Emak Kece Terlahir di Rote

Patricia Fiesta Pritayuni 13 Mei 2015

Cerita ini terinspirasi oleh cerita relawan Rote Mengajar “Emak Pompa Datang ke Rote” oleh Indra Wiji (Check this out http://rotemengajar.blogspot.com/2015/04/emak-pompa-datang-ke-rote.html), makanya saya beri judul Emak Kece Terlahir di Rote.

Saya seorang pengajar muda yang tinggal di sebuah rumah di depan gereja bersama seorang mama super penyayang dengan 4 adik perempuan, serta pria tertampan di rumah, yaitu Ba’i (kakek). Tidak lama setelah kegiatan Rote Mengajar, saya ditinggal pergi oleh mama saya. Mama saya bernama Damaris Ndun harus menyusul suaminya ke Papua. Rindu kata suaminya.

Orang di Rote memang banyak yang akhirnya kerja di Papua. Bekerja di Koperasi, sebagai kuli, buka toko, atau lainnya. Katanya di Rote tidak ada kerja kalau tidak selesai kuliah. Memang selain petani dan nelayan, pekerjaan paling hits di Rote adalah menjadi PNS.

Sepeninggal mama, kehidupan kami yang biasanya aman damai karena semua serba ada dan disiapkan mama, mendadak berantakan.

Adik pertama saya yang duduk di SMA yang biasa sekolah siang, sekarang sudah masuk pagi karena siswa kelas 3 SMA sudah tidak ada KBM. Padahal adik pertama saya yang bernama Chindy ini adalah yang biasa memasak dan bisa dibilang pengganti mama. Bahkan di awal kepergian mama, Chindy telat masuk sekolah, dan pernah hingga 2 kali berturut-turut hingga hampir mendapat surat skorsing. Chindy seringkali terlambat karena pagi-pagi harus memasak sarapan dan mengurus bekal untuk orang yang pergi ke sawah.

Adik kedua saya bernama Yulen,masih duduk di SMP. Yulen memang masuk siang, tapi dia cukup tomboy dan moody (mirip saya waktu kecil), jadi kerja ya kalau lagi mood saja, otomatis sering membuat kita naik pitam. (time for reflection).

Yang ketiga, Karin, masih duduk di kelas 3 SD. Jadi tidak masuk hitungan.

Begitu juga yang masih kici anak, adik mea (adik balita), bernama Nabila, juga tidak masuk hitungan.

Melihat kondisi ini, terutama karena Chindy sering terlambat dan hampir di skorsing, saya sebagai tertua wajib mengatur jadwal mereka. Biasanya hanya memikirkan sekolah, keliling warga, pergi kabupaten, mau tidak mau sekarang harus lebih banyak di rumah dan campur tangan. Saya mengatur jadwal dan menu sarapan, supaya kalau pagi tidak terlalu repot.

Memasak dan memandikan si kecil Nabila adalah tugas saya, terkadang juga pikul air kalau-kalau Yulen mood-nya sedang tidak baik. Belanja ke pasar dan memastikan ada bahan makanan di rumah juga tugas saya karena kalau tidak begitu mereka biasa makan nasi kosong (nasi tanpa lauk). Saya marah besar kalau lihat itu karena mereka anak sekolah yang butuh gizi seimbang.

Malam setelah semua tugas selesai, saya juga harus memastikan mereka semua kerja PR dan belajar, belum lagi Ba’i (Kakek) yang sudah menjelang 100 tahun sedang sakit.

Keadaan ini, membuat saya menyadari, “Subhanallah... tugas Ibu rumah tangga begitu berat dan 24 jam, benar-benar saya belajar jadi Ibu”. Saya selalu bilang dengan diri saya sendiri “Kebayang besok jadi Ibu, pulang kerja sudah malam, belum urus anak,belum urus rumah, belum urus suami”.

Pernah teman saya tanya lewat chat, setelah dia tahu kegiatan saya saat menjadi ibu rumah tangga prematur, “kalau kemarin ada emak pompa, yang ini emak apa?”, saya jawab “ini emak kece karena punya karir dan ngurus rumah..hee”. Jawaban ini adalah do’a untukkehidupan saya di masa mendatang.

Terima kasih Bunda,, yang sudah selalu sabar sama anakmu yang mood-nya naik turun, yang seperti boneka (Saya tidur, Bunda masih bangun. Saya bangun, Bunda juga sudah bangun), yang available 24 jam buat direpotin dan dicurhatin, yang gak pernah bilang saya gendut.

Sebentar saya pulang Bunda. Happy Mother’s Day (walaupun sudah lewat beberapa hari).

Yuk siapin diri dulu jadi Ibu, sebelum dikaruniai anak karena tugas terberat wanita adalah menjadi Ibu. Sudah terlalu banyak anak yang terlantar hanya karena orang tuanya tidak siap. 


Cerita Lainnya

Lihat Semua