Mengejar Sinyal Internet 2G

Muhammad Ihsan Nugraha 16 September 2014

Malam minggu di Selimbau

Tidak biasanya aku bepergian jauh sebelum sebulan berada di desa. Minggu lalu, tanggal 7 September baru saja aku kembali ke desa setelah menghabiskan waktu 2 minggu di Putussibau untuk mengurusi kegiatan yang ada di kabupaten. Sekarang, tanggal 13 September, guruku memintaku untuk menemaninya ke Selimbau demi mengejar deadline pengisian data sekolah yang semuanya harus dilakukan menggunakan koneksi internet. Guruku mendapat informasi bahwa data sekolah harus masuk tanggal 20 September.

Tepat 3 bulan yang lalu, aku dan 9 kawanku mendapatkan amanah untuk bertugas di Kabupaten Kapuas Hulu. Desa kami terpencar berjauhan yang hampir semuanya mengalami keterbatasan listrik dan sinyal. Desaku berada jauh di ujung perbatasan Kalimantan dan Malaysia yang berada di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum. Desa Semalah menjadi salah satu tempat tugas Indonesia Mengajar memang tepat sasaran karena di desaku ini semuanya serba keterbatasan, terutama akses informasi. Sulitnya informasi membuat warga desa selalu ketinggalan mendapatkan informasi dari luar desa. Itu yang sekarang aku dan guruku rasakan. Setiap bulan, aku mengagendakan keluar desa untuk berkoordinasi dengan kawan-kawan Pengajar Muda lainnya di kabupaten. Selama aku di kabupaten, aku mencari informasi-informasi terbaru yang berkaitan dengan sekolah dan desa untuk nantinya aku bawa ke desa. Keberadaan Pengajar Muda di desa pedalaman sangat berpengaruh besar terhadap kemajuan sekolah, bukan hanya dalam pengajaran, tetapi juga dalam mengurangi gap informasi yang dirasakan warga.

***

13 September

Tepat pukul 12.00, setelah shalat Dhuhur kami berangkat ke Selimbau untuk mendapatkan koneksi internet yang paling memadai dengan mengandalkan jaringan dari tower yang dipasang oleh salah satu operator besar di Indonesia. Sebenarnya, minggu lalu aku baru saja bermalam di Selimbau sebelum melanjutkan perjalanan ke Desa Semalah. HP yang aku gunakan untuk mencari jaringan internet hanya mampu mendapatkan jaringan Edge (2G) dengan kecepatan download 0.06 Mbps dan upload 0.08 Mbps. Dari keterangan warga desaku, di daerah sekitar Danau Sentarum hanya ada 3 titik sinyal internet, yaitu di Kecamatan Lanjak, Kecamatan Selimbau, dan Desa Vega. Jika diukur dengan jarak, desaku lebih dekat dengan Kecamatan Lanjak sekitar 2-2,5 jam perjalanan atau hanya menghabiskan 25 liter bensin (11.000/liter) untuk pulang pergi dan internetnya pun lebih cepat dari Selimbau karena tidak banyak pengguna. Tapi, musim kemarau panjang menyurutkan air yang ada di Sungai Kapuas sehingga tidak memungkinkan speedboat untuk singgah langsung di Lanjak. Desa Vega juga hampir sama dengan Lanjak, tapi tidak menjadi pilihan terbaik kami karena Vega hanya menggunakan mini tower yang sepertinya tidak begitu cepat koneksi internetnya dan belum ada listrik 24 jam seperti di Selimbau. Untuk kondisi seperti ini, Selimbau menjadi pilihan terbaik guruku untuk mengisi data sekolah walaupun harus mengeluarkan lebih dari 40 liter bensin untuk pulang pergi dan lebih dari 3 jam perjalanan air.

Semua perlengkapanku untuk bermalam 1 hari di rumah keluarga guruku sudah siap di dalam 1 tas besarku. Tidak lupa juga membawa semua gadget dan laptop untuk membantu guruku mengisi data sekolah. Speedboat 15 pk pinjaman yang akan membawa kami melewati besarnya Sungai Kapuas menjadi harapan kami dan 1 warga yang menumpang untuk mengunjungi keluarganya yang sakit di Selimbau. Musim kemarau panjang membuat air di Sungai Kapuas surut dan sulit dilewati oleh speedboat kami. Beberapa kali, mesin diangkat karena menyentuh tanah dari air yang dangkal dan ranting kayu yang tertanam di tanah. Panas matahari Kalimantan bisa mencapai 36O C dan itulah yang menjadi teman kami selama perjalanan. Banyak pengalaman seru yang aku rasakan saat berpetualangan menjelajahi Sungai Kapuas, pengalaman yang sulit didapatkan jika aku tidak menjadi Pengajar Muda. Sepanjang Sungai Kapuas menjadikanku sangat kecil diantara pohon-pohonan yang terbentang dipinggir sungai. Aku merasa berada di tengah kolam air susu coklat dan kadang air Pepsi yang berwarna hitam kemerah-merahan. Air yang dijadikan sumber utama untuk MCK warga di pinggiran Sungai Kapuas.

Perjalanan berakhir pada pukul 15.45, sekitar 3,5 jam dari waktu berangkat. Speedboat 15 pk memang menjadi andalan ketika melakukan perjalanan jauh. Dulu, guruku pernah menggunakan sampan 3.3 pk untuk perjalanan seperti ini dan memakan waktu minimal 7 jam. Semua barang yang kami bawa dipindahkan ke lanting tempat guruku menyimpan badan speedboat dan kami mulai berbagi tugas untuk membawa barang ke atas jalan yang tingginya sekitar 3 m dari tanah. Semua rumah yang aku temui di daerah Sungai Kapuas memang menggunakan rumah yang ditinggikan untuk mengantisipasi air pasang. Setinggi itu saja masih bisa kemasukan air ketika musim hujan besar. Kemarau membuat semua pondasi rumah dan jalan terlihat jelas dan bagiku menjadi pemandangan yang mengagumkan karena tanpa pengetahuan dari sekolah, orang tua dulu bisa membuat arsitektur yang baik untuk pondasi rumah yang hingga sekarang masih tetap kuat menopang banyaknya aktivitas warga setiap hari.

Kami berpisah dengan warga yang ikut bersama ke Selimbau dan melanjutkan perjalanan ke tempat singgah masing-masing. Keramahan orang Melayu sangat jelas terasa dengan seringnya mereka menyapa kami dengan hangat. Guruku mengajakku tinggal di rumah neneknya yang berada cukup dekat dengan kantor UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Selimbau. HP yang sudah kunyalakan sejak berada di Selimbau sudah penuh dengan notifikasi dari beberapa media sosial yang aku pasang di HP. Ratusan notifikasi dari Whatsapp masuk bergantian sambil terus mengunduh gambar yang dikirimkan kawan-kawanku. Untungnya baru seminggu yang lalu aku berpisah dengan internet, bisa dibayangkan berapa notifikasi yang masuk ke HP-ku jika benar-benar berpisah 1-2 bulan. Koneksi yang tidak begitu cepat membuat banyak gambar tidak bisa diunduh semuanya yang mengharuskan aku mengulangnya beberapa kali.

***

Belajar internet

Semangat guruku yang satu ini patut diacungi jompol. Sehari-hari orang memanggilnya Pak Mul, guru lulusan SMA yang sudah bertahun-tahun mengabdi untuk sekolah di Desa Semalah. Berawal dari guru honor, guru kontrak, dan sekarang sudah diangkat menjadi pegawai negeri walaupun gajinya masih belum terlalu besar karena golongannya yang masih rendah. Beberapa waktu lalu, Pak Mul membeli HP Andorid keluaran China yang sengaja dibelinya agar bisa dijadikan modem untuk belajar internet. Hari ini, dengan HP barunya Pak Mul akan belajar banyak mengenai teknologi yang sudah biasa digunakan oleh orang kota. Dengan internet sebenarnya akan mempermudah pemerintah pusat dalam mengumpulkan data dari Sabang sampai Merauke. Tapi, tentunya semua itu bisa berjalan dengan baik jika pelaksana di lapangan diberikan penyetaraan pengetahuan untuk menggunakannya. Aku melihat masih banyak yang kesulitan untuk menggunakan teknologi ini, bukan hanya di desaku, di Kabupaten Kapuas Hulu sendiri pun masih banyak yang tidak bisa mengikuti cepatnya perkembangan teknologi.

Makan malam sudah siap dihidangkan di meja makan. Sempat terkagum-kagum aku dibuatnya, berbeda sekali dengan kondisi di desaku. Di rumah ini juga terdapat banyak lemari dan kaca besar yang memudahkan aku melihat keseluruhan tubuhku, tidak seperti di desa yang hanya bisa melihat kepala. Sungai Kapuas terkenal banyak menghasilkan ikan tawar yang segar dan besar-besar. Namun, kemarau membuat para nelayan susah mendapatkan ikan. Sebagai imbasnya, malam ini kami sekeluarga makan dengan menu nasi putih, mie instan dicampur tahun, dan sayur daun ubi. Makan seadanya namun mengenyangkan untuk modal bekerja untuk mengisi data sekolah setelah ini. Dua laptop sudah menyala di atas meja ruang tamu dan HP kami juga sudah siap dijadikan modem untuk koneksi internet. Pak Mul mulai mengerti cara menggunakan HP barunya untuk modem internet, dimulai dengan registrasi paket internet sesuai kebutuhan dan mengaktifkan fasilitas hotspot di pengaturan HP Androidnya. Laptopnya sudah berhasil terkoneksi dengan wifi HP-nya setelah memasukkan password yang sudah kami atur. Terlihat raut wajahnya yang tersenyum senang karena sudah berhasil menghubungkan internet HPnya dengan laptop yang sedari tadi dia diamkan menunggu pengaturan HP selesai.

“Kerja.. Kerja..”, sahutnya dengan semangat. Mulailah aku mencoba mengakses beberapa website yang digunakan untuk mengaktifkan NUPTK guru. Alamat website yang aku dapatkan ketika minggu lalu berada di kabupaten. Pak Mul pun mulai mencoba membuka browser dan aku memandunya mengetikkan alamat http://padamu.siap.web.id untuk membaca anjuran pemerintah pusat dalam mengaktifkan NUPTK. Kami bekerja di laptop masing-masing, aku mencoba mencari langkah-langkah aktivasi untuk selanjutnya dilanjutkan oleh Pak Mul. Sejenak aku termenung, betapa sulitnya aplikasi ini untuk digunakan. Masih bingung untuk mencari mana yang seharusnya diisi, apa yang harus dibuka, bagaimana cara keluar dari user sebelumnya, dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang perlu ditelusuri benar-benar baru bisa menemukan jawabannya. Teringat kembali, saat di mana aku bekerja di PT Ruma sebelum memutuskan menjadi Pengajar Muda. Sudah 1,5 tahun aku bergelut dengan webite, aplikasi, dan penggunanya. Sebagai Product Owner di PT Ruma, aku sudah terbiasa membuat alur penggunaan aplikasi sebelum nantinya digunakan masyarakat luas. Kini aku merasakan kembali bagaimana aplikasi yang dibuat pemerintah pusat sepertinya ada yang perlu diperbaiki dari kejelasan informasi, tampilan, dan mungkin alur prosesnya yang lebih user friendly bagi seluruh masyarakat Indonesia. Aplikasi yang ada sekarang, nampaknya membuahkan kebingungan bagi guruku, bahkan bagi guru-guru dan dinas di Kabupaten Kapuas Hulu. Kembali aku melihat pekerjaan guruku yang sedang mengisi kuisioner untuk mengaktifkan NUPTK-nya. Aku memberikan beberapa trik menggunakan keyboard untuk mempercepat pengisian. Sekarang yang bisa aku lakukan adalah membuat guruku bisa mandiri mengerjakan semua permintaan pemerintah pusat agar nantinya ketika Pengajar Muda sudah selesai penugasan, guru di desaku sudah lancar mengerjakan laporan sekolah yang menggunakan teknologi.

Malam pun berakhir dengan menyisakan 3 guru yang belum bisa diaktifkan karena guruku tidak ingat dengan password yang tahun lalu pernah dibuat. Beberapa kali dicoba dengan kombinasi nama besar kecil, tidak juga membuahkan hasil yang diharapkan. Pesan kesalahan password di layar laptop berkali-kali dilihat guruku yang sekarang membuatnya kesal. Setelah beberapa saat aku mencari informasi di websitenya, ternyata password guru bisa direset melalui akun operator sekolah. Dan, aku baru mengerti alur dari aplikasinya yang sebenernya masing-masing tingkatan akun saling berkaitan, seperti Dinas Pendidikan berisi data Operator Sekolah dan Operator Sekolah berisi data-data guru. Setelah bertanya sana sini dan terakhir bertanya ke Pengajar Muda sebelumku, tidak ada yang tahu username dan password untuk Operator Sekolah desaku. Lagi-lagi setelah mencari-cari di dalam website, ada informasi yang menganjurkan sekolah bertanya ke Dinas Pendidikan di kabupaten untuk mengetahui username dan password. Pagi hari guruku berencana menghubungi Pak Keceng, pegawai dinas yang mengurusi masalah pendataan sekolah.

***

14 September

Internet di Selimbau semakin malam terasa semakin cepat. Aku memanfaatkan malam hari untuk mendownload aplikasi dan buku bacaan yang bisa ditinggal sembari aku meluruskan badan yang sedari siang belum diistirahatkan. Internet 8 GB yang aku beli bulan lalu, rupanya habis di pagi ini. Kuotanya masih tersisa banyak karena tidak pernah digunakan dan akan hangus sesuai batas terakhir paket. Untung saja semalam sudah aku manfaatkan untuk mengunduh banyak file. Pagi ini, kami memulai kembali pekerjaan yang semalam belum selesai. Beberapa data sudah masuk dan teraktivasi dengan baik, tapi ada sebagian data yang belum bisa dimasukkan karena guruku belum berhasil login. Aku mengingatkan guruku untuk bertanya ke rekannya di Dinas Pendidikan Kapuas Hulu untuk membantu kami melihat username dan password Operator Sekolah kami. Nampaknya akan sulit bagi kami mendapatkan akun Operator Sekolah karena datanya ada di Kantor Dinas Pendidikan yang baru bisa dilihat di Hari Senin. Tidak ada cara lain, selain menunggu bantuan pegawai di Dinas Pendidikan di Hari Senin. Rencana pulang Minggu siang pun gagal demi menyelesaikan tugas yang harus selesai di tanggal 20 September. Hari ini akhirnya kami gunakan untuk berjalan-jalan mengelilingi Kecamatan Selimbau sambil Pak Mul mengenalkanku dengan beberapa keluarganya yang lain. Sore hari, kami bertemu dengan 4 warga desaku yang ternyata ada kepentingan untuk mengirim data desa menggunakan internet. Lagi-lagi internet. Entah mengapa aku selalu terpikirkan untuk mengajukan pembangunan tower di desaku agar kedepannya warga desa tidak perlu menghabiskan berjam-jam dan biaya ratusan ribu hanya untuk mendapatkan akses internet. Di rumah singgah warga desaku, aku berbagi pengetahuan mengenai cara menggunakan paket internet dan mengaktifkan hotspot untuk mempermudah koneksi internet. Pengetahuan sederhana yang pasti akan selalu terpakai oleh warga desaku.

***

15 September

Sampai tulisan ini dibuat, aku masih berada di Selimbau menunggu sesuatu yang tidak pasti. Masih sulit bagi kami menentukan waktu pulang ke desa jika belum mendapatkan akses ke Operator Sekolah. Pak Mul terus aku ingatkan untuk menanyakan ke rekannya di Dinas Pendidikan agar bisa cepat diproses dan kami bisa menyelesaikan sisa pekerjaan yang guruku bilang harus diselesaikan tanggal 20 September.

Pagi ini, Pak Mul mendapatkan kabar bahwa internet di Kantor Dinas Pendidikan sedang tidak bisa digunakan. Kabar ini membuat kami tidak tahu lagi harus menunggu sampai kapan karena tidak ada kejelasan dari Dinas Pendidikan kapan akun Operator Sekolah kami bisa diinfokan ke Pak Mul. Aku mencari-cari lagi informasi tentang batas waktu pengisian data sekolah. Daaan, ternyata guruku salah informasi, pengisian data sekolah terakhir di tanggal 31 Desember 2014. Seakan ada angin segar untuk kami, walaupun kesalahan informasi ini telah membuat kami sempat tidak tenang karena berusaha menepati waktu agar tidak terlambat mengisi data. Begitulah nasib warga yang ada di pedalaman Kapuas Hulu. Informasi bisa datang terlambat bahkan bisa juga salah. Itu jadi pelajaran bagi guruku untuk memastikan sesuatu dari banyak sumber. Kami akhirnya memutuskan untuk bermalam satu hari lagi dan melanjutkannya di bulan berikutnya karena di sekolah hanya ada 2 guru yang mengajar.

Malam ini, 2 warga desaku datang ke tempat aku bermalam. Uju Mat dan Apa Sul (hosfamku di desa) meminta bantuan untuk memperbaiki laptop yang rusak dan meminjam laptop Pak Mul untuk mengisi data desa. Jadilah malam ini, kami berempat bermalam di rumah nenek Pak Mul. Demi mendapatkan akses internet yang memadai untuk mengirim data desa, aku membantu Uju Mat dan Apa Sul mengisi data desa dan menulis cerita untuk blog IM sampai dini hari. Aku mengakhiri malam ini di pukul 01.00 sambil mengupload cerita yang aku tulis dari sore.

***

Selesai.


Cerita Lainnya

Lihat Semua