#8 Selama Bukan Malin Kundang

Pemi Lestari 22 Juni 2011
“Orang tua adalah orang yang tidak sungkan menegurmu ketika kau salah”

Bagi yang belum tahu, para Pengajar Muda ditempatkan untuk tinggal bersama masyarakat. Kami tinggal di rumah penduduk setempat dan menjadi bagian dari keluarga itu. Sejak awal kami sudah meminta untuk tidak dianggap sebagai tamu di rumah, tapi dianggap sebagai bagian dari keluarga. Tentu saja, kamipun memposisikan diri demikian.

Tentu saja ini tidak mudah. Menganggap seorang asing, dari daerah jauh, budaya dan suku berbeda, menjadi sebuah keluarga hanya karena tinggal di bawah satu atap. Tapi kami yakin bahwa hal ini mungkin terjadi seiring dengan berjalannya waktu.

Bagi saya keluarga adalah tempat dimana kau bisa saling terbuka dan saling memahami. Keluarga adalah mereka yang dengan terbuka bilang kalau kau ini gendut atau badanmu bau, tapi sejalan dengan itu mereka lebih mementingkan kesehatanmu ketimbang postur tubuhmu atau menyuruhmu segera mandi dengan bahasa yang santai. Keluarga adalah tempat dimana kau bisa mengambil makan sampai 2 centong besar nasi tanpa perlu merasa malu atau khawatir dibilang rakus. Keluarga adalah tempat dimana kau bisa mengeluarkan bunyi kentutmu dan cukup bilang maaf bila ternyata kentutmu bau. Hahah. Ini adalah definisi sederhana keluarga versi saya. Intinya, keluarga yang seharusnya adalah tempat dimana kau bisa terbuka pada mereka dan mereka terbuka padamu.

Dari awal saya bilang pada ibu saya disini, agar tidak sungkan menegur saya bila saya salah, agar tidak ragu memberi tahu saya apa yang seharusnya dan yang tidak. Dan bagi saya, adalah sebuah pencapaian positif manakala orang tua saya di sini menegur atau menasihati saya dengan cara mereka yang biasanya.

Dan hari ini saya merasa senang karena sebuah peringatan dari ibu saya. Ketika akan berangkat ta’ziyah ke tetangga yang meninggal, saya menunggu ibu di dalam kamar. Karena masih di rumah, saya memakai celana. Tapi sebenarnya setiap keluar rumah saya selalu memakai rok. Dan ketika akan berangkat, ibu saya bilang “Ludi, jangan pakai celana, pakai rok!”.

Mungkin jika anda membacanya anda akan heran kenapa saya senang hanya karena kalimat ini. Sesungguhnya saya senang bukan karena diksi atau substansinya, tapi saya senang dengan konteks dan nada bicara ibu saya ketika mengatakannya. Ini bukan kali pertama beliau memberi tahu saya tentang “do” dan “don’t” tapi kali ini beliau mengingatkan dengan tegas, tanpa sungkan, dengan nadanya yang biasa seperti pada anak-anaknya yang lain. Saya senang karena sekilas saat diingatkan tadi, saya seperti mendengar ibu saya sendiri yang sedang memperingatkan saya.

Orang tua sejati tidak akan senang melihat anaknya melakukan kesalahan. Orang tua sejati tidak akan tinggal diam melihat salah anaknya. Kalau kau tidak sedurhaka Malin Kundang, dan orang tuamu adalah bukan ibu Malin Kundang, maka kau akan mendapatkan arahan dan tegurannya ketika kau salah, bukannya terkutuk menjadi batu.

Orang tua sejati dicontohkan oleh Nabi Nuh as. Nabi Nuh as berda’wah selama ratusan tahun, namun miskin pengikut. Ironisnya, bahkan istri dan anaknya sendiri tidak beriman pada ajaran yang beliau bawa. Tapi lihatlah Nabi Nuh as sang ayah sejati, ketika air bah sudah mulai menenggelamkan bumi, dan anaknya tetap tidak mau ikut naik ke bahteranya, beliau di detik-detik terakhir tetap berusaha menyadarkan anaknya dan mengajaknya naik ke kapal. Meski Kan’an tetap teguh untuk bertahan di gunung, tapi sikap Nabi Nuh memperlihatkan pada kita, bahwa orang tua akan terus berjuang mengingatkan dan mengarahkan anaknya, hingga saat-saat terakhirnya.

Momen hari ini membuat saya sedikit demi sedikit semakin merasa, bahwa ini adalah keluarga. Pelan-pelan kita jalani prosesnya. Semangat!!

Salam satu rindu untuk ibu,

Pemi Ludi


Cerita Lainnya

Lihat Semua