Menabung

Patrya Pratama 30 Juli 2011
Sudah diterima secara umum bahwa rata-rata masyarakat Labuangkallo memiliki kebiasaan untuk menghabiskan seluruh pendapatannya yang didapat pada hari itu juga. Dapat uang Rp 20.000, langsung dibelanjakan, dapat Rp 2.000.000, langsung dibelanjakan. Dapat berapa pun juga, langsung dibelanjakan. Masyarakat Labuangkallo tidaklah miskin. Ada yang mengatakan bahwa setiap bulannya, nelayan mampu mendapatkan sekitar Rp. 2.000.000. Dengan terbatasnya hal-hal yang dapat dibeli, seharusnya uang tersebut dapat dikapitalisasi di kemudian hari dalam hal-hal yang bermanfaat, seperti pendidikan anaknya. Namun yang terjadi adalah, pengeluaran selalu sama dengan pemasukan. Tidak ada konsep “menabung untuk masa depan”. Salah satu asesor ketika akreditasi sekolah pernah menyampaikan bahwa salah satu perbedaan masyarakat pesisir dengan petani adalah cara pandangnya terhadap harapan masa depan. Petani selalu harus berproses, dari mulai mengolah tanah, menanam bibit, mengairi dan memupuki, sampai memetik panen seluruhnya berproses. Lain halnya dengan nelayan yang pada saat itu juga harus mendapatkan hasil. Nelayan mendapatkan solar untuk perahu pada saat itu dan langsung mencari ikan, dan hanya dalam 1-2 hari hasil tangkapan tersebut harus langsung didistribusikan. Semuanya berada dalam siklus yang relatif cepat bila dibandingkan denga petani. Dengan demikian, nelayan juga berpikiran bahwa tidak ada pentingnya menabung karena pengeluaran esok hari adalah urusan pemasukan esok hari pula. Demikian seterusnya. Dengan latar belakang masyarakat seperti inilah, sekolah memiliki nilai strategis untuk menanamkan konsep menabung. Kelas IV (saya walikelasnya) dan kelas V (Pak Amin walikelasnya) menerapkan kegiatan menabung untuk murid-murid kami. Ini pun tidak serta merta mulus. Terkadang, para siswa (dan orangtuanya) salah kaprah dalam menabung. Misalnya, siswa yang diberi uang Rp 2.000 untuk jajan, minta uang tambahan kepada orangtuanya untuk menabung, alih-alih menyisihkan sebagian uang jajannya untuk ditabung. Saya pun memberikan form isian untuk siswa yang terdiri dari jumlah uang jajan, daftar belanja hari itu, dan jumlah uang yang ditabungkan. Hal ini untuk memberikan pemahaman bahwa sebagian uang yang mereka dapatkan haruslah ditabung, bukan untuk dibelanjakan. Menabung adalah salah satu bagaimana sekolah dapat menjadi relevan bagi transformasi masyarakat desa secara umum. Diharapkan anak-anak Labuangkallo ini menjadi lebih bertanggung jawab dan bijaksana dalam membelanjakan uang pendapatan mereka kelak.

Cerita Lainnya

Lihat Semua