info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Laut Kami Yang Hijau

Raden Roro Cahya Wulandari 9 Desember 2011

Pertanyaan dari bapak  guru siang ini di sekolah: “Apa warna laut?”, yang dengan penuh keyakinan aku jawab dengan: “Hijau!”. Sebuah jawaban yang aku sesali kemudian. Seharusnya aku diam saja. Seharusnya aku tak usah bersuara. Akhirnya aku jadi kena pukul lagi.

“Biru! Warna air laut itu biru!” seru Pak Guru sambil memukulkan rotan panjangnya ke kedua telapak tanganku. Aku meringis kesakitan. Diam-diam aku melirik ke luar kelas. Ku lihat hamparan air laut. Kupandangi baik-baik dan semua tampak bewarna hijau bagiku. Hijau jernih. Apakah aku salah? Mungkin warna yang kukiran hijau sebenarnya adalah biru?

 

Aku meringis kesakitan. Berlari ke luar saat lonceng pulang sekolah sudah berbunyi. Berlari sekuat-kuatnya menuju air laut. Kutumpahkan semua kekesalanku di atas pasir.

Aku kesal pada diriku yang bodoh. Aku kesal pada diriku yang tak bisa membedakan warna. Aku kesal karena kaku tidak pintar-pintar padahal aku sudah sekolah setiap hari. Aku kesal. Kesal sekali.

Di tengah kekesalanku, ibu aneh itu datang lagi. Dia sedang sibuk memotret pemandangan laut. Dia mendekat ke arah ku dan berkata ramah:

“wah, laut nya indah sekali ya... warnanya hijau muda. Jernih sekali ... “

Aku bergeming. “warnanya apa ibu?” aku memberanikan diri bertanya.

“hijau... tandanya belum banyak polusi, Lumba. Hijau dan jernih, sampai kita bisa melihat apa yang ada di dalam lautan ini. Bagus sekali” jawab perempuan itu.

“Hijau? Bukan biru?” tanya ku lagi setengah tidak percaya pada yang aku dengar.

“Iya, hijau. Memang ada bagian yang biru. Tapi sekarang warna air nya sedang hijau jernih. Kenapa kau tanya begitu?”.

Mendengar jawaban itu aku begitu senang. Ternyata aku masih bisa membedakan warna. Ternyata memang laut kami bewarna hijau, meski juga ada yang biru. Ternayata aku tidak bodoh-bodoh amat. “terimakasih ibu. Laut kami memang warna nya hijau!” ujar ku sambil tersenyum kegirangan lalu berlarian kecil pergi menjauh. Ibu itu memandangku heran, tapi tak cukup cepat untuk bertanya kenapa karena aku keburu hilang di balik pepohonan kelapa.


Cerita Lainnya

Lihat Semua