Jangan Mau Jadi Tertinggal!!!
Nur Wahidah 14 Juli 2011
Hujan pertama kali di penempatan mengingatkan akan semua rindu yang aku punya. Aku rindu Ibu, aku rindu Bapak, adik-adikku, siswa-siswaku yang mungkin sekarang telah bertebaran di PTN seluruh Indonesia, Makassar, Hubla, PM angkatan II dan dia.
Kulihat anak-anak yang bermain bola sambil berhujan-hujanan di teras rumah Bapak, kembali ku teringat empat hari yang lalu sebelum aku ke Rangkasbitung bertemu Bapak Bupati. Mereka bangun subuh-subuh sekali mengetuk rumah dan mengajakku untuk bermain bulutangkis di depan rumah nenek, dengan berat kukatakan "Ibu mau ke Rangkas empat hari, jadi pagi ini kita tidak main bulutangkis dulu". Seketika raut wajah mereka berubah, Teteh yang paling kecil hampir menangis, "Bu guru mau pelgi ya?, Teteh ikut..." Aku tak tahu mau berkata apa, kupeluk mereka satu persatu, kuusap kepala anak yang sudah agak besar, "Ibu cuma sebentar kok, pulangnya pasti ada banyak cerita, Ibu mau ke bupati...". Agung yang paling besar berkata "Kalau tidak ada Ibu, desanya sepi...". Aaaaaaarrghhh, aku terharu...
Beberapa menit kemudian aku sudah siap dengan tas punggung andalanku, mereka mengantarkanku ke ujung jalan untuk mengambil mobil ke Rangkasbitung, tapi hingga jam setengah tujuh pagi mobil itu masih belum juga datang, sementara teman-teman terus mengingatkanku jangan sampai terlambat datang, setengah delapan teng!! Dalam hati aku berpikir tidak mungkin sampai di Rangkasbitung pukul setengah delapan, aku melihat banyak truk gamping lewat, maklum desaku adalah tempat penambangan gamping. Akhirnya aku nekat menumpang truk gamping. Ini pertama kalinya aku naik truk gamping dan duduk diantara batu gamping yang keras dan menusuk pantat. Tapi ini pengalaman yang sangat W.O.W (kata Gatot WOW...)
Aku menumpang truk gamping sampai ke pasar Gajrug kemudian melanjutkan perjalanan ke Rangkasbitung dengan naik angkot. Aku sampai di Rangkasbitung pukul 10 teng!! Setelah berbasa-basi dengan Kepala Dinas Pendidikan Lebak, akhirnya kami diantarkan menuju kantor Bupati Lebak, disana kami berdiskusi dengan Pemda Lebak mengenai rencana-rencana kami selama satu tahun di Lebak dan dukungan apa yang bisa Pemda Lebak berikan kepada kami. Dari diskusi kami dengan Pemda Lebak, ada beberapa hal penting yang aku garis bawahi.
Pertama mengapa kabupaten Lebak tertinggal, hal ini terjadi karena masyarakat sendiri yang mencitrakan diri mereka seperti itu. Masyarakat di Lebak malas belajar Bahasa Indonesia, mereka enggan mempelajari dan enggan keluar dari zona nyaman mereka. Bagi masyarakat, asal bisa makan, punya rumah dan keluarga itu sudah cukup. Sekolah tinggi tidak penting, lebih baik selepas SD anak mereka angon mbek atau angon kebo’ meneruskan apa yang orangtua mereka telah lakukan sejak lama.
Hal kedua yang aku garis bawahi adalah masyarakat tidak mempunyai identitas lokal yang bisa mereka banggakan. Mereka tidak punya makanan khas untuk sekedar dijadikan buah tangan (kecuali gula merah atau gula berem dalam bahasa sunda), mereka tidak punya lagu khas, mereka tidak punya tarian khas dan sesuatu yang betul-betul menunjukkan bahwa “Inilah Lebak”. Padahal dukungan Pemda sangat tinggi bagi masyarakat yang bisa mengharumkan nama Lebak.
Hal ini membuatku berpikir mengenai bentuk-bentuk program lain yang bisa diaplikasikan secara sederhana tetapi mampu tepat sasaran. Aku berpikir untuk membudayakan berbahasa Indonesia di lingkungan sekolah dan rumah agar mereka tidak terlalu tertinggal, agar mereka dapat menangkap makna dari setiap berita yang mereka tonton, agar mereka tidak bertanya lagi saat menonton berita “artinya apa bu?”, “maksudnya apa bu?” dan yang paling penting agar bagaimana mereka tidak bangga dengan Cap Kabupaten Tertinggal yang mereka miliki. Aku juga akan mencoba bentuk-bentuk kerajinan, penganan khas atau kesenian apa yang bisa dipublikasikan, dibina dan dilestarikan disini.
Hal-hal ini memang berat, tapi aku yakin PASTI BISA!!!
Cerita Lainnya
Ikut Terlibat
Ikut Iuran Publik
Bermitra dengan Kami
Jadi Pengajar Muda
Pintasan
Korps Pengajar Muda
Cerita Pengajar Muda