Pembersihan

Popi Miyondri 15 Oktober 2012

“Kebersihan adalah sebagian dari Iman”

Senin, 9 Juli 2012 merupakan hari pertama saya masuk ke sekolah. Dengan semangat yang menggelora saya melangkahkan kaki saya ke sekolah bersama 2 murid saya yang rumahnya bersebelahan dengan tempat tinggal saya. Seminggu pertama ini, pihak sekolah bersama murid bergotong royong untuk membersihkan kelas. Pagi yang cerah itu membuat saya tersenyum ditambah lagi dengan mendengarkan suara dari iringan anak SMA yang sedang mengadakan MOS (Masa Orientasi Siswa) di sepanjang jalan yang mengingatkan saya sewaktu saya SMA.

2 murid saya itu bernama Umi dan Fahri, mereka berdua sama-sama akan duduk di kelas 2. Umi dengan rambut khas papua yang dikepang, berjalan dengan membawa parang sedangkan Fahri membawa parang dan lap. Mereka berjalan dengan menggunakan pakaian biasa karena hari ini gotong royong. Sampai di sekolah, para murid telah berkumpul untuk mendengar instruksi dari guru apa saja yang akan dilakukan. Saya berkesempatan untuk memberikan instruksi kepada anak-anak. Sambil melirik beberapa murid yang membawa drigen dan ember. Dalam hati saya berkata “untuk apa drigen dan ember dibawa?, hmm coba kita lihat nanti”. Saat pelaksanaannya saya melihat beberapa anak tadi, ternyata ember dan drigen itu digunakan untuk mengambil air agar bisa mencuci kelas. Dalam hati saya “mencuci kelas?”, baru kali ini saya melihat pemandangan baru dalam hal membersihkan kelas. Dan kali ini lantai kelas benar-benar dicuci dengan sabun cuci pakaian dan dibersihkan dengan air. Saya tersenyum melihat pemandangan baru dan melihat murid-murid yang antusias membereskan sekolah dan mencuci kelas karena itu sekaligus ajang permainan dengan busa sabun buat mereka.

Setelah itu, saya menuju ke ruang kelas 6, karena saya merupakan wali kelas 6. Ada 8 murid saat itu dari 16 murid, saya masuk sambil melihat kondisi kelas dan berkenalan dengan mereka. Dari perbincangan tersebut ada beberapa hal yang dapat saya simpulkan bahwa kondisi kelas kosong dan ada meja serta kursi yang seharusnya tidak layak pakai dan itu harus saya siasati agar terciptanya kondisi nyaman dalam kelas. Kemudian siswa kurang percaya diri ketika diminta maju ke depan  untuk memperkenalkan diri serta ada 1 orang anak yang belum bisa baca, menulis dan berhitung (saya baru tau bahwa anak ini dinaikan karena faktor umur), para siswa sangat antusias ketika saya membuat struktur kelas yang berguna agar mereka dapat bersikap jujur dan bertanggung jawab. PR (pekerjaan rumah) ini harus segera saya cari solusinya agar “gelas kosong” mereka dapat terisi sebelum mereka menginjak kelas 1 SMP.


Cerita Lainnya

Lihat Semua