola voli karena memang cuma itu hiburan out door-nya.  Aku berusaha menikmati apa pun yang ada di depan mata, walaupun terkadang terasa “hambar” dan membelenggu ekspresi jiwa.

Terpisah dari keluarga, kerabat, dan orang-orang tercinta, jauh dari gemerlap ibu kota, serta menanggalkan semua kenikmatan “duniawi”, hanya sepi sunyi yang setia menemani setiap malam. Di kala merenung terkadang aku juga merasa iri sama teman-temanku yang sudah “enak” bekerja di perusahaan bonafit atau temanku yang melanjutkan studinya di luar negeri. Akan tetapi, semua itu tak jadi soal, “this is no problem!”. Satu-satunya yang membuat aku bertahan di sini adalah:  ingin melihat senyum bahagia ibu, keluarga, dan anak-anak di sini, serta keluarga dan sahabat Macan TBB yang selalu men-support dan care. Kini aku mulai melepas “ jubah” sepi-sunyi yang membelenggu, aku merasa tidak sendiri lagi karena ada Sang Maha Rahman dan untaian doa mereka.

Seberat apa pun bebannya, sebesar apa pun tantangannya (minumnya teh botol....hehe) demi senyum bahagia mereka dan meraih ridho-Mu aku ikhlas menjalani ini semua. Aku tak pernah menyesali apalagi mengutuki diri saat mengambil keputusan ini: berdedikasi bersama Indonesia Mengajar untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan mencerdaskan kehidupan anak bangsa. Bagi aku ini adalah the best decision, aku mengenal pahlawan-pahlawan muda yang memiliki visi dan misi mulia, mengenal masyarakat lebih dekat, akrab dengan dunia anak-anak untuk mewujudkan mimpi mereka, dan semakin mengenal makna dan hakikat hidup. Sekali lagi aku tak akan menyesali keputusan untuk berada di sini, di sebuah rumah bernama  Indonesia Mengajar.


Cerita Lainnya

Lihat Semua