Hari pertama mengajar

Raden Roro Cahya Wulandari 24 Juli 2011
Jam tujuh kurang lima menit, anak-anak sudah berbaris di tanjakan menuju sekolah. Semangat mereka boleh jadi penanda yang bagus untuk hari ini. Jumat adalah hari pertama. Sekolah usai pukul 11.30 untuk kelas 3 dan 11.45 untuk kelas 4. Pada dasarnya aku mengajar dua kelas dalam waktu yang bersamaan. Kelas tiga dan kelas empat hanya dipisahkan dengan sekat tak seberapa tinggi. Apabila aku hendak mengajar kelas tiga, hanya perlu bergeser sedikit saja dari kelas empat. Sungguh menguras tenaga. Tapi beginilah. Kursi kurang, pena dan pensil beberapa murid tak ada. Buku kosong pun mereka ada yang tak bawa. Maka saat istirahat aku berinisiatif bertanya pada satu-satunya rekan guruku di SD Inpres Urat, Pak Kei. “Pak, apakah anak-anak dapat jatah buku, pensil, dan pena dari sekolah?” Bapak itu sedikit kaku menjawab “Dapat, Bu. Tapi pena tidak ada”. Lalu ku berjalan ke lemari, ku buka, dan disana ada pena faster empat kotak. Aku menghela nafas. Dengan tetap meminta izin, aku berkata lagi “Bapak, ini masih ada empat kotak pena, bolehkan saya minta enam pena untuk murid kelas 3 dan 4? Juga buku kosong dan tiga pensil?” IA menoleh, lalu menjawab “Oh, masih ada. Iya silahkan”. Maka begitulah, anak-anak yang tadinya aku pinjami pena dan kertas HVS aku berikan pena dan buku kosong baru seusai istirahat. Hmm ... sungguh bukan salah Pak Kei karena tidak mengetahui ada sisa pena yang masih tertringgal di lemari mengingat kondisi lemari tersebut. Ampuh deh bagi siapapun yang bisa tahan mencium aroma kecoa dan buku-buku lama dari dalam lemari. Dan for your information, Pak Kei adalah satu-satunya guru yang mengajar full di sekolah. Sesuai aturan jadwal. Dan apabila aku tidak ada, Pak Kei lah yang akan mengajar kelas 1 sampai 6. Sendirian.

Cerita Lainnya

Lihat Semua