Desa Itu Bernama Waya

Nurul Hidayah 19 November 2011

DESA ITU BERNAMA WAYA

Inilah sebuah potret desa yang saya tinggali...

Ketika pertama datang di desa ini, dari atas perahu yang terlihat pertama adalah deretan rumah panggung kayu yang terapung-apung di atas air atau juga di atas rawa. Perahu-perahu motor milik warga desa setempat terparkir berderet di tepian laut. Di desa ini segala akses keluar desa adalah melalui jalur laut.

Jembatan kayu yang setia menjadi pijakan warga disini ketika turun dari perahu sudah menua dan patah disana-sini. Namun anak-anak dan orang-orang disini menjejaknya dengan yakin seperti kayu-kayu rapuh itu telah menjadi sahabat yang mendapat kepercayaan untuk menjadi pijakan mereka.

Siang hari, sehari menjelang hari raya Idul Adha 2011 saya tiba di desa ini. Salah satu desa di dalam kawasan pulau Mandioli yang mungil. Sumber listrik di desa ini masih didukung oleh tenaga surya dan tenaga mesin diesel yang dinyalakan pada malam hari saja dua hari sekali atau bahkan lebih. Sehingga pada malam-malam dimana kami tidak diterangi listrik, bintang-bintang dan bulan di atas langit adalah lampu alam yang paling setia bagi kami.

Di bagian belakang desa ini, mengalir sungai jernih yang menjadi tempat bagi warga desa sekedar mandi atau mencuci pakaian. Sedangkan air yang dialirkan untuk mencukupi kebutuhan rumah didapatkan dari pipa yang disambungkan ke mata air desa ini.

Makanan pokok bagi warga desa yang sebagian besar adalah suku Buton inipun tidak kalah unik. Disini disebut dengan nama "suami", adalah sejenis makanan dari ubi yang digiling lalu dipadatkan. Bagi warga desa, meskipun sudah tersedia nasi, "suami" adalah makanan wajib yang juga harus tersedia di rumah. Dan jangan tanyakan lagi apa lauknya, karena desa ini berada di pesisir laut maka ikan adalah komoditas yang amat melimpah disini. Selain "suami", masyarakat disini juga mengkonsumsi sagu, papeda, dan pisang sebagai pengganti nasi.

Untuk menuju desa ini, dari Kota Labuha (Ibu Kota Kabupaten Halmahera Selatan) kita dapat naik perahu mesin dari pelabuhan. Untuk sampai di pelabuhan sendiri masyarakat biasa menggunakan ojek (istilah sepeda motor disini) atau otto (istilah mobil disini). Perjalanan perahu mesin menuju desa ini ditempuh kurang lebih 2,5 jam lamanya melintasi lautan yang diapit gunung Sibela dan perbukitannya di kanan kiri. Jika sedang beruntung, dalam perjalanan kita dapat melihat ikan lumba-lumba yang menunjukkan kebolehannya.

Inilah tempat tinggal yang coba saya perkenalkan. Sebuah desa yang tenang di tepi laut, bernama WAYA.


Cerita Lainnya

Lihat Semua