Terima Kasih Para Jagoan Danau Gerak
Prawinda Putri A 15 September 2014“Jagoan Danau Gerak”. Itulah panggilan saya untuk murid-murid di sekolah. Danau Gerak sendiri adalah nama dusun tempat saya bertugas. Dusun paling ujung di lereng bukit barisan. Lucunya, meskipun bernama Danau Gerak, tapi sama sekali tidak ada Danau di dusun ini. Ada juga tebat atau bahasa gaulnya empang untuk mancing dan mandi.
Kenapa aku memanggil mereka jagoan? Karena mereka sungguh luar biasa. Terlalu luar biasa hingga hampir membuat Ibu Gurunya jantungan. Pernah suatu hari mereka mengajak saya ke tempat ayunan. “Ayo bu ke ayunan di dusun ulu. Seru bu!!!” ajak mereka tidak sabaran.
“Baik kita kesana. Tapi tempatnya aman tidak?” saya mencoba memastikan.
“Aman bu!!! Aman!! Rata cak tanah di sekolah lah...” ujar mereka. Dan.... saya pun termakan oleh rayuan mereka.
Ternyata yang mereka maksud ayunan adalah pohon yang sangat besar dengan sulur-sulur yang panjang. Sulur tersebut-lah yang mereka gunakan untuk ayunan. Sementara..... di bawah sudah jurang!!!
Jantungan? Saya sudah duluan.
“Ilsaaaaaannn!!! Pastikan aman yaaa!!! Oldiiiii.... Jangan manjat terlalu tinggi” Saya tidak berhenti berteriak melihat tingkah mereka. Sedangkan mereka hanya tertawa renyah dan berteriak-teriak kesenangan layaknya menaiki wahana di dufan.
“Dikde buk...Dikde.. (nggak apa-apa kok bu)” ujar Oldi sambil terus memanjat ke pucuk pohon sampai saya tidak dapat melihat batang hidungnya lagi.
Terkadang juga di hari Minggu anak-anak mengajak saya mandi di sungai enim. Sungai disini airnya masih jernih dan dapat langsung di minum. Tapi kalau sudah sampai di kota.... jangan tanya lagi rupa air sungai itu seperti apa. Setelah mandi di sungai, mereka suka mengajak bermain ke kebun kopi dan memanjat buah limau (jeruk).
“Ayo manjat juga bu!” ajak mereka. Saya hanya nyengir sambil menunggu mereka melempar limau yang sudah masak kepada saya.
Sedangkan di sore hari, Raka yang merupakan keponakan angkat saya suka mengajak mencari itik di sawah. Kecepatan berjalan Raka dengan kecepatan saya tentulah berbeda. Selama di kota saya sama sekali tidak pernah berjalan-jalan di pematang sawah.
“Gacanglah Tante!!! (Cepatlah tante)” seru Raka tidak sabaran ketika mulai mendengar suara itiknya di sawah orang. Sementara saya masih terseok-seok karena kaki kanan tercebur di siring (saluran air).
Kehebatan dan keberanian mereka memang jauh melebihi saya. Pernah di suatu hari Ibu saya yang merupakan Bidan Desa harus merujuk pasien ke Kabupaten karena lukanya terlalu parah. Pasiennya adalah murid saya sendiri di kelas 2 yang bernama Yulita. Bagian vital Yulita terluka cukup dalam ketika dia memanjat pagar bambu di belakang rumahnya. Tentu saja kejadian ini membuat saya esok pagi memberikan pesan kepada anak-anak kelas 6 yang akan ujian supaya mereka lebih berhati-hati dan menjaga keselamatan ketika bermain.
Ketika Ibu dan adik saya pergi merujuk pasien, saya sendirian menjaga rumah, dimana rumah saya cukup jauh dari keramaian dusun dan berada di ujung. Tiga orang murid saya yaitu Liza, Yunita, dan Indah bersedia tandang (bermalam) dengan saya. Sialnya, sore itu turbin mati. Di dusun terdapat sekitar sembilan turbin dan satu turbin mampu menerangi 12 hingga 15 rumah.
“Masih galak (mau) tandang? Tapi di rumah ibu dek biye (Tidak ada) lampu.” Ujar saya.
“Nggak apa-apa bu. Sama belur (senter) dan lampu minyak saja” ujar mereka bersemangat.
Saya sebenarnya sudah berniat tandang di rumah Raka saja yang berlampu dan juga ramai. Namun melihat semangat mereka ingin bermalam bersama saya, saya jadi tidak tega. Jadilah kami para gadis-gadis berempat harus masak gelap gulita hanya dengan bantuan satu senter dan satu lampu minyak. Mereka sama sekali tidak takut atau mengeluh. Justru sebaliknya, sibuk membantu saya menggoreng telor dan menanak nasi. Untung saja kesialan tidak berlangsung lama, tepat setelah sholat maghrib dan masak, lampu sudah menyala. Sepertinya turbin sudah dapat diperbaiki.
Saat itulah saya merasa bersyukur memiliki para jagoan cilik ini. Dimana tangan mereka selalu terulur ketika Ibu Gurunya memerlukan bantuan. Saya akui walaupun usia mereka masih belia, tapi mereka memiliki keberanian yang jauh melebihi saya. Terima kasih banyak jagoanku J
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda