Catatan dari Papua (2): Agenda Tua Bapak Mantri

Raden Roro Cahya Wulandari 24 Juli 2011
Warnanya biru tua, tergeletak di kolong lemari pakaian usang. AGENDA 707, begitu judulnya. Pada bagian bawahnya tertulis dengan tinta yang sudah mulai pudar termakan masa:  Insani Rengen. Terdorong rasa penasaran, lembaran demi lembaran aku buka ... Rabu, 23-11-05: ada seorang ibu yang nama itu ibu sekretaris desa pernah buang bahasa buat saya, yaitu: lebih baik satu tahun selesai baru kau naik tugas supaya kita cari mantri baru untuk ganti kau. Kamis, 24-11-05: ada seorang lelaki yang buang bahasa sama saya, yaitu: lebih baik satu tahun selesai baru kamu naik tugas, dan sampai di dalam beberapa hari itu ada yang meninggal kau tetap dapat pukul. Demikian salinan tulisan mantri di desa Urat enam tahun lalu. Aku tulis apa adanya tanpa suntingan. Menurut Kak Eka, itu bahasa Ambon karena memang Insani Rengen adalah orang Ambon. Ia dulu mantri di Urat yang kini pindah ke Kramomongga, di bagian teluk Fak-Fak. Ia juga ternyata adalah suami dari kakak perempuan Kak Eka. Satu-satunya mantri yang bertahan paling lama di Urat. Sisanya jangan ditanya; minta pindah tugas, pulang ke kota (disebut juga “naik”, istilah orang sini) dan tak kembali, atau kabur tanpa kabar. Begitulah, hingga kini Puskesmas Urat sepi tak berpenghuni. Kata Kak Eka, tak ada mantri yang tahan kerja lama disini karena masyarakatnya mudah bergunjing dan memukul apabila ada keluarga yang sakit atau meninggal. Masyarakat rupanya tak puas dengan kerja mantri, dan menyalahkan mantri apabila penyakit sanak saudaranya tidak pulih. Ini juga terjadi karena kebanyakan masyarakat tidak lanjut sekolah tamat sekolah dasar. Pun jika lanjut, tak ada yang kembali untuk membangun desa. Saya terdiam mendengar cerita Kak Eka. Sambil membawa agenda tua bapak mantri, saya pamit ke dalam kamar. Artinya, saya harus siap dengan kondisi masyarakat ini. Mungkin saya belum mengalami seperti apa yang Bapak mantri rasakan, tapi suatu saat saya akan mengalaminya. Suatu saat bisa jadi tak semua tulus dan terbuka. Suatu saat bisa jadi Hujatan dan Pertentangan dari masyarakat ada, saya pun tak akan berhenti. Akan saya curi semangat Bapak mantri yang tetap memilih menjadi mantri terlama di sini. Ya, saya akan selesaikan tugas satu tahun mengajar di sini.

Cerita Lainnya

Lihat Semua