MISCELANEOUS
Patrya Pratama 6 Februari 2011
MISCELANEOUS
1. Lindung Pak, Gelap Pak!
Ketika menulis di papan tulis untuk dicatat oleh murid, anak-anak berteriak, “lindung Pak!”. Saya bertanya, “lindung dari apa? Serangan bom?”. “Bukan Pak, berdirinya kesamping, kami gelap dari sini”. Saya bilang, “gelap? Segini terangnya matahari kok kamu bilang gelap”. Ternyata “lindung” adalah bahasa lokal untuk kita “menyingkir” dan “gelap” adalah bahasa lokal yang berarti “tidak terlihat”.
2. Swim baby swim
Ketika nyorong (pasang laut) sedang tinggi-tingginya, halaman sekolah menjadi seperti kolam renang raksasa. Berenang bersama Pak Amin dan diikuti oleh murid-murid did make my day! Dan yang lebih menyenangkannya lagi berenang di dermaga desa bagian paling depan. Sempat kaget juga saat ada balapan (perahu klotok) mau lewat dan tidak melihat kami. We were all wet and salty.
3. Kamu
Desa-desa di kecamatan Tanjung Harapan memiliki sedikit masalah dengan kata ganti orang kedua tunggal bagi orang yang lebih dewasa. Cukup umum dilakukan seorang siswa untuk bertanya pada gurunya “Pak, kamu tinggal dimana?”.Its not like theyre trying to be impolite, its just their language. Or am I just being over-cultural-relativist?
4. Tulis Pak? Semuanya Pak? Di Buku Pak?
Those 3 questions are often asked repeatedly within 5 minutes by the same group of students saat saya menulis catatan di papan tulis. Saya pada awalnya menyangka mereka ingin sengaja membuat saya kesal. Tetapi karena wajah mereka serius semua, saya sempat jadi tertawa terbahak sendiri,,,oh God. “Ya masa diukir atau dilukis, Nak?”.
5. Million Dollar Question
Darhamto adalah siswa kelas 4 yang paling pandai. Dia bahkan ikut belajar dengan siswa-siswa kelas 5 dan 6 dalam latihan olimpiade kuark. Out of nowhere, dia muncul di kelas saya saat istirahat. “Pak kenapa ya di dunia ini agama bisa ada macam-macam? Kenapa ga hanya Islam aja”. Dengan sekenanya, jawaban saya, “sama saja dengan makanan, kamu suka ayam tetapi tidak suka sayur, Bapak suka ayam panggang tetapi suka sayur juga, kira-kira kenapa kita suka hal-hal yang beda? Wajar aja kan? Darham “ooh iya ya,,,” sambil dengan wajah tidak puas. Ya saya juga tidak puas dengan jawaban saya.
6. Darat-Laut
Tidak ada arah mata angin di Labuangkallo, yang ada hanyalah darat dan laut. Darat adalah merujuk pada arah ke desa bagian dalam dan laut adalah sebaliknya. Keduanya tidak berarti harfiah karena seluruh desa berada di atas laut. “Jauh dan dekat” juga konsep yang perlu ditata ulang di desa ini karena sejauh-jauhnya “jauh” adalah 20 menit karena survei membuktikan bahwa bolak balik satu lap desa ditempuh dalam jangka waktu 35 menit.
7. Menjadi FPI
Ketika sedang istirahat di rumah Pak Sarpin setelah latihan Olimpiade Kuark, tiba-tiba seorang orang tua siswa datang menghampiri (saya sudah pasang kuda-kuda pertahanan diri, if you know what I mean). Ternyata dia mengadukan anaknya sendiri yang bermain kartu judi di rumah temannya, dan tidak mau menurutinya untuk berhenti. Saya dan Pak Amin pun bergegas menuju lokasi (Pak Amin membawa tongkat sandi pramuka dengan muka bangun tidur siangnya). Setelah sampai lokasi, saya berdua seperti menggerebek lokasi lokalisasi, menutup pintu belakang dan depan rumah. Beberapa siswa berhasil kabur ketika kita mencoba menutup walhasil hanya beberapa yang tertangkap basah tengah berjudi. Barang bukti berupa kartu dan beberapa lembar uang seribuan pun disita. Dalam hati, begini toh rasanya menjadi FPI. Ya pada intinya, tanggung jawab guru di desa ini kadang tidak fair karena ia menjadi pengendali siswa dalam dan luar sekolah karena orangtuanya pun terkadang tak berdaya (at its best) atau tak peduli (at its worst) pada aktivitas anaknya.
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda