info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Anak-anakku, Guru-guru Kecilku

NurRina Maskayanti 12 Juli 2016
Tulisan ini ditulis setahun yang lalu saat hari pertama di minggu ke-2 masuk sebagai Pengajar Muda di SDN Bandar Agung, tepatnya bulan Juli 2015. Minggu pertama telah saya lalui dengan lancar. Meskipun, pada awal-awal mengajar, banyak sekali kekhawatiran yang muncul di pikiran saya, seperti bisa atau tidak saya menjadi guru yang baik bagi siswa-siswa? Bagaimana jika siswa-siswa tidak tertarik dengan saya? Apakah saya bisa menjadi Pengajar Muda sesuai yang diinginkan oleh Indonesia Mengajar?” dan tentunya masih banyak lagi pertanyaan lain. Pertanyaan-pertanyaan itu yang kemudian menjadi suatu kekhawatiran tersendiri dalam diri saya. Kali ini, saya tidak akan bercerita tentang kekhawatiran-kekhawatiran tersebut. Saya juga tidak akan bercerita tentang saya yang telah mengajarkan A B C hingga Z kepada anak-anak di sekolah. Akan tetapi, saat ini saya akan bercerita tentang apa saja yang telah saya pelajari dari anak-anak selama seminggu pertama di sekolah, yang mana mereka telah  sukses menjadi guru bagi saya. 1. Saya belajar bertindak cepat. Hari kedua saya masuk sekolah dan saat berada di ruang guru, tiba-tiba ada satu orang siswa kelas 1 datang menghampiri saya dan memberitahukan bahwa ada temannya yang jatuh terpelosok lantai kayu dan berdarah pada bagian mulut. Saya pun langsung berlari menuju kelas tersebut untuk memastikan kondisinya. Sesampai di kelas, saya mendapati seorang anak perempuan mungil berseragam SD dengan kerudungnya dipenuhi darah yang terus mengucur. Saya pun panik melihatnya, saya langsung mengajak anak itu keluar kelas dan membawanya ke kamar mandi untuk dibersihkan darahnya. Saya mengusap darah dengan menggunakan tisu yang ada dalam genggaman tangan, meskipun saya adalah orang yang takut dengan darah. Saya membersihkan darah yang ada di sekitar mulutnya, tetapi darah tetap saja mengucur. Lalu, saya langsung mengambil keputusan untuk membawanya ke Puskesmas supaya mendapatkan penanganan lebih lanjut. Saya meminta tolong salah satu guru untuk mengantarkan saya dan anak itu ke Puskesmas. Sesampai di Puskesmas, saya meminta petugas kesehatan Puskesmas untuk menangani anak itu. Petugas kesehatan Puskesmas membersihkan luka anak itu, sementara saya masih tetap menunggui di sebelah anak itu supaya ia tidak takut.   2. Saya belajar menjadi pribadi yang disiplin waktu. Hari Minggu kemarin, anak-anak mengajak bertemu untuk belajar bersama di sekolah. Kami janjian untuk bertemu pukul 10.00 WIB di sekolah, sehingga jam 09.00 pun saya masih bersantai-santai di rumah. Pukul 09.30 saya bergegas menuju kamar mandi dengan estimasi mandi 15 menit dan siap-siap selama 15 menit, sehingga pukul 10.00 sudah siap di sekolah. Belum lama saya masuk ke kamar mandi, adek angkat saya berteriak bahwa anak-anak saya sudah datang mencari saya di rumah. Sesampai di sekolah saya bertanya ke mereka, “kita kan janjian ketemunya pukul 10.00 kok tadi kalian sudah sampai pukul 09.30?” Salah satu dari mereka menjawab, “iya Bu, kita kan harus tepat waktu kalau janjian dengan orang lain, jangan sampai telat, malah kalau bisa sebelumnya kita sudah datang duluan. Hehe..” Saya pun langsung tertegun mendengar ucapan anak itu. Saya langsung merefleksikan diri saya yang kadang tidak tepat waktu menepati janji bertemu dengan orang lain. Terimakasih, Nak. Kalian telah mengajarkan saya untuk tepat waktu. 3. Saya belajar menjadi pribadi yang semangat dalam belajar. Setiap bertemu dengan anak-anak ini, pertanyaan ini selalu terlontar pada saya “Bu Rina, kapan kita belajar Bahasa Inggris?” Ketika di kelas pun, saya melemparkan wacana untuk mengadakan les tambahan Bahasa Inggris pada hari Jumat pukul 14.00 WIB. Mereka menyambut wacana itu dengan bahagia dan bersemangat untuk mengikutinya, bahkan mereka juga memintaku untuk mengadakan les tambahan pada sore hari. Tadi siang selesai pulang mengajar, saya melewati sebuah rumah di area kompleks SDN Bandar Agung. Saya melihat dua orang anak laki-laki yang sedang mewarnai buku gambarnya. Saya menghampirinya dan mereka sangat antusias membuka buku tulis untuk belajar menulis dengan saya. Lagi dan lagi saya dibuat tertegun dengan semangat belajar anak-anak di sini. 4. Saya belajar kepercayaan diri. Saya meminta anak-anak untuk maju berbicara di depan kelas satu per satu, baik itu perkenalan, maupun mengulangi (read: review) pelajaran yang telah dipelajari hari itu. Hal ini dimaksudkan supaya mereka belajar untuk berbicara di depan umum. Satu hal yang membuat saya tercengang, mereka selalu berani untuk maju di depan kelas. Sebagian besar dari mereka berani untuk berbicara di depan umum, meskipun terkadang ada yang agak malu-malu untuk melakukannya. Ya beginilah proses belajar, tetapi saya salut dengan mereka yang setidaknya telah berani dan percaya diri untuk tampil di depan kelas. 5. Saya belajar tentang cinta. Seminggu masuk sebagai Pengajar Muda di sekolah ini, saya menemui berbagai macam tipe anak. Ada yang pendiam, pendengar, aktif berbicara, aktif bergerak, dan sebagainya. Untuk menghadapi anak-anak yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, kesabaran sangatlah diperlukan supaya tetap bisa dekat dengan anak-anak peserta didik. Namun, ketegasan juga diperlukan supaya mereka juga menghormati dan menghargai kita sebagai orang yang lebih tua dari mereka. Saya yang sebelumnya tidak begitu menyukai anak-anak, di sini saya belajar untuk menyayangi dan mencintai mereka bagaimanapun karakter yang dimilikinya. Karena saya percaya setiap anak adalah juara. Saya telah benar-benar jatuh cinta dengan mereka, anak-anak hebat SDN Bandar Agung. Baru seminggu saya di sekolah ini, saya sudah belajar banyak hal dari mereka. Coba bayangkan apa saja yang bisa saya pelajari selama setahun di sini, tentunya akan banyak sekali. Selain itu, saya tentu belajar dari tantangan-tantangan yang akan saya temui selama setahun ke depan. Selamat menjadi pembelajar! #talktomyself

Cerita Lainnya

Lihat Semua