Anakku Semua Pintar

Pemi Lestari 14 Oktober 2011

“Tidak ada anak yang bodoh”

“hey bangai”, begitulah ucapan yang sering sekali saya dengar disini. Di hari-hari awal saya tinggal disinipun saya sudah mendengar kosakata itu. Bangai. Ternyata artinya adalah “bodoh”. Bangai adalah kata yang paling sering digunakan untuk mengatai orang lain. Maknanyapun meluas, tidak hanya bodoh dalam artian mendapat nilai jelek di sekolah atau tidak bisa menjawab pertanyaan guru, tapi bisa berarti tidak bisa, tidak mampu, tidak mau menurut, dan banyak lagi. Pokoknya segala jenis ketidakmampuan bisa membuat seseorang dikatakan bangai. Kata ini jadi sangat biasa diucapkan. Bahkan adik saya yang kecil pernah mengatai saya bangai suatu hari hanya karena dia melihat saya menolak diberi uang. Anak kelas 2 SD, mengatai saya “kak Ludi bangai”.

Saya risih mendengar kata itu. Apalagi setelah saya tahu kalau artinya bodoh. Rasanya di telinga saya terdengar seperti orang jakarta bilang “bego lo!”. Apalagi, karena saya tidak fasih berbahasa aceh, orang di sekitar saya sering menerjemahkan bahasa-bahasa aceh menjadi bahasa indonesia, atau menggunakan bahasa Indonesia jika sedang berkomunikasi di sekitar saya. Jadilah saya sering dengar “kamu bodoh”, atau “dia bodoh kak Ludi”.

Murid sayapun begitu. Di kelas, bila ada anak yang tidak bisa menjawab pertanyaan maka anak lain akan sukarela tidak terpaksa berkata keras “hey bangai” atau “dia bangai Bu”, yang bilang begitu tidak cuma satu anak, tapi banyak. Tidak bisa melihat kejadian seperti ini terus berlanjut, akhirnya saya membuat sinyal baru di kelas

“anak Indonesia? Mandum caroeng!!”

Setiap saya bilang “anak Indonesia”, anak-anak akan menjawab mandum caroeng. Sayapun bertanya pada mereka, “apa arti mandum caroeng?”

“semua pintar!”

“Jadi, ada tidak anak yang bangai?”

“hanaaa!” jawab mereka serempak. Saya nyengir lebar mendengarnya.

Entahlah, apakah saking terinternalisasinya kata bangai, meski saya sudah memberlakukan sinyal ini, ada saja anak yang memplesetkan atau memodifikasinya. Pernah ada anak yang bilang

“anak Indonesia? Mandum caroeng! Anak aceh? Mandum bangai!”

Sebenarnya alasan saya menyebut anak Indonesia adalah untuk mengingatkan mereka kembali, bahwa mereka adalah anak Indonesia. Jadi, kalau sudah ada yang memplesetkan begini, saya akan bertanya

“kalian anak Indonesia atau bukan?”

“anak Indonesiaaa” begitu teriak mereka.

Tapi tidak selalu begitu, ada juga yang jawab “bukaaan, anak aceeeh!”

Saya akan tanya lagi “anak aceh itu anak indonesia atau bukan?”

“iyaaa.”

Tapi sekali lagi, tidak selalu begitu kawan, seperti di apel pagi hari ini, masih ada yang jawab “bukaaan!”

Saya tidak boleh menyerah, saya beri pengertian lagi, “anak aceh, anak Jakarta, anak kalimantan, anak sangihe, anak papua, semuanya anak indonesia. Jadi kalian anak Indonesia atau bukan?”

“anak Indonesiaaa”

Syukurlah. Sayapun tanya lagi “kalau begitu, kalian pintar atau tidak?”

“pintar”

“ada yang bangai?”

“hanaaa”

Pagi ini saya katakan di depan semua siswa SD 2 Langkahan, mulai saat ini tidak ada lagi yang menyebut kawannya dengan “hey bangai’, sebutan itu harus diganti dengan “hey caroeng!”. Siangnya, di kelas saya dengar anak kelas sebelah memanggil anak di kelas saya “hey caroeng”, tapi tidak berapa lama disusul “hey bangai” lagi.

Saya tahu ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi inilah yang akan saya kampanyekan selama berada di sini. Saya ingin anak-anak itu tahu, bahwa mereka adalah anak Indonesia, bahwa mereka semua pintar, dengan kepintarannya masing-masing.

 

 

Salam anak pintar dari barat Indonesia,

 

Pemi Ludi

 

Terjemahan:

Bangai: bodoh

Caroeng: pintar

Hana: tidak ada, tidak

Mandum: semua


Cerita Lainnya

Lihat Semua