Setetes Air Mata Ibu hawa

Nur Cahaya 18 Desember 2014

Sekolah Dasar Inpres Urat yang berada di Kampung Urat, Distrik Fakfak Timur merupakan SD satu-satunya yang berada di kampung Urat. Bayangkan, satu sekolah hanya berisi 41 murid. Betapa kecilnya kampung ini bukan? Harusnya ini membuat para guru semakin semangat untuk mengajar anak-anak hebat disini. Karena mereka masih semangat sekolah walaupun jumlah mereka hanya sedikit.

Setahun lebih lamanya guru di SD Inpres Urat terlihat sepi sekali. Tetapi, berbeda di tahun ajaran sekarang. Saya, Pengajar Muda yang ditempatkan disini sangat senang ketika mendengar ada tambahan guru honor di sekolah kami. Wah, syukur alhamdulillah jadi banyak guru yang mengajar dan bisa lebih fokus kepada satu kelas. tetapi, ternyata memang tidak akan sepenuhnya fokus pada satu kelas. setiap hari pasti merasakan yang namanya kelas rangkap.

Ibu Hawa, begitulah anak-anak memanggilnya. Beliau merupakan salah satu guru honor baru yang mengajar di SD Inpres Urat. Masih muda dan rela untuk datang ke kampung sendiri demi mengajar anak-anak murid disini yang selalu merindukan kehadiran guru. Ibu Hawa masih terlihat sekali semangatnya dalam mengajar anak-anak. Keinginan mau belajar beliau juga sangat tinggi untuk hal-hal yang baru. Saya senang sekali berbagi dengannya. Beliau yang sering meminta untuk diajarkan bagaimana cara mengatasi anak-anak. Beliau ditempatkan kepala sekolah di kelas 1 dan 2.

Dua bulan sudah Ibu Hawa berada di kampung ini untuk mengajar anak-anak hebat disini. Beliau termasuk guru yang sangat sabar dalam menghadapi keaktifan anak-anak kelas 1 dan 2 yang bisa dibilang sangat luar biasa. Saya juga melihat bagaimana beliau mengajar anak-anak. Beliau termasuk guru yang sering mempraktekan metode-metode yang saya ajarkan.

Satu hari ketika sedang hujan, saya keluar kelas untuk melihat-lihat kelas yang sedang belajar. Saya melihat Ibu Hawa yang sedang berdiri di depan kelas berbicara, tetapi anak-anak tidak ada yang mau mendengar. Sungguh luar biasa ya anak-anak hebat ini. kemudian, ketika istirahat tiba, aku hanya memandangi wajah Ibu Hawa menunggu mungkin ada yang ingin diceritakan atau ditanyakan oleh Ibu Hawa kepada saya.

Beliau tersenyum, dan benar saja beliau bertanya, “Ibu, saya sudah kehabisan metode. Metode yang ibu ajarkan sudah saya praktekan. Tetapi, kenapa mereka tidak mau mendengarkan saya ya ibu? Kalau Ibu Cahaya yang bicara, pasti mereka dengar”. Saya terhenyak ketika mendengar pertanyaan Ibu Hawa. “ah, tidak juga ibu. Mereka juga tidak selalu dengar apa yang saya katakan. Terkadang mereka juga melawan. Tetapi, ketika mereka melawan saya kembalikan kepada peraturan di kelas. terkadang juga saya biarkan, dan saya beri dongeng-dongeng mujarab ibu. Ohya, ibu ada yang mau diceritakankah? Wajah ibu sangat murung sekali”, jawab saya.

Kemudian, Ibu Hawa menunduk, dan air mata terjatuh ke lantai. Ibu Hawa menangis. Aku sampai tidak tega melihat Ibu Hawa yang kuat menangis di depan saya. Beliau sedih kenapa beliau tidak bisa mengatasi anak-anak. Beliau sedih kenapa anak-anak tidak menurut kepada Ibu Hawa, kalau sama Indonesia Mengajar mereka sangat penurut. Akhirnya pelan-pelan saya jelaskan ualng kembali metode mencari perhatiannya anak-anak. Saya juga menjelaskan bahwasanya Indonesia Mengajar bukanlah guru kesayangan bagi anak-anak murid, melainkan semua guru yang ada disini pasti murid juga sayang dan mau mendengarkan. Anak-anak murid sayang kepada semua gurunya. Tinggal bagaimana kita menumbuhkan rasa kasih sayang itu diantara guru dan murid.

Fighting Ibu Hawa :) 


Cerita Lainnya

Lihat Semua