Bapak-Bapak PKK dan Majelis Ta'lim

OkkyAmelia Pratiwi 13 November 2015

Bulan kedua di daerah penempatan, saya sudah dikejutkan dengan sebuah pertanyaan. Pertanyaan tersebut muncul dari salah seorang siswa kelas VI bernama Al-Imran, biasanya dipanggil Imran atau Kindang. Imran memiliki suara yang bagus, sering menyanyi lagu India, maka tak heran kalau ia selalu berdendang kecil saat saya mengajar di kelas.

Kembali ke pertanyaan Imran, "Bu, kenapa tidak ada bapak-bapak PKK atau bapak-bapak Majelis Ta'lim?"

Dahi saya berkerut, alis terangkat sebelah, tanda bahwa saya terpana oleh pertanyaan itu. Sambil memasang muka tetap datar, saya balik bertanya, “Tahu darimana kalau tidak ada bapak-bapak PKK atau Majelis Ta’lim?”

Ia pun menjawab, “itu Bu, pengumuman di masigi (masjid).”

Berpikir sejenak dan belum mampu memberikan jawaban yang pas untuknya, akhirnya saya bertanya kembali, “Memangnya PKK dan Majelis Ta’lim gunanya untuk apa, Imran?”

Imran menjawab, “I’duisang (tidak tahu), Bu. Eh, untuk mangaji palaka (untuk mengaji).”

Saya, “Kalau begitu, Imran mau jadi Bapak PKK atau Bapak Majelis Ta’lim?”

Imran, “Iye’ pale kalau sudah besar, Bu (iya kalau sudah besar, Bu).” Saya mengamini dalam hati.

Terkadang ada hal-hal yang tidak bisa saya jelaskan ke anak-anak. Ya, meskipun saya hidup lebih lama dari mereka. Bagi saya, cukup bantu mereka untuk memahami apa itu "nilai kegunaan" suatu “perihal”. Setelah itu, bimbing mereka tentang apa yang bisa mereka perbuat untuk “perihal” tersebut.

Berikan mereka kesempatan seluas-luasnya untuk berpikir dan melakukan hal positif sebagai bentuk respon terhadap suatu hal.

Bukankah kita ingin anak-anak ini tetap berpikiran kritis dan tanggap terhadap sekitarnya? 

Terimakasih Imran, Ibu belajar sesuatu dari kamu.

6 Februari 2015

Cerita Lainnya

Lihat Semua