Upacara Pertama

Popi Miyondri 18 Oktober 2012

Senin, 03 September 2012

Upacara Bendera Pertama

Hmm... libur panjang telah usai. Libur yang menyita waktu hingga lebih dari 2 minggu itu bukan libur semester tapi libur hari raya Idul Fitri, aku baru menyadarinya ketika ku lihat  buku absen anak-anak yang memberikan pemandangan kosong di buku tersebut. Idul Fitri memang hari raya bagi seluruh umat muslim di dunia tapi apakah harus di liburkan sampai beberapa minggu? (asking why). Ya... ternyata di daerah ku seluruh sekolah liburnya seperti itu.

Hari sabtu kemarin, kami bergotong royong di sekolah walaupun siswa yang datang kurang dari setengahnya. Tapi tidak apa-apa kami lanjut kerja bakti dan latihan upacara untuk senin ini. Latihan upacara ini mengingatkanku sewaktu aku sekolah dulu, ya kenapa hari senin kurang disukai anak seperti ku? Ya, karena setelah hari minggu kita berlibur ria, senin kita harus masuk sekolah sampai sabtu untuk belajar dan harus upacara yang menyita kaki ku selama beberapa menit untuk berdiri dengan berpakaian seragam lengkap. Hahaha rasanya tertawa geli ketika saat ini aku yang menyuruh anak-anak SD ini untuk latihan upacara dan menuruti perintahku.I am just aware “why there is always the ceremony? Coz it is kind of our appreciationfor the merits of the Heros, raising our affection for this country and many more”

Pagi itu rintik – rintik hujan menemaniku di sepanjang jalan yang ku tempuh bersama 2 siswa ku sepanjang 1 km  lebih untuk menuju ke sekolah ku. Dengan berpikir apakah akan ada upacara atau tidak di sekolah ku mengingat cuaca hari ini. Sesampainya di sekolah, ternyata siswa yang sudah ada tidak sampai ¼-nya (ku menundukkan kepala dan mengnarik napas “O God, is this my first ceremony? Where are the teachers? Tragic...). dengan nada yang tinggi aku berkata kepada anak –anak yang ada di depan jalan untuk segera ke sekolah. ya suara sumatra yang lantang ini sangat berguna di saat-saat seperti ini. 

Petugas upacara yang merupakan anak kelas 6 yang ku bimbing pun tidak seluruhnya datang tepat waktu (dalam hati ku berkata “ya Tuhan, apakah ini balasannya kepada ku? Sambil menundukkan kepala “ayo pop ini bukan balasan tapi ini adalah cara bagaimana kamu mempersiapkan anak-anak bangsa untuk lebih mencintai tanah airnya”). Setelah itu aku tarik beberapa kelas 5 dan ku atur strategi kembali (ternyata untuk mengadakan upacara pun butuh strategi, hehe). Upacara itupun berlanjut dibawah rintik hujan yang semakin menjadi. Namun kami tetap berdiri. Upacara tersebut masih kurang hikmat karena persiapan yang tidak matang itu. Aku yang hanya menjadi guru sendiri sekaligus pembina upacara merasa miris karena ditengah semangatnya anak-anak yang datang untuk mengikuti upacara bendera guru-guru termasuk kepala sekolah ku TIDAK ADA.

Saat amanat aku lebih terfokus untuk menahan amarah gejolak dalam dada ini karena berbagai alasan. Aku menyampaikan agar lebih terfokus dari sebelum upacara hingga terlaksananya upacara hampir saja aku lupa untuk mengucapkan “minal aidin wal faizin”. Dan aku mengucapkannya dengan nada suara yang lebih lembut dari pada perkataanku sebelumnya.

Saat pembacaan UUD1945dibacakan siswa kelas 5, namun ternyata siswa itu kurang lancar membacanya. Pantas saat aku tadi pagi memintanya untuk menggantikan petugas yang belum datang itu, dia menolaknya namun ku paksa karena ku yakin dia bisa baca. Karena ketidak lancarannya yang menyita waktu dan di bawah rintikan hujan yang semakin besar, aku meminta siswa kelas 6 yang ada untuk membantunya tapi malah menggantikanya. Aku tau bahwa itu sepertinya salah walaupun begitu aku merasa bahwa ini langkah yang tepat untuk semua peserta upacara didalam cuaca seperti ini.

Setelah pembacaan “upacara selesai, pembina upacara beserta dewan guru meninggalkan lapangan upacara” . ya hanya aku yang meninggalkan lapangan upacara dengan hati yang sedikit retak namun semakin retak karena ku terpeleset dari bebatuan yang licin itu dan jatuh didepan anak-anak. Dengan bergaya tetap seperti tidak ada apa-apa namun dalam hatiku (oh God, it is a shame for me), bersyukur aku tidak mendengar tertawa dari anak-anak walaupun mungkin sebenarnya mereka pasti tertawa (Plaakkk!!! Husshh pop, no negative thinking!). ya... upacara dibawah hujan yang berkah itu berakhir dengan pengambilan sampah oleh siswa-siswa yang terlambat datang.


Cerita Lainnya

Lihat Semua