Di Balik Surat Cinta

OkkyAmelia Pratiwi 18 Desember 2015

Menulis surat untuk orang yang jaraknya berjauhan dengan kita, itu sudah biasa. Tapi apakah pernah ada, menulis surat untuk orang yang sebenarnya ditemui setiap hari? Ya, tentu ada tetapi mungkin satu banding sekian ratus ribu atau sejuta orang yang  melakukan itu.

Sebenarnya saya terusik dengan alasan mengapa orang berkirim surat. Satu, apakah memang mereka terpisah jarak sehingga suratlah yang mampu membawa pesan dari rasa-rasa di hati.

Dua, apakah memang terlalu besar rasa di hati, tidak sanggup dikatakan sehingga hanya bisa disampaikan dengan tulisan.

Untuk beberapa siswa-siswi saya di sini, alasan kedua yang mungkin lebih pas. Mereka memilih untuk mengekspresikan perasaan melalui tulisan. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Namun terkadang saya gemas karena mereka jarang sekali mau berbicara dengan saya.

Pun ketika saya sedang bertanya, mereka hanya tersenyum malu dan tidak menjawab. Lambat laun saya memahami, itu memang cara mereka dalam berkomunikasi.

Mereka adalah siswi kelas 5 bernama Putri, Sartini dan Lisda. Rumah mereka berada di dusun tetangga, Tamalupu. Mereka siswi minoritas di sekolah kami (karena dusun yang berbeda tadi) sehingga menambah rasa sungkan mereka untuk berkomunikasi dengan guru baru seperti saya dan bahkan dalam bergaul keseharian dengan teman-teman lain.

Namun saya belajar memahami karakter mereka dan menemukan hal lain. Mereka memang suka menulis dan membuat cerita. Nampak pada hasil cerita mereka yang relatif sudah baik di antara teman-teman sekelasnya. Dan ternyata menulis surat adalah cara mereka untuk mengenal saya.

Dengan membalas surat mereka, beberapa minggu ke depan mereka menjadi lebih terbuka kepada saya. Komunikasi lisan tidak terasa canggung lagi meskipun masih jarang.

Surat yang membuat beberapa hati saling berbicara dan bertukar perasaan. Apalagi namanya kalau bukan surat cinta?

8 Januari 2015

Cerita Lainnya

Lihat Semua