SUARA ITU MENEDUHKAN HATIKU

Nur Cahaya 24 April 2015
Setelah beberapa hari lamanya anak-anak libur sekolah, lebih tepatnya libur hari pascah disusul dengan libur karena anak-anak kelas 6 ujian sekolah, aku berada di kota karena ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Sekembalinya aku di kampung, aku melihat beberapa suara merdu yang selalu dinyanyikan setiap pagi dan sore hari. Sebelum aku membocorkan suara apa itu, aku akan bercerita sedikit sebagai prolognya. Singkat cerita, di kampung memang dalam hal kegiatan keagamaan dirasa kurang. Kemudian, pengajar muda (PM) 2 di kampung saya, Pak Guru Fahmi,menggagas yang namanya kegiatan mengaji di masjid. Anak-anak sangat senang sekali dengan kegiatan ini, begitu juga dengan Bapak Imam di kampung. Agar kegiatan ini berlanjut dan menjadi suatu hal yang positif, maka PM selanjutnya, Pak Guru Angga, melanjutkan kegiatan ini. Anak-anak sangat ramai sekali yang datang mengaji. Karena dalam kegiatan inilah anak-anak baru bisa belajar mengaji dan mendapatkan cerita-cerita tentang agama. Awal kedatangan saya di kampung, saya juga telah bertekad bahwa saya harus melanjutkan program ini untuk menyenggol stakeholder lain agar mau bergerak bersama. Tetapi sangat disayangkan, jika saya sedang ada urusan di kota, maka kegiatan mengaji pun akan berhenti sementara. Kemudian, setelah kedatangan guru honor baru di sekolah saya, guru honor dan guru kontrak tersebut membantu saya mengajar mengaji anak-anak karena ini dirasa perlu untuk pendidikan agama anak-anak. Kemudian, anak-anak satu persatu mulai berguguran. Tetapi jangan salah, anak-anak mulai berguguran disini ternyata karena muncullah guru-guru mengaji lainnya, yaitu orang-orang tua yang tahu mengaji. Akhirnya, satu persatu anak-anak mulai pindah tempat mengaji. Akhirnya ada 3 tempat mengaji anak-anak di kampung, dua tempat di rumah orang-orang tua di kampung, dan satu tempat di masjid yaitu dengan saya dan guru-guru yang lain. Setelah sekian lama anak-anak libur, saya datang di kampung dalam posisi memang masih libur sekolah. kemudian, ketika saya bangun pagi, saya mendengar suara-suara yang sangat merdu. Suara itu meneduhkan hati, dan berbisik dari masing-masing ujung kampung. ketika aku menelusuri darimana saja suara itu berasal, aku mendapati tiga tempat suara itu berasal. Pertama, di rumah Bapak Imam Kampung, kedua di rumah orang yang dituakan di kampung yaitu Tete (Kakek) Anisa, dan ketika di rumah Tete (Kakek) Yaka. Tidak lain tidak bukan, suara itu adalah suara anak-anak mengaji dan dilagukan dengan sangat indah sekali. Suara seramai ini yang belum pernah aku dengar sebelumnya. Suara ini berkumandang di pagi dan sore hari. Ditambah lagi suara mama-mama yang membangunkan anaknya untuk menyuruh pergi mengaji. Sangat luar biasa. Saya sungguh senang sekali ketika semua orang ikut terlibat dalam kemajuan pendidikan, bukan hanya pendidikan sekolah tetapi juga pendidikan keagamaan. Ketika saya sedang memperhatikan mereka sedang mengaji, kemudian Bapak Imam menghampiri saya dan berkata, “Ibu, maaf eee anak-anak jadi mengaji sama saya juga”. “oh tidak apa-apa bapak, malah bagus toh, anak-anak jadi ada guru mengaji banyak”, jawab saya dengan senang hati. “Iya ibu, beta dan yang lain juga berpikir, kalau ibu tidak ada, baru siapa yang ajar mereka kalo bukan katong toh ibu, agar mereka pemahaman agamanya semakin kuat”, balas Bapak Imam. “Itu sudah bapak, jangan merasa tidak enak, karena katong sama-sama bergerak sudah”, balas saya. Yakinlah, sekecil apapun perbuatan yang kita lakukan dengan sungguh-sungguh, percayalah bahwa orang-orang diam-diam memperhatikan dan mulai belajar. Belajar untuk menjadi lebih baik. Diam bukan berarti tidak menyadari dan tidak peduli. Ternyata diam juga sedang memikirkan bagaimana caranya untuk berubah dan hal apa yang harus dilakukan demi perubahan yang lebih baik. Catatan April, 2015

Cerita Lainnya

Lihat Semua