info@indonesiamengajar.org (021) 7221570 ID | EN

Khodijah, OSK dan Kata-kata Emak

Nur Wahidah 28 April 2012

Rangkasbitung, 28 April 2012

Hari masih subuh betul saat kami, enam orang Pengajar Muda Lebak sampai di lokasi Semifinal OSK 2012 di SDN 1 Rangkasbitung Timur. Sebagai panitia, kami tentu saja harus mengurus semua pelaksanaan teknis demi kelancaran semifinal OSK yang pertama kali diadakan di Kabupaten Lebak.

Masih jelas tugas pertama yang diberikan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak kepada Pengajar Muda pada saat menginjakkan kaki di Lebak. “Tolong carilah mutiara-mutiara di penempatan kalian, asah dengan baik, jaga dengan ilmu dan akhlak dan perlihatkan kepada saya saat mereka siap”. Mendengar tugas pertama ini, ada perasaan tertantang dan semangat yang tinggi untuk mewujudkan keinginan Beliau. “Mencari mutiara”, mungkin terdengar puitis, tapi memang itulah tugas pertama kami. Menemukan bakat anak-anak yang selama ini tersembunyi oleh kabut gunung, tanjakan curam, dan hutan di desa-desa terpencil.

Hari ini, kupenuhi tugasku dengan membawa 12 anak “Mutiara” dari Kecamatan Muncang yang akan berjuang kembali mengasah otak di Semifinal Olimpiade Sains Kuark. Tujuh orang diantaranya berasal dari SD tempatku mengabdi, SDN 1 Mekarwangi. Dua orang Level I (Kelas 2 SD), satu orang Level II (Kelas 4 SD), dan empat orang Level III (Kelas 5 SD dan 6 SD). Hal ini sangat membanggakan sekolah dan tentu saja 3 kampung tempat anak-anak ini tinggal. Membanggakan karena sebelumnya sekolah tempatku mengabdi adalah SD dengan peringkat terendah dari segi nilai saat UASBN tahun lalu, membanggakan karena lima dari tujuh muridku yang lulus hingga semifinal adalah anak-anak yang bekerja di luar jam sekolah. Badriah dan Neni membantu orangtuanya tiap musim tanam di sawah, Andrian tiap pulang sekolah “angon kebo’/menggembala kerbau” orang lain untuk membantu orang tuanya, dan Ata hampir tiap siang mencari “suluh/kayu bakar” di hutan untuk di jual. Berat? Susah? Tidak. Mereka tidak merasakan itu, malah mereka sangat senang karena bisa membantu orang tua. Prinsip belajar bisa dimana saja dan kapan saja sudah mampu mereka terapkan. Majalah Kuark yang diberikan oleh Penyala Lebak, dibaca baik-baik oleh mereka. Dibaca saat duduk setelah mencari kayu, dibaca sehabis menjemur pakaian, dibaca di atas kerbau, hingga majalah ini lebih terlihat lusuh saat pertama kali dibuka dari kardus.

Latihan mengerjakan soal baru dilakukan satu bulan sebelum OSK. Tiap malam sepulang mengaji, anak-anak berkumpul untuk membahas soal bersama. Masih mengenakan sarung dan peci, mereka berdiskusi mengenai tata surya, Ceres, Pluto, Makemake, Eris, cincin uranus, lini (bahasa sunda dari gempa bumi), dan makhluk hidup yang mereka baca di buku. Tiba-tiba saya merasa ada di ruang kuliah lagi saat berhadapan dengan mereka. Terkadang ada beberapa pertanyaan yang sulit terjawab, dan untungnya di Lebak sinyal broadband selalu ada untuk membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan dahsyat mereka. “Bu, eta planet uranus kumaha warnana biru? (Bu, planet uranus kenapa warnanya biru?)”, “Bu, kunaon bapa abdi upami kulem sok kerek?” (Bu, kenapa bapak saya kalau tidur suka ngorok?)dan masih banyak lagi.

Hingga hari semifinal tiba, anak-anak merasa sangat cemas. Mereka bukan cemas karena takut dengan soal, tapi mereka cemas karena ini pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di Rangkasbitung, ibukota kabupaten mereka. Perjalanan jauh ditempuh anak-anak dengan menggunakan mobil dari pengawas UPTD Muncang untuk sampai ke lokasi perlombaan, bagi anak-anakku tiga jam dengan berjalan kaki jauh lebih menyenangkan daripada tiga jam ditempuh dengan mobil. Sesampai di lokasi perlombaan, Khodijah yang paling kecil mabok dan muntah berkali-kali.

Aku Cuma bisa menenangkan Khodijah kecil, menggosok perut dan belakangnya dengan minyak kayuputih dan meminumkan teh manis. Tapi tetap saja wajahnya pucat saat mengerjakan soal. Tidak tega rasanya melihat anakku seperti itu, kucoba tanyakan ke Khodijah, bagaimana kalau Khodijah istirahat saja dan berhenti mengerjakan soal. Tapi Khodijah kecil menolak dan berkata “Alim bu, saur emak kedah di pidambeul sadayana” (Gak mau bu, kata emak harus di kerjakan semuanya). Ada rasa haru melihat keteguhan hati anak kecil ini, masih kelas 2 SD tapi semangatnya mengalahkan semangat orang-orang muda yang putus asa.

Meski selesai paling terakhir di kelasnya, Khodijah masih merasa mantap bisa lulus semifinal OSK. Saat pulang kucoba tanyakan ke Khodijah “Kunaon soalna tadi nak? Hese teu nak?” (Bagaimana soalnya tadi nak? Susah gak?) dan si kecil Khodijah menjawab dengan optimis “ Lumayan bu, tapi abdi tiasa ngerjakeun” (Lumayan bu, tapi saya bisa mengerjakan).

Ahh, senang sekali mendengarnya... Dari Khodijah kecil dan anak-anak yang mengikuti OSK hari itu, aku belajar banyak tentang semangat kompetisi, pantang menyerah, kekuatan doa orang tua, dan memegang teguh janji.

Apa yang menyebabkan Khodijah kuat menahan sakit di ruang kelas untuk mengerjakan soal? Tidak lain adalah semangat dari dalam dirinya, doa dan pesan orang tuanya dan tentu saja karena dia ingin selangkah lebih maju dan dekat dengan sukses. Khodijah kecil paham kalau dia berhenti sekarang sama dengan pulang sia-sia dan dia tidak mau hal itu terjadi.

Terimakasih anak-anak, semoga semangat belajar dan mencintai ilmu itu terus tertanam pada diri kalian....


Cerita Lainnya

Lihat Semua