Lia dan Kereta Api

Nurrachma Asri Saraswati 28 Juli 2012

Pagi itu teduh, aku berjalan sendiri menuju terminal bus kota untuk menjemput anak muridku yang malam ini diundang bertemu pak bupati. Bus kelas ekonomi, udara sejuk pagi hari membuat hatiku sangat tenang pagi itu.  Hampir 3 jam berlalu, aku sampai di kota prabumulih. Kota ini adalah  kota yang sangat kecil, panas,  keramaian di kota ini disebabkan pusat kegiatan perusahaan minyak besar memiliki home base disini. Ini bukan orchard Singapore, ataupun times square New York.

Lia namanya gadis pemalu ini tidak banyak bicara, ketika pertama kali berkenalan denganku. Bakat menarinya sangat terlihat ketika saya membuka kelas tari untuk anak-anak, sampai akhirnya setiap hari selasa saya mendatangi rumahnya khusus untuk melatih lia dan beberapa anak lain untuk berlatih tari bali.  Lama mengenal gadis kecil ini, ternyata membuat saya mengerti bahwa dia adalah gadis kecil berbakat,sangat kritis dan juga penyayang.

Setelah sampai di kota Prabumulih, aku mencari lia yang di temani salah satu guru dari sekolahku untuk membawa mereka ke kota Muara Enim. Setelah beberapa kali berputar-putar di keramaian terminal kecil kota prabumulih, tidak lama aku melihat lia melambaikan tangan dan berteriak: “ibuuuu Asriiii......”  yes! Ini pertama kalinya aku membawa murid dari SD ku untuk pergi ke kota. Lia menggandeng tanganku, kepalanya tidak pernah tertunduk selalu mendogak ke langit, matanya berbinar melihat tinggi bangunan  yang berjejer.  Wajahnya tidak bisa menutupi kebahagiaan melihat hiruk pikuk kota. Melihat wajah murid saya membuat hati saya terenyuh. Kota yang menurut saya kecil ini ternyata adalah sebuah “surga” yang tidak pernah dilihat bagi Lia.

Perjalanan menuju kota Muara Enim dari terminal Prabumulih dimulai. Bus kelas ekonomi bergerak dengan hingar bingar lantunan pengamen diiringi terik panas siang itu. Lia tidak bisa duduk tenang, dia memperhatikan pengamen yang sedang bernyanyi hingga setengah berdiri diatas tempat duduk. Pertanyaan- pertanyaan tentang kehidupan di kota banyak di tanyakan oleh gadis kecil ini selama diperjalanan.Sampai akhirnya saya terkejut ketika Lia berteriak : “Ibu itu Sepurrrr bu!”...Muka bahagia, sambil menghitung setiap gerbong kereta batu bara yang melintas. Hati saya mulai berat untuk menahan tangis dimata. Perasaan yang tidak sederhana bercampur aduk.  Speechless!

Saya hanya bisa berkata dalam hati: “Terima Kasih, Alhamdullillah Ya Allah....Terima Kasih orangtua ku yang telah membesarkan saya sehingga saya bisa mengenal dunia yang seperti ini...Terima Kasih Lia...”. Lia mengajari arti syukur, bahagia secara dalam kepada saya.


Cerita Lainnya

Lihat Semua