Refleksi Diri “Sebuah Proses Perubahan Pola Pikir”

PatriaHertana 20 Juli 2015

            Sedari dulu saya belajar bagaimana “membanting stir” dalam setiap keadaan-keadaan buruk yang menimpa untuk digali hikmah dan maknanya. Selama itu pula saya memahami bahwa setiap hal yang terjadi dalam hidup, baik maupun buruk, manis maupun pahit, pasti ada makna yang mendasari secara tersirat dalam proses pembentukan kematangan diri. Bertahun-tahun saya bisa berjalan dalam segala tempaan hidup dengan berlandasan keyakinan bahwa tiap lembaran perjalanan akan memberikan hikmah dan makna.

            Seperti saat ini, saya menghadiahkan jerih payah saya untuk sedikit memberi sumbangsih di bagian kecil negeri ini. Hal yang ditanamkan sangat sederhana namun luar biasa bagi saya, yaitu tentang bagaimana menggali hal-hal positif di tengah permasalahan-permasalahan yang ada. Saat semua orang berfikir tentang banyaknya kekurangan dan keterbatasan dalam melakukan langkah maju, disitulah sebenarnya kita dituntut untuk melihat sekecil-kecilnya potensi yang dimiliki dan melangkah maju dengan potensi itu. Benar saja, kita tidak akan bergerak kemana-mana jika terus-menerus merutuki kekurangan kita. Seperti yang sering diungkapkan oleh salah satu tokoh di negeri ini, “daripada merutuki kegelapan, lebih baik kita menyalakan lilin”.

            Perubahan pola pikir ini tentu tidak mudah, terlebih lagi ketika kita berada di lingkungan orang-orang yang notabenenya banyak mengeluh daripada menghargai apa yang ada. Sebagai contoh kecil, saat saya meminta kepada beberapa pimpinan di sekolah-sekolah untuk menceritakan tentang sekolahnya, yang mereka ungkapkan tidak jauh-jauh dari keluhan seputar sarana prasarana yang tidak memadai, etika dan moral siswa-siswi yang merosot, rekan-rekan kerja yang kurang berkualitas, atau yang arahnya pada pendanaan-pendanaan yang tidak sesuai. Padahal, jika kita bisa mengubah pola berpikir, berapa banyak piala-piala yang berdiri dengan anggun dan angkuhnya di lemari kaca yang tinggi di sekolah mereka, berapa banyak peserta didik yang penuh dengan semangat datang untuk belajar, betapa memadainya whiteboard yang bisa mereka goreskan dengan spidol tanpa harus berhubungan lagi dengan debu dari kapur tulis, atau berapa banyak siswa-siswi yang melempar senyum manis kepada mereka bahkan mendatangi mereka untuk mencium tangan mereka.

            Sebenarnya sah-sah saja berpikir tentang kekurangan yang ada, tapi bukan berarti itu menjadi momok menakutkan untuk kita memajukan diri. Bukankah yang lebih baik berpikir sesedikit mungkin tentang hal buruk dan kekurangan, lalu galilah lebih banyak dari hal positif yang bisa mendongkrak dan mendorong kita untuk lebih jauh memperbaiki segala kekurangan yang ada di sekitar kita.

            Secara pribadi sebenarnya dampaknya bisa saya rasakan secara langsung. Saat saya berhasil mengubah pola berpikir, yang datang dari dalam diri bukan melulu tentang rasa lelah, tertekan, depresi, dan keputusasaan, melainkan sunggingan senyum yang lebih lebar di sela-sela hari saya. Dan dengan itu, langkah saya lebih ringan untuk merubah keadaan-keadaan buruk di sekitar untuk menjadi lebih positif. Memang saya sadari sepenuhnya, hal ini tidaklah semudah menyeruput teh dingin di dalam gelas, namun dengan pembiasaan yang kita lakukan, hal ini tentu akan lebih mudah dijalani dan diterima oleh akal sehat kita.


Cerita Lainnya

Lihat Semua