Bahasa Cinta Para Orang Tua Lewat Cantika

Nurul Wulan Maulidia 19 Februari 2025

Cantika Lestari.

Salah satu kapal penumpang yang beroperasi dari Ambon hingga ke Kesui, Seram Bagian Timur. Aku pernah satu kali memakai kapal yang dikelola swasta ini untuk menuju Pulau Gorom dari Bula, dan mungkin karena ukurannya kecil sehingga ia dengan cepat dapat bersandar di Ondor, Pulau Gorom, tepat dua belas jam setelah keluar dari Pelabuhan Sesar, Bula. Waktu itu, aku ingat kalau Kapal Cantika Lestari, atau Cantika untuk lebih singkatnya, tidak hanya membawa penumpang namun juga barang-barang macam kasur spring bed, pisang-pisang, hingga karton-karton entah apa isinya dengan bertuliskan nama pengirim dan penerima di tiap-tiap karton itu. Perjalanan dengan Cantika sangatlah cepat, walau memang debur ombak jadi sangatlah terasa karena Cantika hanya kapal kayu ukuran kecil.

Waktu itu, sudah lebih dari satu bulan sejak Cantika kena dock, harus berhenti beroperasi sementara karena perawatan mesin ataupun ombak. Bulan Februari di minggu kedua adalah kali pertama Cantika keluar dari Pelabuhan Yos Sudarso setelah sekian lama, dan aku rasa waktu itu berita kembalinya Cantika jadi sesuatu yang booming di Gorom, karena Cantika jadi kapal penumpang yang paling cepat jika kau ingin menuju Ambon.

Selain booming karena Cantika bisa membawa penumpang dari dan ke Ambon dengan lebih cepat, orang-orang di Gorom bersuka ria karena mereka akhirnya bisa mengirimkan bahan-bahan makanan dan segala keperluan untuk sanak saudara mereka di Ambon. Hanya tinggal membayar uang titip barang ke petugas kapal, dan paketmu akan sampai di Ambon dua hari kemudian.

Oke, sebetulnya aku tak ingin membahas kapal ini.

Hari itu Minggu, dan sejak pagi katanya Cantika sudah bersandar di Ondor sejenak sebelum menuju Kesui. Sejak pagi pula, aku bisa melihat para mama dan bapa di Kotasirih tengah mencari karton dengan beberapa benda untuk diisi di dalamnya. Sagu pompom, abon ikan, sagu tumbuk, baubau, apapun itu yang bisa mereka masukkan dalam karton dari berbagai mereka barang. Para bapa sibuk menanyakan karton ke tiap pondok toko di Kotasirih dan Kilkoda, sedang para mama tengah menimbang mana-mana saja yang akan dimasukkan ke dalamnya.

Lalu apa hubungannya dengan Cantika?

Sekembalinya Cantika dari Kesui, ia akan melaju dari Gorom, ke Geser, lalu bertolak menuju Ambon. Bersama para penumpang, bersama barang-barang yang terbungkus rapi dalam karton-karton itu. Karton yang diisi penuh dengan bahan makanan untuk stok bulan puasa bagi mereka-mereka keluarga nun jauh di Ambon sana.

Bapa Yusuf dan Mama Ni. Mereka juga tengah membuat daftar apa-apa saja yang akan dibawa oleh Cantika untuk Bang Amar dan Bang Wahid, para putra mereka di Ambon sana. Isi karton mereka mulai dari sagu pompom khas Kotasirih, baubau dari kacang dan kenari, serta beberapa makanan tambahan lain.

Suatu ketika saat Bang Amar masih kuliah di Ambon sana, satu temannya dari Pulau Buru memuji bagaimana sagu pompom Kotasirih itu sangat enak. Alhasil, tiap Bang Amar mendapat kiriman sagu, tidak hanya dirinya yang mencoba namun juga sang teman yang senantiasa ikut menunggu. Suatu kali, aku mungkin akan menceritakan juga bagaimana rasa sagu pompom dipadukan dengan ikan kuah kuning yang tak akan bosan-bosannya kau makan.

Lain halnya dengan Bapa Yusuf dan Mama Ni. Mama Wati tak hanya membuat paket untuk saudaranya di Ambon, tapi juga para anak-anaknya di Jawa. Seharian itu, aku bisa melihat bagaimana senyumnya bisa terus berkembang saat mengingat bahwa anak-anaknya: Indra dan Candra, serta anak-anak piaranya yang lain: Bunga, Razi, Fatkhul, Qori, mereka juga mendapatkan kiriman makanan khas Maluku. Bisa aku lihat, karton-karton besar itu penuh sesak dengan sagu tumbuk, sagu pompom, baubau ukuran kecil, lualua, kopi Senang, Amor, dan tiap-tiap makanan yang dibuat sendiri dengan tangan Mama Wati. Saat ditimbang, per karton bisa mencapai sepuluh kilogram, coba dikalikan tiga. Sejumlah total kiriman yang akan dititipkan ke Cantika. Nanti sampai di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, saudaranya akan mengambil paket-paket tersebut dan membawanya ke kurir terdekat untuk dikirimkan ke Jawa, ke tempat anak-anak tercintanya berada.

Semalaman itu aku membantu Mama Wati. Sebagai seorang anak yang juga jauh dari ibu sendiri di Jawa sana, aku mulai berpikir bahwa mungkin beginilah rupa dan rasa dari tiap-tiap mama yang hendak mengirimkan makanan rumah pada anaknya. Aku sendiri punya banyak makanan buatan mama yang ingin aku cicipi namun terhalang waktu dan jarak. Bersama Mama Wati, sedikit banyak aku memahami bahwa mungkin, mamaku juga akan melakukan hal yang sama bila ada cara untuk mengirim masakan buatan mamaku langsung ke Pulau Gorom. Sayangnya aku tak meminta, biar rindu ini aku pupuk sampai selesai penugasan saja.

Bagi tiap-tiap anak yang rindu pada rumah, memiliki kesempatan untuk mendapat kiriman makanan langsung dari orang tua adalah sebuah berkah yang tiada tandingannya. Malam itu, andaikata kasih sayang orang tua dapat aku definisikan dengan penuh rasa, tulisan ini tidak ada apa-apanya. Menjadi PM memang menciptakan jarak tempuh dari Jawa ke Seram Bagian Timur, namun jarak itu terisi oleh orang-orang seperti Mama Wati, Bapa Yusuf, dan Mama Ni. Rasa rindu ini masih belum terobati, tapi tidak serta merta kosong. Aku masih bisa merasakan cinta dan doa-doa para orang tua di udara.

“Wulan, jang sedih ee. Nanti sebelum Wulan pulang, Mama kasih kumpul banyak-banyak cengkeh par Wulan deng Wulan mama di Jawa sana.” Ucap Mama Ni.

Aku bilang, cinta orang tua untuk anak-anaknya terasa penuh di udara. Dan sampai kapanpun itu, aku bisa melihatnya di mata para orang tua di sini yang terpaut jarak dengan anaknya. Dengan Cantika, atau apapun moda transportasinya, mereka bak kurir yang mengantar pesan-pesan dan aroma rumah pada buah hati yang belum sempat mereka rengkuh secara langsung.

Aku memang tidak menuliskan tentang bagaimana Cantika mengirimkan paket-paket itu atau bagaimana nantinya paket itu akan sampai ke tangan-tangan penuh damba akan rumah. Yang aku tahu, Cantika membawa cinta orang tua lewat karton-karton yang telah ditulisi di atasnya, mengarungi lautan hingga sampai ke tangan-tangan para yang rindu rumah nun jauh di sana.


Cerita Lainnya

Lihat Semua